gaulislam edisi 236/tahun ke-5 (9 Jumadits Tsaniy 1433 H/ 30 April 2012)
Kamu pernah baca buku yang memotivasi kalo lagi bete diminta untuk nulis? Ya, isinya cukup bagus tuh, karena bisa ngasih solusi. Nah, kalo di buku yang saya tadi tanyakan menawarkan solusi bahwa kalo lagi bete nulis aja (ini juga baik kok, asal isi tulisannya bener), maka saya menawarkan kalo kamu didera rasa bete, ya ngaji aja.
Sobat muda muslim, kalo lagi bete rasanya emang nggak enak ati ye. Bawaannya uring-uringan mulu, kepala nyut-nyutan, hilang mood deh. Terus sebel juga pas ngeliat wajah-wajah yang kita nggak sukai. Lihat si anu langsung mual (karena wajahnya tiba-tiba aja agak mirip-mirip septic tank). Phew! Pokoknya kalo lagi bete rasanya hilang semangat tuh. Lemes! Mau ngapa-ngapain juga bawaannya males aja. Jadinya, rasa bete selain jadi beban kita, juga bikin kita nggak kreatif.
Kalo kita kena sindrombete, itu karena kita kehilangan sesuatu yang bisa bikin kita seneng ati. Mungkin perlu ditanyain sama diri kamu sendiri, kira-kira apa yang bikin kamu bete. Mungkin tentang teman yang marahan sama kamu. Bisa juga bejibunnya tugas-tugas sekolah yang kayaknya kagak ada abisnya. Suasana rumah yang berantakan; bukan cuma berantakan kondisi fisiknya, tapi juga amburadul suasana hati para penghuninya. Ayah bawaannya marah-marah mulu, ibu kian kecanduan nonton sinetron aja, adik juga terus rewel. Duh, bener-bener bikin pusing!
Eh, bisa juga bikin bete kalo kamu nggak ada kegiatan di luar rumah, lho. Ngadem seharian di rumah mulu bisa bikin boring. Apalagi seharian nggak ada kawan yang nyapa. Wuih, dunia rasanya sempit bin sumpek, dan kita merasa satu-satunya penghuni yang jadi korban. Nggak ada ruang sedikit pun untuk berdiri atau sekadar bernafas. Semua kenyataan ini bikin sesak dada kita. Memenuhi semua ruang perasaan dan pikiran kita. Walah, gawat banget tuh.
Sobat muda muslim rahimakumullah, kegiatan kita yang itu-itu aja dan bertemu dengan kawan-kawan kita yang tampangnya udah sering kita kenal adakalanya bisa bikin bete, lho. Tentu, jika kegiatan itu nggak bikin kamu merasa tertantang untuk membuatnya lebih seru dan dinamis. Sama bikin bosennya kalo ketemu temen-temen kita yang udah kita apal banget, tapi dengan kualitas pertemuan yang jalan di tempat alias nggak meningkat. Setiap ketemu cuma ditanyain hal-hal yang formal doang; gimana tugas yang kemarin diberikan? PR udah dikerjain belum? dsb. Nggak pernah basa-basi nanya kabar kamu; kondisi fisik dan mental, keluarga, dan juga tentang kegiatan dirimu hari ini, misalnya.
Yup, gimana pun juga, kita butuh teman dan orang yang bisa memberikan warna dalam hidup kita supaya kita nggak cepet boring bin bete dalam ngejalanin hidup ini. Ada yang bisa memberikan sentuhan-sentuhan untuk pikiran dan perasan kita dengan beragam informasi en kegiatan yang menyenangkan. Tul nggak?
Nah sobat muda muslim, jika kamu udah mulai merasa bete karena alasan-alasan tadi, dan mungkin juga alasan lainnya yang kebetulan belum sempat diungkap di sini, bolehlah coba untuk ikutan ngaji aja.
Ngaji? Nggak salah neh? Bukankah malah tambah bikin bete tuh kegiatan? Ah, nggak usah ngambek en nepsong dulu dong. Mendingan cobain aja. Nggak rugi kok kalo kamu aktif ngaji. Malah bisa bikin enak ati. Karena apa? Karena kita dibimbing untuk ngerti tujuan hidup kita. Kalo udah ngerti tujuan, apalagi makna hidup kita, maka kita ibarat udah menemukan peta jalan hidup.
Terus, berdasarkan survei kecil-kecilan nih, belum ada tuh anak ngaji yang bawaannya sutris melulu. Jarang ditemukan (atau memang nggak ada) anak ngaji yang kerap melamun en malas ngapa-ngapain. Kalo pun ada, biasanya tuh bocah sulit nyetel dengan komunitas anak ngaji. Kenapa sulit nyetel? Bisa aja niat gabungnya nggak mantep. Jadi masih angin-anginan. Tapi insya Allah kalo kita mantep, rasa-rasanya nggak bakalan sampe bete ikut ngaji. Betul lho.
Oke deh, mungkin di antara kamu ada yang bertanya, kenapa dengan ngaji bisa ngilangin rasa bete? Bener kok. Mending ikut ngaji aja daripada ikut geng motor (hehehe…). Emang apa aja sih keuntungan kalo kita ngaji dan ikut gabung dengan anak ngaji? Ini nih jawabannya:
Mengajarkan makna hidup
Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, sebelum bicara tentang makna hidup, kita kenalan dulu, apa sih yang disebut hidup itu? Hm… hidup dapat didefinisikan dari dua aspek, lho. Pertama, aspek biologis dan kedua, aspek sosiologis. Dari aspek biologis, hidup (al-hayah) seperti diungkapkan oleh Ghanim Abduh dalam Naqdhul Isytirakiyah al-Marksiyah (Kritik terhadap Sosialis-Marxis) adalah sesuatu yang maujud (ada) dalam makhluk hidup (asy-syai‘u al-qaa‘im fi al- ka‘ini al-hayyi).
Dalam pengertian ini, hidup dipahami sebagai esensi alias intisari yang membuat sesuatu menjadi hidup, yang membedakannya dengan benda-benda mati, baik benda itu benda mati secara asli; kayak batu, pasir, es, air, maupun benda mati dalam arti benda yang sebelumnya berasal dari benda hidup, seperti kayu. Nah lho, moga kamu nggak bingung. Ehm…
Hidup, dengan demikian, nampak dan eksis dengan berbagai tanda-tandanya, seperti kebutuhan akan nutrisi, gerak, peka terhadap rangsangan, pertumbuhan, dan perkembangbiakan. Nah, coba rasakan sekarang, apakah kamu memiliki ciri-ciri tadi? Pastinya kalo masih hidup punya ciri-ciri itu. Kalo nggak? Berarti siap-siap disolatkan aja deh hehehe…
Lawan dari hidup dalam pengertian biologis ini, adalah mati. Yakni tiadanya atau hilangnya tanda-tanda kehidupan pada sesuatu. Maka, batu adalah benda mati karena tak ada satu pun tanda-tanda kehidupan padanya. Demikian pula seseorang yang telah membujur kaku di kamar jenazah disebut telah mati, karena telah hilang darinya tanda-tanda kehidupan yang semula dimilikinya. Nah, yang lagi baca ini, masih hidup kan? Gubrakzz..!
Oya, kalo tadi secara biologis, sekarang berdasarkan sosiologis, yakni hidup berkaitan erat dengan segala perbuatan manusia yang terwujud dalam seluruh interaksi yang dilakukannya. Dengan pandangan yang demikian, hidup berarti menyangkut seluruh aktivitas manusia dalam berbagai macam interaksinya satu sama lain. Ketika manusia melakukan aktivitasnya dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain, berarti dia telah melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya, dia telah menjalani atau “mengisi” hidupnya.
Pertanyaannya, bagaimana cara mengisi hidup ini? Sebelum ke sana, kita perlu jawab pertanyaan: untuk apa sih kita hidup? Nah, ini baru deh nyampe ke persoalan yang ada hubungannya dengan manfaat ngaji sebagai solusi antibete.
Begini sobat, kalo kita ngaji tentang Islam, nanti bakalan diajarkan tuh tentang keberadaan kita di dunia ini. Dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup dunia (sekaligus dengan cara apa ngisinya), dan akan kemana kita setelah kehidupan dunia ini. Kalo ditanya begini, kamu jangan ngeles dengan ngasih jawaban kayak lagu lawas ini: “Jangan ditanya, kemana aku pergi..” Hehehe (maksain banget nggak seh?)
Sobat muda muslim, kayaknya kita kudu mulai serius mikirin soal hidup ini. Tapi juga nggak perlu tegang banget. Soal hidup ini, Allah Swt. Berfirman (yang artiya):“Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (QS al-Baqarah [2] : 21)
Nah, kalo kita nggak ngaji atau ogah belajar, nggak bakalan tahu tentang makna hidup ini. Itu sebabnya, kalo kita udah tahu bahwa kita adalah makhluk Allah dan diminta untuk menyembahNya sekaligus bertakwa, maka dijamin kita nggak bakalan bete dalam hidup ini. Sesulit apapun kehidupan yang kita jalani, kita bakalan menikmatinya dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah. Insya Allah tidak akan pernah merasa bete lagi.
Jadi, yuk kita ngaji biar tambah cerdas, en tentunya nggak bakalan bete lagi dalam menjalani hidup ini. Nggak usah ditunda-tunda lho, takut keburu meninggal dan nggak sempet lagi beramal baik. Nyesel deh nantinya. Itu sebabnya, Rasulullah saw. telah bersabda: “Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan. Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita. Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir. Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Memberikan ketenangan
Komunitas anak ngaji memungkinkan kita kagak nyeleweng dari ajaran Islam. Aktivitas seks bebas dijauhi, dengan narkoba nggak bakalan coba-coba make, termasuk malu berbuat kriminal. Dalam komunitas ini, kamu pun bisa menjalin hubungan baik dengan guru agama, dengan kakak pembina pengajian, dengan teman sebaya, keluarga, bahkan dengan kawan yang bukan berasal dari sekolah kita. Kawan kita jadi banyak dan hubungan yang terjalin di antara kita dihiasi dengan semangat kebersamaan dalam Islam. Asyik bukan? Coba, gimana nggak tenang hidup ini. Sayang banget kalo sampe dilewatkan begitu saja.
Bro en Sis pembaca setia gaulislam, jadi mulai sekarang, buat kamu yang belum ikutan ngaji ada baiknya memutuskan untuk segera ikut ngaji dan gabung dengan komunitas anak ngaji. Insya Allah akan memberikan ketenangan yang berarti. Pikiran tenang, karena informasi yang masuk semuanya bermanfaat, nggak bakalan membuat bingung dan nggak takut muncul pernyataan atau melakukan perbuatan yang melanggar aturan masyarakat, apalagi aturan Allah Swt. Hati pun ikut tenang karena nggak dikotori dengan perasaan-perasaan murahan macam hasad, dengki, iri hati, sombong. Kalo pun tiba-tiba muncul penyakit hati itu, insya Allah akan ada penawarnya. Kita bisa menyembuhkan sendiri, atau minta bantuan teman lain. Kita bisa berbagi waktu dan perhatian untuk saling menasihati. Semoga ya.
Menumbuhkan kreativitas
Kalo udah kreatif, insya Allah nggak bakalan bete deh. Karena pikiran dan perasaan kita terus “on”, bahkan nggak ada matinya. Nah, dengan gabung di komunitas anak ngaji, kita bakalan bisa mengukur dan menilai peran apa yang bisa kita berikan untuk komunitas ini. Kita bisa ikut berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas penuh arti dan memainkan peran penting. Percaya atau tidak, sambil jalan kamu bakalan bisa ambil hikmahnya. Salah satunya, bisa mempelajari dan mempraktikkan cara-cara menyelesaikan masalah, mengambil keputusan, dan menentukan sasaran hidup.
Bener lho, bergaul bersama dengan komunitas anak ngaji dan ikut serta dalam beragam kegiatan yang digelar, bikin kita bisa lebih kreatif dalam mengatasi persoalan hidup. Maklumlah, yang namanya ngurus kegiatan itu berarti rela mencurahkan segala upaya kita untuk kemajuan dan kepentingan bersama. Di sinilah kreativitas akan tumbuh. Bahkan bisa lebih mendewasakan kita dalam bersikap. Nggak percaya? Ayo gabung dengan komunitas anak ngaji! Insya Allah nggak bakalan nyesel. Pasti!
Oya, kalo kamu tujuannya cuma pengen dapetin kreativitasnya aja memang bisa di mana pun. Tapi masalahnya, kita hidup bukan cuma untuk mendapatkan kreativitas, namun jauh yang lebih penting dan utama adalah tercapainya ridho Allah Swt. Itu sebabnya, ilmu dan kreativitas aja nggak cukup kalo kamu nggak beriman. Bakalan sia-sia deh amalannya. Karena meski bermanfaat bagi manusia (apalagi kalo nggak bermanfaat?), tapi di hadapan Allah malah nggak ada apa-apanya. Kok bisa? Karena nggak dibangun dengan niat yang kuat karena Allah. Selain itu caranya salah dan isinya malah bertentangan dengan Islam. Kalo pun isinya rada bagus (maksudnya mubah deh seperti kreatif dalam belajar secara umum), tapi jadi kurang “bergizi” karena nggak dilandasi dengan keimanan yang mantap.
Jadi intinya sih, kita pengen meraih yang boleh dibilang nyaris mendekati kesempurnaan deh. Nggak ada salahnya kan? Meski mungkin kalo sempurna banget nggak bisa juga. Karena kita masih manusia dan gabung dengan komunitas manusia juga. Bukan malaikat. Itu sebabnya yang paling mungkin adalah waspada dengan cara senantiasa mendekati dan berusaha untuk dekat-dekat dengan kebenaran dan komunitas yang cinta kebenaran.
Jadi, kalo ikut ngaji en gabung dengan anak ngaji, selain bisa memunculkan kreativitas, juga punya ilmu dan ketakwaan. Maka, tentu saja kreativitas yang dihasilkannya pun adalah kreativitas yang sangat bermanfaat. Baik bagi dirinya sendiri, umat manusia dan juga dinilai sebagai amalan baik oleh Allah Swt. Tul nggak sobat?
Memupuk jiwa sosial
Islam mengajarkan untuk saling menolong dalam kebaikan. Menolong teman yang sedang dalam kesusahan adalah tanggung jawab kita dan itu perbuatan yang mulia. Keberadaan orang lain di sekitar kita jangan dianggap sebagai bilangan doang, tapi juga kudu diperhitungkan. Kalo mereka membutuhkan uluran tangan kita, ya kita kudu siap menyingsingkan lengan baju sebagai bentuk kepedulian dan langsung menolongnya. Sabda Rasulullah saw.: “Barangsiapa yang melapangkan suatu kesulitan di dunia bagi seorang mukmin, maka Allah pasti akan melapangkan baginya suatu kesulitan di hari Kiamat.” (HR Muslim)
Nah, dengan terpupuknya jiwa sosial kita, insya Allah kita nggak bakalan lagi merasa bete kalo kita sedang dalam keadaan susah. Dengan menengok ke kalangan bawah, ternyata kita masih bisa makan dan minum dengan layak ketimbang mereka. Itu artinya, nggak adil kalo kita masih bete dengan berkeluh kesah soal hidup. Bahkan sebaliknya, kita akan menolong mereka yang kondisinya lebih buruk dari kita. Jadi, kalo kita nggak ngaji, mana tahu soal ini.
Jiwa sosial kita kian terlatih bagus dengan ikut ngaji dan gabung dengan komunitas anak ngaji. Karena apa? Karena kita diajarkan dalam pengajian itu untuk peduli dengan sesama. Sikap seperti ini akan terus tumbuh manakala kita langsung mengaplikasikannya dengan benar dan baik. Ketika mengetahui teman ngaji sakit, kita nggak sekadar mendoakan kesembuhannya. Tapi sebisa mungkin hadir di sampingnya untuk membantunya. Minimal adalah menghiburnya supaya ia kembali semangat dan tidak terbebani dengan rasa sakitnya.
Selain dengan anak ngaji, jiwa sosial kita ditampilkan juga di masyarakat secara umum. Misalnya, kalo kebetulan di sekolah ada temen-temen dari kalangan keluarga miskin, maka bisa kita coba bantu mereka. Bisa kita sendiri turun dengan memberikan dana, bisa pula kita melobi ke pihak sekolah untuk meringankan biaya pendidikan temen-temen kita itu. Bahkan bila perlu mencari donatur lain yang bisa mengucurkan dananya bagi temen-temen kita. Insya Allah, pelajaran ini bisa sangat berharga. Apalagi karena jiwa sosial kita bukan untuk mencari pujian dari manusia, tapi pujian langsung dari Allah Swt. Sehingga insya Allah lebih bernilai dan berharga.
Oke deh, mulai sekarang, nggak ada alasan untuk ogah bin malas ikut ngaji dan gabung dengan komunitas anak ngaji. Kita tunggu deh partisipasi kamu bersama komunitas anak ngaji. Insya Allah nggak bakalan bete.
Memantapkan stabilitas
Bro en Sis rahimakumullah, kalo kita ngaji dan ikut bergabung dengan genk anak ngaji, insya Allah bisa membuat hidup kita stabil. Stabil dalam pengertian bahwa kita bakalan bisa jalan di satu rel. Kalo pun ada kendala dalam masalah kestabilan, bisa langsung ditangani dan tertangani. Nggak bakalan dibiarkan berantakan (kecuali kalo pembinaan dan manajemen di komunitas pengajiannya juga amburadul, ih, sayang banget ya?)
Siapa pun orangnya pasti mendambakan kestabilan dalam hidupnya. Kita-kita aja kalo bisa memilih dalam hidup ini pengennya pasti yang aman-aman aja kan? Nggak ada kendala dengan urusan kesehatan, ekonomi, dan juga pengen stabil dalam pemikiran. Nggak goyah meski banyak kendala. Nggak bakalan lumer semangatnya meski banyak tekanan. Tetap tegar dan stabil dalam kondisi apa pun. Saya yakin, semua orang pasti mendambakan dan menginginkannya. Buktinya, ada semboyan: “gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo”. Tapi, mungkinkah bisa terwujud dalam kehidupan? Mungkin saja bisa, tapi kalo nggak ditanam dengan landasan keimanan, jadinya hambar en kurang asyik, gitu lho.
Oya, jangan lupa, yang perlu dicermati juga adalah biar ngaji tetep enjoy dan nggak malah bikin bete (baik bagi yang udah ngaji maupun buat yang belum ngaji), kita bisa mengemas pengajian itu dengan asyik dan menarik. Bukan apa-apa, karena kita ingin agar aktivitas ngaji terasa enjoy dan akhirnya merupakan kebiasaan kita. Ujungnya, kita akan dibentuk oleh kebiasaan kita.
Nah, kalo ngaji udah jadi kebiasaan kita, maka kita akan terbentuk dengan pola yang diajarkan di pengajian. Lihat deh temen-temen di pesantren, meski awalnya harus beradaptasi dengan lingkungan barunya, tapi lama kelamaan ia malah akan terbentuk dengan kebiasaan akibat bersentuhan dengan lingkungan barunya itu. Kebiasaan baik tentunya. Inilah yang ingin saya tanamkan bahwa ngaji itu asyik, bahwa belajar itu menyenangkan, dan mencari ilmu nggak serasa dibebani berton-ton doktrin. Plus, tentunya nggak bete dong ya.
Sobat gaulislam di mana saja berada, mulai sekarang, kita bisa ciptakan suasana menyenangkan dalam aktivitas pengajian. Kita bisa bangun bersama aktivitas mencari ilmu ini dalam kerangka yang enak dilakoni. Kita bakalan punya sahabat yang peduli, guru yang melindungi, dan kajian yang enak dikunyah. Itu semua bisa kita dapatkan dengan terus mengembangkan inovasi baru dan menanamkan bahwa ngaji itu nggak berat dan nggak bikin bete, tapi justru malah mengasyikan dan menyenangkan. Yuk, ngaji yuk! Ditunggu lho… [solihin | Twitter: @osolihin | Blog: www.osolihin.net]