Friday, 22 November 2024, 00:23

gaulislam edisi 446/tahun ke-9 (2 Sya’ban 1437 H/ 9 Mei 2016)

 

Sobat gaulislam, kalo sekilas membaca judulnya kayaknya nih isi buletin gaulislam edisi 446 banyak ketakutan dan kesedihan. Nggak salah juga sih, tetapi yang terpenting bagaimana kita memaknai sebuah peristiwa dari sudut pandang Islam. Sebab, ada banyak orang melihat suatu peristiwa hanya dari sudut pandang humanisme, sudut pandang keadilan, sudut pandang pendidikan, sudut pandang sosial, sudut pandang ekonomi, sudut pandang hukum, sudut pandang pemerintahan dan lainnya. Seharusnya, selain tidak boleh terpisah-pisah—karena memang kompleksnya sebuah masalah—juga harus memunculkan apa sih akar masalahnya dan bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut.

Eh, omong-omong, apa sih yang akan kita bahas? Ok. Meski hal ini sebenarnya bukan lagi sesuatu yang heboh, tetapi kita akan masuk melalui jalur tersebut untuk mendapatkan sensasi magnet sebuah peristiwa agar tetap menjadi ‘hangat’ dan bisa dibilang ngikutin kondisi yang sedang menjadi obrolan sehari-hari di warung kopi sampai di resto kelas wahid yang berada gedung-gedung yang menjulang ke langit. Tagar #NyalaUntukYuyun sempat menjadi trending topics di medsos. Belakangan ada juga #NyalaUntukMistianah. Selain dua peristiwa tersebut, kasus mahasiswi yang tewas di toilet kampus dan mahasiswa yang membunuh dosennya sendiri menyita perhatian masyarakat. Keempat peristiwa ini terkait tumpahnya darah dan air mata dalam kasus pemerkosaan dan juga pembunuhan.

Nah, sebenarnya ada lagi peristiwa yang nggak kalah ngeri dan seharusnya menjadi perhatian (bila perlu dunia). Ya, hashtag alias tagar (tanda pagar) #AleppoIsBurning juga sempat menjadi trending topics di media sosial. Walau tak seheboh kalo korban dalam sebuah peristiwa itu adalah nonmuslim. Maka bermunculan juga meme comic yang menyindir warga dunia yang lebih banyak bungkam terhadap kasus Aleppo—karena korbannya banyak kaum muslimin. Tetapi mereka blingsatan ketika korbannya banyak yang nonmuslim seperti di Paris beberapa waktu lalu. Ini sudah jelas ada ketidakadilan, bahkan dalam informasi. Padahal, akibat peristiwa tersebut, sama-sama berkaitan dengan darah dan air mata.

 

Peristiwa-peristiwa itu…

Sobat gaulislam, LSM Cahaya Perempuan WCC Bengkulu yang menjadi pemantau kasus Yuyun membeberkan kronologi kejadian yang menimpa remaja berusia 14 tahun itu. Menurut Koordinator Divisi Pelayanan Perempuan WCC Desi Wahyuni, Yuyun pada hari kejadian, Sabtu, 2 April 2016,  pulang sekolah sekitar pukul 13.30 WIB.

Ia pulang dengan membawa alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci sebagai persiapan upacara bendera Senin. Jarak antara sekolah ke rumah korban sejauh 1,5 kilometer melewati kebun karet milik warga.

Saat berjalan, ia berpapasan dengan 14 pelaku atas nama Dedi Indra Muda (19), Tomi Wijaya (19), DA (17), Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal (23), Febriansyah Syahputra (18), Sulaiman (18), AI (18), EK (16) dan SU (16).

Dua nama terakhir adalah kakak kelas korban. Salah satunya bernama EK sudah keluar dan tidak bersekolah lagi di SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding, sedangkan dua nama lain, yaitu BE dan CH, masih diburu polisi.

Para pelaku yang melihat Yuyun langsung mencegat dan menyekap Yuyun. Kepala Yuyun dipukuli kayu, kaki dan tangannya diikat, leher dicekik, kemudian dicabuli secara bergiliran (liputan6.com, 4 Mei 2016).

Kasus berikutnya adalah tewasnya mahasiswi Fakultas MIPA UGM, Feby Kurnia (19). Pembunuhan itu terjadi pada Kamis 28 April 2016 sekira pukul 06.00 di salah satu toilet di lantai 5 kampus tersebut.

Dari Yogyakarta, kemudian beralih ke Medan. Adalah Nur’ain Lubis (63), Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) Medan tewas ditusuk mahasiswanya sendiri, Roymardo Sah (20) pada Senin (2/5) sore. Dia ditemukan di toilet salah satu gedung kampus tersebut dengan sejumlah luka. Catet, peristiwa ini terjadi di tanggal yang sering dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pelakunya adalah mahasiswa yang calon guru, karena dia tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara. Sungguh ironis!

Di bulan yang sama, yakni menjelang akhir April 2016, Aleppo juga membara. Kaum muslimin di wilayah Aleppo, Suriah, dibombardir melalui serangan udara Rusia yang membantu rezim Bashar Assad membunuhi warga negaranya sendiri. Ini kasus kesekian kalinya, karena kondisi Suriah memang sudah kacau sejak tahun 2011 silam.

Seperti belum puas, baru-baru ini muncul info yang kejadiannya mirip dengan yang dialami Yuyun. Edi Arsadad dari Ikatan Orang Hilang (Ikohi) perwakilan Lampung menyebut dukungan terhadap Mistianah akan terus dilakukan sampai ada upaya tegas dari aparat kepolisian Polda Lampung untuk melakukan pengusutan pelaku pemerkosaan sekaligus pembunuhan terhadap Mistianah.

“Kami akan terus mendesak aparat kepolisian untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas,” ujar Edi Arsadad salah satu penggagas #NyalaUntukMistianah kepada kupastuntas.co, Minggu (8/5/2016).

Menurut pemberitaan di portal tersebut, Mistianah (10 tahun) ditemukan tewas mengenaskan dengan tubuh dan wajah yang sulit dikenali lagi. Murid SDN 1 Pelangkawati, Labuhanmaringgai itu dinyatakan hilang pada Kamis (14/4/2016) dan jasadnya baru ditemukan hari Minggu (17/4/2016) di sebuah gubuk kosong di tengah perkebunan karet yang berjarak 15 kilometer dari rumahnya. Berdasarkan keterangan dari kedua teman mengajinya, saat itu ada dua orang yang mendekati Mistianah dengan mengiming-imingi korban es krim. Sejak itulah Mistinah dinyatakan hilang.

 

Salah siapa?

Sobat gaulislam, bukan nakut-nakutin nih, kasus-kasus serupa sebenarnya sudah sering terjadi. Tapi tak ada tindakan signifikan dari pemerintah untuk menyelesaikannya. Sudah sejak lama banyak kasus pemerkosaan dan pembunuhan, bukan kali ini saja. Tetapi kasus yang dimunculkan di medsos ini perlu juga menjadi semacam cantolan untuk masuk mengetahui kasus-kasus sebelumnya dan mengurai penyebab semua kekisruhan ini. Ada penyebab ikutan, ada juga penyebab utama. Ini penting untuk mencegah kejadian serupa terulang. Mengurai masalah yang terjadi juga akan bisa menunjuk siapa yang salah dan paling bertanggung jawab atas semua kekacauan ini.

Baiklah, tulisan edisi kali ini sepertinya serius banget ya, sampai kamu nggak bisa bernafas lega. Nggak apa-apa, sekali-kali kita dihidangkan menu yang membuat adrenalin bernyala terus (hehehe..). Coba kita urai masalahnya ya. Kasus Yuyun dan Mistianah (termasuk kasus serupa yang sudah ada sejak dulu), penyebabnya bisa sangat kompleks. Misalnya: pengawasan orang tua, kondisi lingkungan, maraknya kejahatan, hukuman yang tak membuat jera bagi pelaku perbuatan sejenis di masa lalu, pengaruh tayangan televisi, bacaan yang tak mendidik, pengaruh miras, dan faktor lainnya yang sejenis. Bikin bingung, kan? Banyak bener itu.

Oke, tapi saya pikir itu semua faktor ikutan dari penyebab utamanya. Kok bisa? Begini penjelasannya melalui analogi alias perumpamaan. Misalnya rumah kamu atapnya bocor. Tetapi kamu nggak memperbaikinya. Maka, ketika hujan turun, apalagi deras, air bisa masuk ke dalam rumah. Pada kondisi awal, mungkin saja masih masuk akal ketika mencari ember atau sejenisnya untuk menampung tumpahan air hujan. Sayangnya, ketika hujan sudah reda, kamu dan keluargamu nggak juga memperbaiki atap rumah padahal sudah tahu kerusakannya. Alasannya bisa macem-macem, malas lah, nggak ada waktu lah, dan sejenisnya. Begitu hujan datang lagi, atap yang bocor itu akan kembali bikin air hujan masuk ke dalam rumah. Kamu masih setia dengan ember sebagai penampung tumpahan air hujan, ngepel lantai pun kamu lakukan lagi. Bagaimana jika kamu nggak ada di rumah saat hujan deras? Banjir bisa jadi. Apalagi berhari-hari ditinggalkan saat mudik, misalnya. Udah deh, bisa jadi sarang nyamuk genangan-genangan air yang ada. Jadi penyakit dan merusak semuanya.

Padahal, kalo sejak awal kamu tutup kebocoran itu, kamu perbaiki atap rumahmu, maka tak akan terjadi hal-hal yang udah ditulis di atas itu. Lalu, bagaimana dengan kehidupan kita saat ini? Ketahuilah, problem kehidupan kita bukan cuma peristiwa yang sedang kita bahas ini saja, tetapi banyak peristiwa lain: narkoba, tawuran, miras, pacaran, perzinahan, pelacuran, riba, hukum yang tak adil, ketimpangan ekonomi, parahnya kondisi politik, kerusakan akhlak dan sebagainya. Banyak. Termasuk di seluruh negeri muslim, bukan di negeri kita saja. Semua itu terjadi sebagai produk gagal dari sistem kehidupan bernama Kapitalisme, dengan instrumen politiknya bernama demokrasi, dan ‘akidahnya’ bernama sekularisme yang kemudian melahirkan liberalisme. Ini penyebab utamanya. Kalo di rumah atau bangunan, ibarat atapnya. Atapnya rusak, maka kehidupan di bawahnya juga akan rusak. Catet, Bro!

Lalu bagaimana? Ya, buang saja Kapitalisme ke comberan peradaban manusia. Sebab, salah satu tips agar tak terluka terus, jangan berkawan dengan luka. Sembuhkan luka itu, walau menyakitkan prosesnya. Disembuhkan dengan apa obatnya? Islam. Ya, Islam sebagai ideologi yang harus diterapkan oleh negara, sebagaimana saat ini negara menerapkan ideologi kapitalisme. Berarti menggantinya dengan Islam? Tentu saja!

Waduh, bakalan banyak yang nggak suka tuh? Ya, silakan saja jika ingin terus berkawan dengan luka. Udah tahu penyakitan kok nggak mau disembuhkan? Udah jelas kapitalisme (termasuk di dalamnya demokrasi, sekularisme dan liberalisme) adalah penyakit, kok masih saja dipelihara? Apa itu nggak aneh?

Itu artinya, mau berteriak keras menggalang kekuatan massa dan berniat menyelesaikan kasus-kasus model gitu tapi masih setia (baca: menjadikannya untuk solusi) dengan sistem kehidupan yang sudah rusak ini, hanyalah kesia-siaan belaka. Beneran. Buktinya ya sekarang ini. Kasus pembunuhan dan pemerkosaan kan sudah ada sejak lama. Silakan buka arsip dah. Seingat saya aja, waktu saya SD hal itu sudah ada. Itu berarti udah sejak 30 tahun lalu. Kalo ditanya sama kakek kita, dan beliau menjawab bahwa kasus serupa sudah ada sejak masa muda beliau, ya tinggal hitung aja waktuya, udah lebih dari 50 tahun. Kalo mau dihitung dari sejarah lahirnya liberalisme, ya sejak Revolusi Perancis di tahun 1700-an. Udah lama banget. Ini sumber penyakitnya.

 

Cuma Islam solusinya

Memangnya Islam bisa menggantikan? Sebagai muslim kamu wajib yakin. Terakhir kaum muslimin tidak diatur dengan syariat Islam dalam institusi negara, adalah ketika kekhilafahan di Turki runtuh pada 1924. Sejak itulah, hingga kini, kaum muslimin terus mengalami penderitaan. Bahkan dunia pun seharusnya merasa kehilangan. Saatnya kini Islam kembali bangkit dan diperjuangkan oleh generasi yang sudah terwarnai dengan Islam, hasil didikan para ulama dan generasi yang mencintai Islam sepenuh hati. Kamu, dan kita semua, adalah generasi tersebut. Siap? Harus!

Islam udah lengkap turun dan menjadi tuntunan bukan hanya buat kaum Muslimin, tapi untuk semua manusia. Islam tuh rahmatan lil alamin alias rahmat bagi seluruh alam (termasuk umat manusia). Tentu, jika manusia mau memahami Islam dengan benar dan dari sumber yang benar. Sebagai Muslim, kayaknya kagak pantes banget kalo kita nggak mau diatur oleh Islam dalam hidup ini. Allah Ta’ala menjelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)

Hanya kepada Allah Ta’ala kita berharap dan memohon segala pertolongan. Semoga kita semua diberkahi, dirahmati, dan senantiasa dilindungi oleh Allah Ta’ala. Yuk, sama-sama kita berjuang untuk membela Islam. Semoga keimanan, ketakwaan, keberanian, keikhlasan, dan semangat juang senantiasa menjadi penggerak dakwah kita. Tentu, agar Islam tetap bergema hingga akhir jaman.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditem­bus malam dan siang. Allah tidak akan mem­biarkan satu rumah pun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya se­hingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran” (HR Ibnu Hibban)

Sobat gaulislam, jika kita mau melepaskan keburukan yang ada saat ini, agar tak terus tumpah darah dan air mata, maka lepasin dulu deh keterikatan kepada sistem jahiliyah bernama kapitalisme (termasuk di dalamnya demokrasi, sekularisme dan liberalisme). Lalu mengkampanyekan Islam sebagai ideologi negara yang diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Ayo, jadikan ngaji dan dakwah sebagai sarana perjuangan kita dalam upaya menegakkan Islam ini. [O. Solihin | Twitter @osolihin]