Kamu pasti udah tahu film layar lebar keluaran terbaru Multivison Plus ini. Bahkan sangat boleh jadi kamu merasa terlibat dan melibatkan diri dalam kontroversi film ini. Kalo saya sendiri rada males ikutan menuliskan di buletin ini. Kenapa? Karena bisa jadi hal ini kian melariskan film tersebut. Kritikan justru bisa berubah jadi iklan gratis. Tapi, alasan saya menuliskan kembali obrolan tentang kontroversi film yang dibintangi Masayu Anastasya dan Hengky Kurniawan ini tiada lain karena merasa tertantang dan sebagai salah satu bentuk tanggung jawab untuk meluruskan pemahaman kamu semua. Semoga saja kamu semua juga setuju.
Oya, jangan dianggap ngeguruin ye. Itu sebabnya, kita ngobrol aja. Ya, anggap saja tulisan kali ini semacam curhat aja. Karena saya yakin, kamu udah pada tahu kontroversi yang berkembang saat ini tentang film remaja yang emang judulnya provokatif itu.
Sobat muda muslim, rasanya sudah sering banget kita disuguhi film-film remaja model begini. Dari yang pesannya �halus’ sampe yang provokatif seperti film ini. Kita juga sudah kenyang melahap beragam informasi yang sayangnya banyak banget yang error. Kalo nggak kuat-kuat iman mah, bisa bablas deh. Maklum, siapa sih yang nggak tergoda ketika disuguhi adegan syur. Apalagi itu cuma pantas dinikmati oleh mereka yang udah sah jadi suami-istri. Buat para lajang bisa gaswat tuh!
“Buruan Cium Gue�, yang ide cerita dan skenarionya ditulis oleh penulis pendatang baru, Ve Handojo ini mencoba memotret kehidupan remaja Jakarta dengan segala ulah dan permasalahannya. Berangkat dari pemikiran ini, Ve melihat bahwa ciuman di kalangan remaja masih dilihat sebagai sesuatu yang luar biasa. Banyak remaja yang penasaran bagaimana rasanya ciuman. Padahal, di balik satu ciuman sejuta resenya, seperti yang ditulis dalam slogan film ini.
Dari segi penggarapan cerita emang unik, meski hal itu udah biasa. Maklum, orang akan mudah terpikat dengan sesuatu yang umum tapi dengan kemasan yang lain daripada yang lain. Bisa jadi inilah yang diinginkan si penulis cerita dan juga produser film remaja ini.
Seperti yang udah kita ketahui bersama dalam cerita film ini (ciee bahasanya kok resmi amat. Kayak pak lurah aja!), karakter remaja yang penasaran ini tergambar lewat tokoh Desi (Masayu Anastasya), seorang murid kelas 3 SMU yang juga bekerja sebagai pembawa acara remaja di radio. Dia sudah menjalin hubungan asmara dengan Ardi (Hengky Kurniawan) yang sudah kuliah selama dua tahun. Selama berpacaran, Ardi ingin menerapkan gaya pacaran sehat dengan menjauhi segala bentuk kontak fisik, termasuk ciuman. (ada juga toh pacaran sehat? Jangan-jangan cuma sehat doang dalam pandangan hawa nafsu, tapi sejatinya melanggar syariat tuh!)
Oya, hubungan dua remaja ini mulus-mulus saja sampai suatu hari, di sela-sela siaran langsung di radio, Desi ditanya oleh seorang pendengar tentang pengalaman ciuman pertamanya. Karena terdesak, Desi berbohong dengan mengaku sudah pernah ciuman dengan Ardi. Pengakuan Desi membuat Ardi marah. Apalagi Desi diminta tampil di sebuah acara tv menceritakan pengalamannya itu bersama Ardi.
Masalah ini kontan membuat hubungan mereka terganggu. Ardi masih bersikeras tak mau mencium Desi, sementara Desi balik menganggap sikap Ardi terlalu kolot. Dari situ, Desi justru semakin penasaran untuk mendapatkan ciuman dari Ardi. Apalagi, teman-temannya selalu memanas-manasi untuk melakukannya. Desi pun mengerahkan segala cara demi merasakan ciuman pertamanya. Waduh!
Satu film berjuta dampaknya
Disinggung bahwa film ini terlalu agresif memperlihatkan adegan ciuman seperti yang terlihat dalam trailer-nya, dan justru akan mendorong remaja melakukan hal yang sama, terlebih dengan judulnya yang amat provokatif, produser Raam Punjabi hanya menjawab silakan menonton filmnya dulu sebelum memberikan penilaian. Walah!
Ketika ditanya lebih lanjut, Raam menambahkan, “Kita jangan cepat-cepat memberikan penilaian buruk mengenai masalah ciuman ini. Ciuman tidak dilarang dalam budaya kita, tergantung tempatnya di mana. Padahal, satu ciuman sejuta resenya. Kita ingin menunjukkan banyak pengalaman dan banyak pula akibatnya,� tandas Raam yang dijuluki sebagai rajanya sinetron remaja. (sinarharapan.co.id, 26/7/04)
Sobat muda muslim, film termasuk media komunikasi massa. Dari segi dampak atau pengaruhnya kepada khalayak jelas menjangkau lebih banyak massa. Beda banget kalo media kita cuma dinikmati teman satu kos atau keluarga di rumah aja. Tentunya, media itu cuma? berdampak kepada sejumlah orang yang bisa diitung lewat jari. Tul nggak? Tapi satu film yang mengumbar maksiat, dan itu ditonton jutaan orang, wah, bisa dibayangkan dampaknya. Syerem abiz!
Ngomong-ngomong soal dampak sebuah film, kita bisa memelototi daftarnya yang emang cukup banyak. Kamu pernah nonton film Alladin versi Walt Disney? Dalam sebuah film animasinya yang berjudul Aladdin (1992), salah satu tema lagunya dengan nada cukup mengejek Islam dengan sebutan Arab adalah bangsa bar-bar, “It’s barbaric, but hey, it’s home�. Penonton terpengaruh? Tentu saja ada. Itu sebabnya sampai sekarang Amrik selalu curigesen sama etnis ini, yang menurut mereka mewakili Islam.
Saya pernah tanpa sengaja nonton film yang diputar? lewat video dalam perjalanan ke luar kota menggunakan bis. Waktu itu film yang sedang diputar adalah Eraser. Film ini dibintangi oleh binaragawan asal Austria, Arnold Schwarzenegger. Dalam sebuah dialognya menyudutkan Hamas, kelompok pejuang Palestina, sebagai teroris. Ketika ditanya temannya, “Dari mana kamu dapatkan senjata ini?�. Jawaban Arnold, “Dari gerakan Hamas, teroris Palestina.�
Penodaan terhadap perjuangan Hamas dan rakyat Palestina melawan penjajah Israel sangat boleh jadi dipersepsi salah oleh ribuan, atau mungkin jutaan pemirsa yang menonton film tersebut. Diharapkan sikap pembelaan kepada Amrik dan Israel akan lebih besar setelah pemirsa nonton film ini.
Itu sebabnya, sangat boleh jadi jika banyak teman remaja yang takut dengan Islam dan merasa harus menolak ikut pengajian karena khawatir dianggap teroris, bukan saja karena seringnya membaca dan mendengar berita yang menyudutkan Islam, tapi bisa jadi karena kebanyakan nonton film laga Amrik macam Death Before Dishonor (1987), True Lies (1994), Executive Decision (1996), Delta Force yang dibintangi Chuck Norris, dan juga Top Gun yang pernah melambungkan nama Tom Cruise.
Jangan anggap enteng
Jangan anggap enteng soal dampak yang dihasilkan media massa. Isi film “Buruan Cium Gue� sangat mungkin untuk ditiru para remaja yang menjadi penontonnya. Sebab, gimana pun juga, film seringkali menginspirasi pemirsanya. Malah sangat boleh jadi akan diikuti rumah produksi lainnya jika ternyata film itu banyak ditonton orang (dasar otak kapitalis! Mikirnya duit mulu, soal moral mah ditaro di jempol kaki kali ye).
Sobat muda muslim, dalam kondisi seperti ini, alhamdulillah ternyata masih ada yang peduli untuk meluruskan keganjilan dari film ini (moga saja tulisan di buletin ini juga termasuk upaya amar ma’ruf wa nahyi munkar).
“Bagi pria dan wanita yang bukan mahram, bersentuhan apalagi berciuman adalah perbuatan zinah. Dan film yang kira-kira judulnya Buruan Berzinah itu sama saja mengajak generasi muda kita untuk berzinah. Oleh karena itu saya mengimbau para sutradara dan pemain yang beragama Islam agar merenungi hal ini,� tutur Aa Gym saat menyampaikan ceramah di Masjid Itiqlal yang disiarkan langsung oleh SCTV 8 Agustus 2004.
Sebenarnya, sebelum Aa Gym mengeluarkan komentarnya di hadapan jutaan pemirsa televisi tersebut, berbagai mailing list (milis) perfilman dan pertelevisian juga sudah ramai membicarakan film yang digarap Sindo HW itu. Beragam tanggapan pro dan kontra pun keluar dari beberapa anggota milis. (suaramerdeka.com, 13/8/04)
Meski ini terjadi pro-kontra, tapi jangan anggap enteng bahwa kita boleh berbeda pendapat dalam masalah ini. Apalagi kemudian membiarkan masyarakat yang akan memilih. Wah, itu keliru. Kenapa? Karena, selain kebenaran bagi seorang muslim harus didasarkan pada ajaran Islam, juga untuk sesuatu yang jelas kerusakannya tidak perlu ada perbedaan pendapat atau perdebatan. Tapi harus segera diselesaikan lewat jalur hukum. Ditentukan kejelasannya. Nah, negara dong yang berperan besar dalam masalah ini. Tul nggak?
Film bernuansa pornografi ini sebetulnya bisa? saja dengan mudah diberantas, asal penguasa di negeri ini mampu dan mau melakukannya dengan sepenuh hati. Cuma masalahnya, selama masih bermesraan dengan sistem kapitalisme yang emang rusak ini, maka nggak akan bisa selesai sampe tuntas. Selalu aja ada bara tersisa, dan itu bisa dikipasin lagi untuk kembali menyala. Maklumlah, penyelesaian setengah hati. Jangan kaget pula kalo kini permisivisme udah jadi �Tuhan’.
Itu sebabnya, tampak jelas kalo saat ini para pejabat negara nggak begitu selera untuk membenahi persoalan ini. Apalagi sekarang lagi mikirin hari bersejarah 20 September 2004. Pasti mikirnya kursi kepemimpinan melulu. Kalo pun peduli sama rakyat, ya, sebatas nyari simpati aja untuk milih dirinya nanti. Celakanya, kepedulian itu pun cuma diwujudkan dengan mengadakan lomba balap karung dan panjat pinang dalam rangka memperingati kemerdekaan. Tulalit banget kan? (masih mending kata Si Oneng di Bajaj Bajuri, “Emang tahun ’45 ada balap karung Mak?� ketika Si Emak mau ikutan lomba balap karung memeriahkan 17-an).
Ini kapitalisme, Bung!
Emang sih, kalo kita mau ngelihat secara jernih dan dengan akal yang waras, sinema lokal maupun yang impor tidak menawarkan solusi yang jelas. Oke deh, kalo ngomongin muatan Islam, kayaknya nggak ada tuh yang bener. Kalo kita bicara soal moral saja, mana ada sinema kita yang mendidik ke arah sana. Tul nggak? Kalo ngajak kepada yang nggak bener emang banyak.
Selain itu, kayaknya bisa bikin otak kamu turun ke dengkul deh. Hampir semua sinetron dan juga film remaja menjual mimpi. Semua bercerita tentang cinta, selingkuh, dan pernak-perniknya. Cerita kayak gitu menjual mimpi banget! Bikin kita males mikir. Akhirnya, ya jadi generasi pemimpi. Bukan generasi impian. Astaghfirullah…
Ya, maklumlah sobat, hidup di jaman yang serba bebas nilai begini, kita bakalan dihadapkan terus pada persoalan kehidupan yang njlimet. Dalam sistem kehidupan kapitalisme, manusia diajarkan dan dilatih untuk hidup semaunya, alias bebas nilai. Karena, yang terpenting adalah menguntungkan secara materi. Perkara apakah akan membawa kerusakan moral apa kagak, baik buat dirinya maupun orang lain, bukan urusan penting. Nggak peduli lagi soal halal dan haram. Sebab, urusan duit adalah di atas segalanya. Ini kapitalisme Bung! Mafih fulus mampus!
Bagi kita saat ini, paling banter adalah pandai memilih dan memilah. Emang sih, seharusnya negara yang bertanggung jawab. Sebab, merekalah yang punya kekuatan untuk mengubah. Sayangnya, selama masih betah dengan sistem kapitalisme, harapan untuk lebih baik nyaris tak mungkin terealisasi. Intinya, kita pahami Islam, dan buanglah jauh-jauh ajaran kapitalisme-sekularisme dari kehidupan kita. Jadi, mari kita kampanyekan untuk tegaknya kembali syariat Islam, di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Islam, wajib diterapkan sebagai ideologi negara.
Sebab dalam Islam, negara akan memberikan program untuk menanamkan pemahaman secara rutin kepada warga negaranya. Kalo masih ada yang bandel, maka aturan dan sanksi yang diterapkan akan menjerat mereka. Beres. Setuju kan? Harus! Hidup Islam! [solihin]
(Buletin Studia – Edisi 209/Tahun ke-5/23 Agustus 2004)