Friday, 22 November 2024, 00:52
konser

gaulislam edisi 813/tahun ke-16 (2 Dzulqa’idah 1444 H/ 22 Mei 2023)

“All tickets for the Coldplay Music of The Spheres World Tour Jakarta are officially sold out! Thank you for your tremendous support!” demikian dikutip dari laman situs web resmi promotor acara konser Coldplay.

Ya, pekan kemarin, tepatnya tanggal 17 dan 18 Mei 2023, para penggemar Coldplay (grup band asal Inggris) antusias berburu tiket. Konon kabarnya ada 1,53 juta orang dilaporkan berebut tiket atau dikenal dengan istilah “war tiket” demi medapatkan jatah tiket untuk bisa nonton konser Coldplay di SUGBK pada 15 November 2023 nanti. Padahal, kapasitas stadion itu cuma menampung 88 ribu orang.

Oya, masih setengah tahun ke depan sebenarnya jadwal manggungnya Chris Martin dkk, tetapi tiketnya memang dijual dari sekarang untuk memastikan bahwa konsernya akan berjalan lancar alias dihadiri penonton. Iya lah. Ngapain juga konser tapi nggak ada penonton. Kagak ada cuan dan nggak bisa beraksi untuk eksistensi diri dong. Demi mengetahui tiket udah sold out, pastinya punggawa Coldplay dan yang jelas promotornya bersuka cita. Berarti beberapa hal sudah pasti, yakni cuan udah didapat, tiket udah terdistribusi, dan artinya penonton sudah jelas ada. Begitu pikir mereka. Namun yang mungkin belum kepikiran bagi mereka adalah, “masih ada usia nggak tuh sampe setengah tahun ke depan”. Eh, yang ini masuk dalam daftar yang dipikirkan sama mereka atau nggak, ya?

Oya, mengapa “war tiket” bisa terjadi? Beberapa orang di media sosial memberikan pendapatnya bahwa bisa jadi ini fenomena FOMO. Kamu pernah dengar istilah ini? Oke, saya ringkas aja dari berbagai pendapat yang tersebar di media sosial maupun media massa. Jadi, FOMO adalah singkatan dari “Fear of Missing Out” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai “ketakutan kehilangan momen”. FOMO mengacu pada perasaan cemas atau kecemasan yang muncul ketika seseorang merasa bahwa orang lain mungkin sedang mengalami pengalaman menyenangkan, peristiwa atau kesempatan yang penting, dan mereka sendiri tidak hadir atau terlibat di dalamnya. Orang yang mengalami FOMO merasa terdorong untuk selalu terhubung secara sosial dan terlibat dalam segala hal, agar tidak merasa tertinggal atau kehilangan momen-momen yang dianggap penting atau menyenangkan. FOMO seringkali terkait dengan penggunaan media sosial, di mana seseorang melihat postingan, foto, atau cerita orang lain yang menunjukkan pengalaman hidup yang menarik atau menyenangkan, dan merasa iri atau sedih karena tidak mengalami hal yang sama.

Gampangnya untuk kasus war tiket ini, begitu di medsos rame ngobrolin info konser Coldplay, dan itu jadi viral karena banyak orang yang membicarakannya, akhirnya bagi sebagian orang merasa kudu masuk ke obrolan itu, termasuk pengen juga nonton konsernya. Maka, begitu ada info penjualan tiket secara online (lengkap dengan syarat dan ketentuannya), maka para penggemar dan sekadar penggemar dadakan atau lainnya (termasuk calo tiket) juga ikutan beli. Padahal, harga temurah aja (kategori 8), itu Rp.800.000, lho. Malah tiket termahalnya (Ultimate Experience), yakni Rp.11 juta ludes dalam hitungan menit (kalo di berita sih katanya 4 menit, sumber lain 6 menit, sumber lain lagi, 20 menit). Intinya, terjual cepat. Detilnya soal penjualan tiket dan berapa harganya, bisa kamu lihat deh di berita yang ada, ya.

Cerita “war tiket” di sisi lain juga ada yang tertipu beli tiket, ada yang nabung dulu untuk bisa beli tiket tersebut dan bertemu idolanya, ada yang rela makan ngirit, konon kabarnya makan di warteg yang identik dengan harga murah. Malah ironinya ada juga yang nekat ngutang ke pinjol alias pinjaman online. Jadi, para penggemar (dan mungkin penggemar dadakan yang kena FOMO) grup band itu sudah menunjukkan antusiasme demi bertemu idola mereka. Rela ngeluarin duit banyak, memuaskan kesenangan bertemu idola dan ikutan heboh biar dianggap nggak ketinggalan momen. Sampe sebegitunya, ya. Semoga nanti pas datang dajjal beneran nggak begitu juga kelakuannya. Ngeri!

Bukan sekadar hiburan

Sobat gaulislam, fenomena ini perlu kita bahas karena terkait gaya hidup, juga cara pandang kita. Apalagi karena kita sebagai muslim, yang semestinya menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Sebagai akidah dan syariat. Intinya, konsekuensi menjadi muslim adalah siap terikat dengan aturan Islam. Termasuk dalam perkara hiburan. Ada aturannya, ada batasannya, dan jangan lalai, apalagi melanggar syariat. Catet, ya.

Di satu sisi, saya sih kepikiran dengan banyaknya yang antusias beli tiket konser tersebut, setidaknya banyak yang punya uang. Silakan hitung sendiri. Berarti ada 88 ribu orang yang akan menjadi penonton di SUGBK tersebut. Konser Blackpink pada Maret lalu aja dibanjiri penggemarnya. Belum lagi konser Dewa 19 yang sejak awal tahun ini digelar hampir setiap bulan di beberapa kota di negeri ini. Ini artinya, banyak penggemarnya yang memang nyari hiburan sekaligus eksistensi diri. Hidup memang pilihan, tetapi ingat bahwa pilihan tersebut akan diminta tanggung jawabnya.

Kalo dipikir-pikir itu memang duit mereka, bisa jadi memang terserah mereka membelanjakannya untuk keperluan apa yang mereka suka. Namun, dalam kehidupan bersama dengan orang lain, ada kewajiban untuk saling mengingatkan. Nggak sepenuhnya dibiarkan bebas suka-suka. Kecuali, ya bila hal itu dilakukan di rumah masing-masing, orang lain nggak tahu, urusannya ya mereka sendiri. Masalahnya, nggak semua urusan pribadi itu dilakukan di rumahnya masing-masing, tetapi udah masuk ke ranah publik. Artinya, ada orang lain yang punya pandangan berbeda dan karena dilakukan di wilayah publik maka mereka juga berhak untuk menyampaikan pendapatnya. Media sosial contohnya. Interaksi di media sosial tidak bisa dicegah. Sulit. Termasuk akan terjadi adu argumen dan berbeda sikap untuk satu hal yang sama. Jika udah begini, maka setiap individu kudu ati-ati. Nggak sembarangan bersikap atau berpendapat. Ada batasannya, ada aturannya.

Itu sebabnya, jangan baper kalo ada di antara pengguna media sosial yang mengeluarkan pendapatnya untuk mengomentari pengguna sosial lainnya. Itu kategori sudah ranah publik. Jadi, tak mungkin bisa bebas sesukanya. Itu sebabnya, memang kudu ada aturan yang bersifat menyeluruh dan punya standar untuk bisa memberikan arahan dan pengawasan, termasuk solusi. Jika diserahkan ke masing-masing individu, menurut cara pandang mereka, itu sesuatu yang sulit. Sebab, bisa beragam ukuran. Namun, perlu ada standar. Nah, akidah dan syariat Islam, itu bisa menjadi patokan dan solusi. Bukan saja bagi kaum muslimin, tetapi bagi seluruh umat manusia.

Terkait pro dan kontra rencana konser Coldplay, pastinya kudu ada sudut pandang. Sebagai muslim, menjadikan Islam sebagai sudut pandang adalah keharusan, kewajiban. Sebab, cara pandang seorang muslim seharusnya memang akidah dan syariat Islam, bukan yang lain. Kalo diserahkan ke cara pandang masing-masing individu, walau sama-sama muslim, itu bisa berbeda cara pandangnya, lho. Maka, yang kudu disepakati dan dijadikan acuan adalah akidah dan syariat Islam yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini pasti benar.

Maka, konser Coldplay bukan lagi sekadar hiburan, tetapi sudah menjadi gaya hidup. Kamu bisa lihat kan, banyak juga yang muslim dan muslimah penggemar grup musik asal Inggris itu. Itu saudara kita yang masih awam agama. Kasihan. Ikut-ikutan heboh ingin nonton konser, yang bukan saja buang duit karena membelanjakan untuk hal yang tak ada manfaat yang jelas (bahkan bisa masuk kategori haram), tetapi juga sudah berlebihan dalam mengidolakan mereka. Bahaya. Di sinilah kita perlu mengingatkan mereka. Bukan ikut campur urusan mereka, tetapi kita peduli agar mereka nggak kebablasan ngelakuin yang nggak ada manfaatnya, apalagi yang sudah jelas maksiat.

Nasihat kadang menyakitkan

Kalo kamu ngikutin perdebatan di berbagai platform media sosial terkait rencana manggung Coldplay di negeri kita, ada aja sih yang nggak mau dihubungkan dengan aturan agama, komen mereka rata-rata kalo disimpulkan bisa seperti ini, “udah deh, jangan apa-apa dihubungkan dengan agama. Please, ini hiburan, bukan acara keagamaan.”

Memang akan datang masanya di mana dunia jadi tujuan utama banyak orang, akhirat dilupakan. Hawa nafsu menjadi panglima, aturan syariat diabaikan. Berlomba membelanjakan duit (yang memang punya berlebih atau yang bela-belain ngutang ke pinjol) demi menikmati hiburan. Padahal, hiburannya nanti bukan sekadar menikmati lagu-lagunya, tetapi juga ikhtilat (campur baur) cowok-cewek, dan yang pasti membelanjakan harta untuk hal yang tak ada manfaatnya bagi kemaslahatan diri dan agama. Udah gitu, beredar juga isu kalo Chris Martin dkk memang mengkampanyekan perilaku LGBT. Wah, ini lebih bahaya lagi. Hmm.. pantesan di iklan yang beredar kok tulisan Coldplay-nya warna-warni kayak pelangi gitu, yang emang identik dengan “kode” LGBT. Ngeri!

Sekadar nasihat aja sih, walau mungkin akan ada yang menganggap bikin rese. Namun, kewajiban muslim terhadap muslim lainnya adalah menasihati agar tetap berada dalam kebaikan. Meski nasihat ini mungkin akan dianggap menyakitkan, nggak apa-apa. Sebab, obat dan jamu juga pahit, tetapi akan menyehatkan. Kita ingin menyelamatkan sesama manusia dari keburukan yang akan muncul dari perilaku yang melanggar syariat tersebut.

Mestinya sebagai muslim, ada baiknya menyimak pernyataan Mujahid ibn Jabr rahimahullah yang berkata, “Seandainya seseorang membelanjakan hartanya semuanya di (jalan) kebenaran (maka) tidaklah termasuk orang yang menghamburkan harta, dan seandainya ia membelanjakan hartanya–(walaupun) sebanyak dua genggam (satu mud)–pada selain (jalan) kebenaran (maka) ia (termasuk) orang yang menghamburkan harta.” (dalam Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hlm. 39)

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, “Tidaklah Allah dimaksiati dengan sesuatu pun, kecuali sesuatu tersebut akan membinasakan pemiliknya. Barang siapa yang memaksiati Allah dengan hartanya, maka harta tersebut akan membinasakannya. Barang siapa yang memaksiati Allah dengan kedudukannya, maka kedudukan tersebut akan membinasakannya. Barang siapa yang memaksiati Allah dengan lisan, hati, atau dengan salah satu anggota tubuhnya, maka anggota tubuh (yang digunakan untuk bermaksiat) tersebut akan membinasakannya, walaupun ia tidak menyadari kebinasaan tersebut. (dalam ash-Shawa’iq al-Mursalah fi ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah wa al-Mu’ththilah, jilid 3, hlm. 865)

Bro en Sis, sebagai bagian dari kaum muslimin mestinya kita sadar diri. Jangan berbuat sesukanya, apalagi ngelakuin maksiat. Dunia itu fana, jangan berburu kesenangan semu yang ditawarkannya dengan cara melupakan akhirat. Jangan sampe begitu.

Imam al-Hasan al-Bashry rahimahullah berkata, “Pemahaman adalah wadah ilmu, ilmu adalah petunjuk untuk beramal, amal adalah penuntun kebaikan, sedangkan hawa nafsu adalah kendaraan maksiat, harta adalah penyakit orang-orang tidak bersyukur, dunia adalah pasar untuk menyiapkan bekal akhirat, dan kecelakaan besar bagi siapa saja yang kuat menggunakan nikmat-nikmat dari Allah untuk bermaksiat kepada-Nya.” (dalam Adabul Hasan, hlm. 47)

Jadi, kalo ada “war tiket” alias berebut untuk mendapatkan tiket nonton konser, mestinya kita lebih pantas untuk semangat membelanjakan harta di jalan Allah Ta’ala, seperti untuk encari ilmu, memberikan sedekah untuk anak yatim, atau kaum dhuafa, dan kebaikan lainnya.

Sekadar contoh membelanjakan harta untuk mendapatkan ilmu, Khalaf bin Hisyam al-Asadi berkata, “Saya mendapatkan kesulitan dalam salah satu bab di kitab Nahwu. Maka saya mengeluarkan 80.000 dirham hingga saya bisa menguasainya” (Ma’rifatul Qurra’ al-Kibar, adz-Dzahabi, 1/209)

Ayah dari Yahya bin Ma’in adalah seorang sekretaris Abdullah bin Malik. Ketika wafat, beliau meninggalkan 100.000 dirham untuk Yahya. Namun Yahya bin Ma’in membelanjakan semuanya untuk belajar hadits, tidak ada yang tersisa kecuali sandal yang bisa ia pakai (Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar, 11/282)

Ali bin Ashim bercerita, “ayahku memberiku 100.000 dirham dan berkata kepadaku: ‘pergilah (untuk belajar hadits) dan saya tidak mau melihat wajahmu kecuali kamu pulang membawa 100.000 hadits’” (Tadzkiratul Huffadz, adz-Dzahabi, 1/317)

Namun dunia, sebaiknya seperlunya saja dikejar. Sekadarnya. Bukan menjadi tujuan utama. Selain fana, dunia juga lebih banyak menipu bagi mereka yang tak punya ilmu tetapi hawa nafsunya lebih dominan.

Imam Al-Hasan al-Bashry rahimahullah berkata, “Suatu ketika Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melewati tempat sampah kemudian berhenti sejenak di situ, seakan-akan para sahabat beliau merasa terganggu dengan bau dan sampah tersebut. Beliau pun berkata, “Ini adalah dunia kalian yang kalian berambisi terhadapnya.” (dalam az-Zuhd karya al-Imam Ahmad, hlm. 147)

Sekadar catatan tambahan, beliau (Umar radhiyallahu ‘anhu) berkata pula, “Kami dapati kehidupan yang terbaik bagi kami adalah kesabaran.” (Maksudnya, sabar ketika menjalani ketaatan kepada Allah, sabar ketika menjauhi maksiat, dan sabar ketika tertimpa musibah. –pent.) (dalam az-Zuhd karya Imam Ahmad, hlm. 146)

Sobat gaulislam, yuk bijak bersikap. Pikirkan lagi. Buat apa berburu kesenangan semu? Dunia ini hanya permainan, akhirat tujuan utama kita. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-‘Ankabut [29]: 64)

Jadi, bagi kamu yang udah terlanjur beli tiket dan sekarang udah nyadar, nggak usah sedih dan tentu tiketnya nggak usah digunakan untuk nonton, dong. Istighfar, bertaubat dan jalani hidup normal sebagai muslim yang taat. Insya Allah akan ada kebaikan berlimpah bagi kamu. Siap, ya? [O. Solihin | IG @osolihin]