JERMAN- Apakah itu di kota Cologne, Berlin, Munich, Aachen, Frankfurt, atau kota lain, kini terdapat masjid. Ada sekitar 2.500 masjid di negara itu, dan hanya 160 yang dikenal luas. Lebih dari itu, tren pembangunan masjid baru di Jerman sedang meningkat, sedikitnya ada 200 masjid yang tengah dikonstruksi saat ini.
Uniknya terdapat perbedaan antara membangun masjid di masa ini dengan masa lampau. Masjid masa kini menjadi cerminan karakter dengan pesan nyata, “Kami adalah bagian dari masyarakat dan kami akan tinggal di sini,”
Islam di Jerman telah terlibat dengan berbagai macam aksi berbeda. Secara keseluruhan generasi Muslim kini lebih taat dan berdedikasi ketimbang generasi ayah mereka 40 tahun lalu, masa ketika orang tua mereka pindah menuju Jerman. Lebih dari tiga juta muslim tinggal di Jerman, dan diperkirakan sekitar 3.500 orang terdaftar sebagai anggota perkumpulan masjid.
Mereka tidak berbagi latar belakang geografis, bahas, tradisi, namun mereka berbagi keyakinan Islam. Tujuh puluh persen muslim di Jerman sendiri ialah berasal dari Turki. Kini, menurut Bacem Dziri, juru bicara Dewan Pelajar Muslim Jerman, sembilan dari sepuluh muslim Jerman lebih terbuka menyatakan diri mereka lebih atau kurang religius. Jumlah pemuda Islam yang mencerminkan tradisi Islam, atau para wanita dengan jilbab semakin meningkat. Alhasil, saat ini pula warga Jerman menganggap citra baru Islam itu bentuk provokasi tersendiri.
Sebagai minoritas, kini pun masih sangat banyak keluhan sosial yang dialami Muslim di Jerman. Kata ajaib yang sering digunakan di Jerman adalah ”integrasi”. Seperti Indonesia, masjid-masjid di Jerman pun bukan dianggap sebagai tempat sakral seperti gereja, karena seorang muslim dapat beribadah di masjid manapun.
Masjid, selain fungsi utama sebagai tempat ibadah, juga menjadi oasis di mana berbagai layanan keagamaan ditawarkan; mengajarkan Al Qur’an, mengorganisasi pemakaman Islami, juga upacara kelahiran dan pernikahan. Hampir seluruh organisasi semacam ini didanai melalui donasi. Hanya sedikit masjid yang dibantu oleh negara-negara Muslim.
Proses ini bukan semata-mata identitas baru Muslim di Jerman, namun juga motif utama komunitas itu. Selain untuk kepercayaan diri mereka mempromosikan perubahan ke dalam organisasi.
Tinggi menara masjid dan administrasi masjid memang kerap menjadi perdebatan publik. Namun pertanyaan mendasar, yang semakin didiskusikan ialah; bagaimana hubungan Muslim dengan tanah air barunya yakni Jerman, bagaimana hubungan sosial dengan Muslim, perubahan apa yang harus dilihat, ketakutan dan kekhawatiran apa yang ada di sana, bagaimana jamninan keamanan dan kenyamanan masyarakat, Seperti apa bentuk arsitektur dan cerminan sosial yang pas untuk berinteraksi,
Semua diskusi itu tak lepas dari fakta jika Jerman tidak punya sejarah imperialistik, dan kolonialisme dengan sejumlah imigran muslim yang datang, tidak seperti Inggris dan Perancis.
Kronologi Kehadiran Masjid
Tepatnya di Kota Schwetzingen, kompleks masjid pertama Jerman dibangun. Pada 1740, Raja Frederick II, pemegang kekaisaran Roma dan Raja Jerusalem dan Sicilia berkata, “Semua agama adalah sama dan baik, jika orang-orang yang memeluknya jujur, dan bila Turki datang kemari dan ingin tinggal di negara ini, maka kita akan dirikan mereka masjid-masjid,”
Pada 1792-1793, kota di dekat Heidelberg, sebuah kompleks masjdi tertua didirikan dengan sebuah taman disekelilingnya. Meski tidak pernah dimaksudkan digunakan, para tahanan Muslim di Perang 1870-1871 melaksanakan ibadah mereka di sana.
Lalu pada 1843, Raja Prussia, Wilhelm IV, memerintahkan konstruksi pembangunan masjid bergaya oriental beserta menara setinggi 38 meter di Postdam. Pada 1909, Hugo Zietz membangun pabrik di Dresden yang terlihat masjid konyol. Cara itu sendiri dianggap alternatif gara Barok di masa kerajaan Saxon, sekaligus trik promosi.
Setelah kematian duta besar Ottoman, Raja Friedrich Wilhelm III memberikan jatah lahan di Berlin pada 1798, yang segera digunakan komunitas Celtik membangun masjid. Menara masjid tersebut setinggi 63 meter hingga kini masih yang tertinggi di Jerman. Fakta sejarah itu adalah beberapa contoh yang menunjukkan jika waktu lalu–lebih dari kini–Islam yang asing diterima dengan hangat dan terbuka.
Setelah akhir Perang Dunia II di Eropa, fase baru kehadiran Muslim dimulai. Sejumlah besar imigran, yang dianggap pekerja tamu, diterima untuk tujuan rekonsiliasi, terutama dari Turki. Dari 1961 hingga 1976, sekitar 825.383, warga Turki datang ke Jerman. Di saat yang sama, konstruksi masjid untuk kebutuhan agama pun meningkat pula. Namun di awal-awal hampir seluruh masjid dibangun di area pabrik atau industru sehingga sulit dikenali. Bangunan tersebut lebih bersifat bongkar-ulang ketimbang konstruksi menetap.
Mulai tahun 1990-an, jumlah masjid yang lebih layak meningkat, 200 telah terbangun dan lebih dari 30 dalam rangka konstruksi. Namun itu hanyalah pergeseran dari bangunan temporer, atau bawah tanah menuju ruang lebih layak, dan sebagian besar terletak di kawasan agak terpencil dan tidak mencolok. Salah satu contoh, masjid baru di Ingolstad, dibangun di dekat area pembuangan akhir.
Di Berlin, ibukota Jerman, tempat tinggal lebih dari 200 ribu Muslim, sebuah masjid baru bernama Umar ibn Al-Khatab akan dibuka segera. Bangunan ini memiliki kubah kaca dengan empat menara–lambang empat sekolah filosofi hukum terkenal di sana. Masjid itu terdiri dari tujuh lantai untuk ibadah,berikut tempat wudlu, sejumlah kantor, dan beberapa ruang rapat. Selain itu di dalam terdapat aula yang dapat digunakan untuk acara perayaan, seperti pernikahan. Masjid pun diterima oleh lingkungan setempat.
Sementara di Kota Aachen, bangunan baru dalam area sekitar 600 meter persegi telah dirancang untuk ruang ibadah, termasuk ruang untuk imam, konseling, pengajaran, penitipan anak. Lebih dari itu, terdapat pula beberapa ruang apartemen untuk warga senior, pelajar, perpustakaan, area komersil seperti kafe di dalamnya. Sedangkan tinggi menara yang bakal dipasang memiliki tinggi 41,5 meter.
Lalu di Cologne, bakal menjadi lokasi masjid terbesar Jerman. Rencananya, bangunan akan mengakomodasi 1.250 jamaah dengan kubah setinggi 36 meter dan dua menara setinggi 55 meter. Dulu setiap orang di Cologne menentang pendirian masjid, namun di tahun 2007, dua pertiga warga akhirnya setuju. Kini muslim menjadi satu persepuluh dari total populasi kota tersebut. Kedepan, kompleks masjid juga menyediakan ruang komersial seluas 2.455 meter persegi. Hanya saja masjid tersebut belum siap digunakan saat ini.
Sedangkan masjid terbesar hingga kini, dan tergolong baru dibangun ialah masjid di kota Duisburg, distrik industri di Marxloh. Secara statistik, ada 18.000 ribu warga tinggal di kota itu dan 35 persen ialah warga asing. Masjid agung baru tersebut mampu menyediakan ruang maksimal bagi 1.200 jamaah./IOL/it [source: republika]
Subhanalllah..
Islam memang tiada duanya..
Allahu Akbar,…