Friday, 22 November 2024, 04:52

Ada suasana penuh glamour di mal Melati hari itu. Umbul-umbul warna warni berkibar mengikuti arah angin. Pedagang kaki lima yang biasanya berkerumun di sekitar mal saat itu tidak tampak. Justru dipenuhi oleh pedagang tanpa kaki alias berjualan di atas mobil dengan hiasan berbagai iklan produk untuk remaja. Ada mobil yang dihias bermodel tikus got alias curut sedang menjajakan deodorant baru dari Perancis. Mungkin maksudnya agar remaja senantiasa memakai deodorant kalau tidak ingin beraroma curut. Mobil di pojok kanan mal dihias dengan model bantal padat berisi busa yang berjualan berbagai busana wanita bernuansa telenovela. Apa hubungannya dengan bantal? Hanya otak perancangnya yang mampu mencernanya.

Pada jam sembilan lima belas menit tiba-tiba para remaja berteriak histeris. Ada cacing berekor api atau kucing berkepala ayam? Tidak, tapi para artis yang ditunggu dan dipuja itu telah tiba. Mereka memburunya, tapi panitia cepat-cepat membawanya ke atas panggung yang disambut dengan jeritan remaja yang mengelu-elukannya. Suasana menjadi semakin ‘panas’ manakala dentuman musik mengambil alih segalanya. Gini giliran para remaja itu yang berjingkrak-jingkrak mengikuti musik tanpa lelah. Andai punya ekor, tingkah mereka mirip seperti lutung kebakaran sarung.

Siapa selebritis yang di atas panggung itu? Mereka adalah para pendukung utama sinetron remaja berjudul Bidadari Berburu Cinta. Sinetron yang produser dan sutradaranya Runyam Punjadi itu akan diputar di salah satu stasiun tv swasta yang diperkirakan akan menempati rating teratas. Bahkan para pendukung utamanya diunggulkan untuk memperoleh Supersonic Awards 2002, dan acara di mal itu merupakan promo tour-nya. Teriakan histeris kembali berulang manakala Agdes Mumica tampil di panggung dengan busana sensual melambaikan tangan ke arah penonton. Dialah pemeran bidadari yang akan berakting ‘habis-habisan’ dalam sinetron itu. Berbagai artis pendukung ikut beryanyi menggoda semua yang hadir untuk makin tenggelam. Para remaja putra dan putri berpasang-pasangan sambil berdansa yang ‘dipanas-panasi’ oleh Runyam Punjadi dan Agdes Mumica dari atas panggung. Suasana semakin hanyut dalam kemunkaran.

Allah Maha Besar. Di tengah gelombang kemunkaran, ternyata bergelora pula kemakrufan di tengah-tengah remaja. Dua kilometer di sebelah barat daya dari mal itu, tepatnya di sebuah masjid, Tuan Sufi bersama remaja aktivis Islam sedang menggelar kajian aktual untuk menyoroti sinema remaja saat ini. Tidak kurang dari lima ratus remaja memadati acara itu. “Produser, sutradara, aktris, dan aktor sinetron akan menuai ketenaran dan gelimangan harta. Remaja Islam yang menjadi penonton akan menuai apa?“, Tuan Sufi diam sejenak kemudian melanjutkan, “Remaja Islam akan menuai racun“. Memang racun, karena sinetron itu tidak sekedar hiburan tapi dapat membangun image (kesan) yang nantinya bisa berdampak pada pemahaman. Kalau pemahaman Islamnya secuil sementara image sinetronya setronton, sudah pasti konsistensi pada Islamnya kian lama akan pudar. Hancurnya kepribadian remaja Islam selalu dimulai dari terkikisnya pemahaman mereka terhadap Islam.

Kontras memang. Terus terang, remaja di mal yang sedang dimabuk promo tour sinetron itu sebagian besarnya adalah Muslim. Lantas gimana mendakwahi mereka? Apa sebaiknya Tuan Sufi dan aktivis Islam ikut datang ke sana seraya minta Tuan Sufi naik ke panggung untuk membaca do’a dan Shalawat Nabi? Itu sih fatamorgana, kemunkaran yang diberi baju dan celana Islam. “Kita wajib mendakwahi mereka untuk menyampaikan pemahaman Islam, tapi kita jangan menjadi bagian kemunkaran yang mereka jajakan“, jelas Tuan Sufi.

Runyam Punjadi dan Agdes Mumica tersenyum sumbringah menuai rupiah sementara para remaja yang disihirnya menuai keringat dan kesia-siaan. Sedangkan Tuan Sufi dan aktivis Islam bermandikan semangat untuk berjuang meninggikan kalimat Allah. Waktu jualah yang akan mengantarkan bukti bahwa kemunkaran itu pasti runtuh.? (Sadik)

[diambil dari Majalah PERMATA, edisi Nopember 2002]