gaulislam edisi 769/tahun ke-15 (19 Dzulhijjah 1443 H/ 18 Juli 2022)
Sobat gaulislam, kalo telingamu belum familiar dengan istilah ini, berarti kamu nggak gaul. Nggak apa-apa sih. Ada bagusnya, jadi nggak usah nyari tahu juga soal ini, sebab khawatir nyarinya dari sumber yang salah. Awalnya saya nggak tahu fenomena ini. Hanya saja pas lagi viral nama itu, saya jadi penasaran nyari info. Ternyata, Bonge itu Bocah Bojonggede. Mereka terkenal karena menjadi “penguasa daerah Sudirman” Jakarta.
Para ABG (angkatan babe gue, eh anak baru gede) asal Ciyatam, Bojonggede dan Depok menjadi sorotan karena kerap kali nongkrong di kawasan Dukuh Atas, daerah Sudirman, yang udah dikenal juga dengan istilah SCBD (Sudirman Central Business District). Nah, sekarang punya akronim tandingan (tepatnya sih, diplesetkan), yakni Sudirman Citayam Bojonggede Depok). Ya, gara-gara itu.
Belakangan marak di kawasan tersebut jadi ajang fashion week jalanan. Namanya Citayam Fashion Week. Para ABG ini mengenakan beragam pakaian sesuai selera masing-masing saat memenuhi Taman Sudirman, Jakarta. Selain itu, di zaman media sosial jadi ukuran untuk penampilan, maka mereka pun menjadikan tempat nongkrong sebagai bahan untuk bikin konten di media sosial (terutama tiktok dan instagram). Beberapa menjadi viral dalam fenomena ini. Ada satu yang kemudian muncul istilah Bonge tersebab viral di tiktok. Ternyata merujuk pada bocah asal Bojonggede yang bernama Eka Satria Saputra. Bonge kerap nongkrong di kawasan tersebut. Selain Bonge, ada Jeje, dan Roy. Konon kabarnya mereka pentolan Citayam Fashion Week.
Keberadaan mereka, dengan gaya-gaya mereka di Taman Sudirman, mendapat tanggapan beragam dari publik. Pro dan kontra ada aja, sih. Malah ada juga pejabat negara yang ikut berkomentar terkait fenomena ini.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy ikut menanggapi fenomena SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede dan Depok) atau dikenal dengan ‘Citayam Fashion Week’ di kawasan Sudirman, Jakarta.
Muhadjir mengatakan sah-sah saja acara tren fashion yang dilakukan anak muda di kawasan Sudirman. Menurutnya tren tersebut hanya sementara, sehingga tak perlu dianggap fenomena yang serius.
“Biasa lah anak muda, itu kan sementara nanti juga bosen. Jangan dianggap serius lah,” ujar Muhadjir di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (18/7/2022) seperti yang diberitakan portal berita suara.com.
Bagaimana kita menilai fenomena ini? Apa yang mereka lakukan itu ya sesuai dengan cara pandang mereka. Mereka menganggap bagian dari ekspresi kebebasan masa muda dan pencarian jati diri. Apalagi kemudian apa yang mereka lakukan ternyata viral di media sosial yang akhirnya membuat mereka dikenal masyarakat luas, malah tak sedikit yang dapat cuan juga dari viralnya konten mereka di media sosial.
Bisa jadi ada benernya juga pernyataan pak menteri tersebut, entar juga bosen, ngilang, lenyap. Iya sih. Tapi kalo ukurannya dalam syariat Islam, tentu saja apa yang dilakukan remaja tersebut dengan beragam gayanya, terkategori penyimpangan yang perlu diberikan penjelasan hingga muncul kesadaran di benak mereka. Saya pribadi melihat mereka adalah muslim. Sebagai solidaritas sesama muslim, tentu kudu saling mengingatkan. Kebetulan aja yang dilakukannya, walau nggak menggangu orang atau berbuat onar, tetapi kasihan aja sih, karena mereka melakukan sesuatu yang akan merugikan diri mereka sendiri. Pacaran, nongkrong-nongkrong nggak jelas walau katanya demi konten (tapi konten seperti apa yang mereka garap?), bahkan yang cewek dengan mengenakan busana yang terbuka auratnya. Kita hanya khawatir, apa yang mereka lakukan itu ditiru remaja lainnya, bocil-bocil berikutnya.
Kan ada tuh yang ogah disuruh sekolah (ditawari beasiswa dari seorang menteri) tersebab udah dapat cuan dari jualan konten mereka. Ya, gimana ya? Kalo mikirnya bahwa sekolah itu untung-rugi secara duniawi, jadinya ya begitu. Salah satunya yang dikenal adalah Roy Citayam.
Ia mengungkap bahwa ingin fokus bekerja dengan menjadi content creator. Menurutnya, bersekolah tidak menjamin untuk mendapatkan pekerjaan sehingga dia ingin tetap fokus pada kariernya saat ini untuk membuat konten di TikTok.
“Bakal kerja aja sih paling kalo sekolah percuma zaman sekarang juga sekolah tinggi cuman paling juga jadi OB paling gampang. Zaman sekarang tuh nyari kerja susah. Makanya cari yang sudah ada aja. Lalu yang cari baru-baru pasti yang baru juga sementara doang,” Tutur Roy Citayam dalam sebuah wawancara.
Masuk salah, keluar salah
Ini bukan tentang nama penyerang Liverpool, ya. Ini judul dalam bahasa Indonesia. Bukan nama pemain sepakbola. Oya, dulu banget ada ungkapan yang pernah saya ingat, “ Garbage in, Garbage out” alias masuk sampah keluar (juga) sampah. Nah, sekarang jadi kepikiran juga dengan ungkapan tersebut, hanya saja saya ubah sedikit, tetapi maksudnya (kemungkinan) sama, sih. Eh, kok kayak nggak yakin? Yakin, sih. Jadi kalo yang kita baca itu salah atau sebuah kesalahan, maka informasi yang kita dapat adalah informasi yang salah, maka jika kita sampaikan lagi ke orang lain, atau istilah zaman sekarang di-share, maka jelas akan kian tersebar kesalahannya. Waspadalah!
Perilaku seseorang tergantung cara pandangnya tentang sesuatu yang diyakininya atau dianggap benar menurut penilaiannya. Misalnya aja nih, kalo kamu dapetin informasi hoax, lalu disebarkan lagi tanpa dicek kebenarannya, berarti kamu terlibat aktif nyebarin info yang salah atau info hoax. Nah, ini juga masuk kategori masuk salah, keluar salah.
Nggak jauh beda dengan kamu atau teman kamu yang mendapatkan informasi bahwa anak muda yang gaul itu adalah yang lihai merokok, pakaiannya ngikutin mode pakaian yang sedang tren (nggak peduli halal atau haram), gaya bicaranya nginggris khas anak Jaksel gitu.Kalo ada remaja model gitu, apa yang akan kamu lakukan? Silakan dipikirkan dan dijawab untuk mendapatkan solusinya.
Ini penting banget, lho. Termasuk jika kita salah dalam pergaulan. Jika salah gaul, maka perilaku akan salah. Itu mah otomatis, satu paket. Salah memilih teman, maka akan salah juga dalam menilai kebaikan. Iya lah, gimana bisa bener menilai kalo udah salah dalam berteman. Temanmu nyontohin pacaran, maka hampir pasti penilaian kamu terhadap aktivitas pacaran jadi biasa aja, bahkan cenderung menyetujui. Ini gara-gara salah info dan pemahaman, akhirnya salah juga dalam perilaku.
Fenomena Bonge dan Citayam Fashion Week hanya satu kasus aja, dari sekian banyak kasus lainnya di kalangan remaja. Kebetulan aja lagi viral, lagi banyak yang menyorot.
Bonge, Jeje, dan Roy bisa jadi memilih jalan hidup mereka seperti itu karena cara pandang mereka yang mendapatkan informasi yang salah dan nggak ada yang nuntun dan ngarahin. Mereka menganggap bahwa dengan menjalani pilihan hidupnya seperti itu bisa dikenal luas, bisa dapetin kebahagiaan, dan cuan.
Apakah itu salah mereka? Ya, nggak seratus persen salah mereka. Bisa jadi salah kita juga. Iya lah. Kita-kita yang udah tahu nggak ngasih tahu. Saya sendiri baru tahu setelah viral di media sosial dan media massa. Sebagai bentuk nasihat, dan semoga ada yang baca di antara mereka, sebaiknya berpikir jauh ke depan. Jangan fokus mengejar dunia dengan melupakan akhirat. Selain itu, pendidikan itu penting.
Apa pentingnya? Menghilangkan kebodohan dalam diri kita. Belajar itu kunci agar ilmu pengetahuan (kognitif) bisa kita dapatkan, agar secara afektif (perasaan) juga terarah apa yang membuat hati kita bahagia secara hakiki dan mana yang justru kebahagiaan tersebut semu. Ada ilmunya. Kalo nggak belajar, mana bisa tahu. Selain itu, dengan belajar (pendidikan) kita juga akan memiliki aspek psikomotorik alias keterampilan.
Lebih tepatnya, memiliki keterampilan yang meningkat dibarengi dengan sikap mental yang bagus. Artinya, berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental dan psikologi. Misalnya aja, pandai bikin konten. Terampil bahasanya, pengambilan gambarnya, tara suaranya, tetapi juga dibarengi dengan isi kontennya yang menggambarkan sikap mental yang benar dan baik. Nggak sekadar bisa alias terampilan, tetapi secara mental malah menggarap yang bertentangan dengan norma masyarakat dan norma agama. Ngeri!
Ngeri memang, kalo yang masuk adalah cara pandang yang salah tentang kehidupan, maka yang dikeluarkan dalam bentuk perilaku juga bakalan salah. Waspadalah!
Kepribadian Islam
Sobat gaulislam, kepribadian Islam atau syakhsiyyah islamiyah kita itu nggak bisa dinilai langsung dari pakaian yang dikenakan, lho. Sebab, itu cuma aksesoris dan bisa dipake untuk nipu bin ngibulin orang. Tapi standar penilaian kepribadian Islam adalah pemikiran dan perasaan. Pemikiran dan perasaan Islam ini akan tergambar dalam sikap dan perbuatan. Itu udah pasti. Sebab, yang namanya tingkah laku pasti ngikutin pemikiran dan perasaan. So, kalo pemikiran dan perasaannya udah islami, insya Allah perbuatan dan tingkah laku juga bakalan islami.
Itu sebabnya, kalo ada muslim yang kepribadiannya udah islami, maka bukan saja ia gemar mengenakan busana islami yang menutup aurat, tetapi juga pemikiran dan perasaannya senantiasa berdasarkan ajaran Islam. Beda banget kalo yang nggak tahu aturan dan batasan. Bisa jadi malah mengenakan pakaian yang jadi simbol anak gaul, padahal jauh dari nilai Islam. Iya nggak sih? Tetot, jangan bengong. Buktinya, banyak tuh di lingkungan sekitar kita yang begitu penampilannya. Tugas kita yang tahu, ya mengingatkan dan menyadarkan. Salah satunya dengan membagikan artikel ini. Setuju? Harus!
Oya, satu-satunya jalan untuk menumbuhkan kepribadian Islam kita adalah belajar. Yakni, belajar Islam dengan rutin dan intensif biar mantap, gitu lho. Kenapa harus belajar? Nah, tadi udah dijelasin, ya. Baca lagi deh ke bagian atas dari tulisan ini.
So, mari kita belajar mengkaji Islam dengan rutin dan intensif untuk membentuk kepribadian Islam kita. Rutin bisa seminggu sekali, misalnya. Intensif berarti materinya berkesinambungan. Membentuk kerangka berpikir yang utuh tentang Islam. Sehingga kita lebih mantap karena tahu ilmunya. Nggak asal ikut-ikutan tren doang. Betul nggak sih? Ya, jangan takut jadi pinter dan shalih-shalihah ya!
Coba kita merenung sejenak en pikir-pikir tentang keberadaan kita saat ini. Malu nggak sih kalo kita dapetin predikat muslim dan seharusnya memiliki kepribadian Islam, sementara kita nggak mau diatur sama syariat Islam? Padahal, dengan predikat muslim itu kita jadi punya komunitas dan memiliki ciri khas. Kalo menjauh dari Islam dan aturannya, bukan tak mungkin kita bakalan sesat. Termasuk nih, kalo kita menyimpang dari ajaran Islam karena nggak mau diatur sama Islam, ada kemungkinan juga akhirnya celaka karena akan dapetin azab Allah di akhirat nanti. Sumpah!
Firman Allah Ta’ala. tentang orang-orang yang sesat akibat menjauh dari kebenaran Islam: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah [2]: 256)
Dalam ayat lain Allah Ta’ala menjelaskan: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)
Siapkan dirimu untuk belajar Islam. Supaya tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang terpuji dan mana yang tercela. Pastikan yang masuk ke pikiran dan perasaanmu dalam kebenaran, bukan kesalahan. Sehingga ketika dikeluarkan dalam ucapan dan tindakan adalah juga kebenaran. Siap-siap! [O. Solihin | IG @osolihin]