gaulislam edisi 450/tahun ke-9 (1 Ramadhan 1437 H/ 6 Juni 2016)
Alhamdulillah, Ramadhan tahun 1437 H sudah datang. Hari ini, 6 Juni 2016 adalah hari pertama bulan Ramadhan. Artinya pula, ya ini hari pertama kita shaum. Semoga kita bisa memanfaatkan kesempatan yang belum tentu datang di tahun depan. Belum tentu pula umur kita bisa sampai akhir bulan nanti. Tetapi kalo berharap sih boleh saja. Mungkin dalam beberapa kondisi harus kita ‘paksakan’ untuk berharap. Iya, berharap keridhoan Allah Ta’ala atas apa yang kita niatkan dan kerjakan.
Sobat gaulislam, sejak 2 pekan sebelum Ramadhan kayaknya suasana Ramadhan sih udah kerasa ya. Salah satunya yang dominan adalah munculnya iklan sirop. Hehehe… itu tandanya udah dekat dengan Ramadhan. Biasanya juga nanti, Ramadhan baru jalan 2 pekan, iklan produk yang menyisipkan pesan Idul Fitri juga mulai bermunculan. Begitulah, sebulan jadi tak terasa lagi lamanya. Masih mending kalo kemudian kita bisa memanfaatkan momen Ramadhan ini untuk kebaikan dan berbuat baik seikhlas dan sebanyak yang bisa kita lakukan. Masya Allah nikmatnya. Sebab, Ramadhan ibarat tempat ‘latihan’ bagi kita agar terbiasa berbuat baik karena kondisinya memang memungkinkan. Beneran!
Coba deh, kalo kita shaum sunnah seperti Senin dan Kamis, itu kan yang shaum nggak banyak. Di sekolah cuma beberapa teman aja. Bagi yang udah kerja, teman sekantor yang shaum sunnah bisa dihitung dengan jari. Tetapi kita saksikan, jumlah yang shaum di bulan Ramadhan luar biasa banyak. Shalat isya dan Subuh saja, yang di bulan lain jumlah yang hadir shalat berjamaah di masjid hanya satu shaf saja (itu pun tidak utuh sampai satu baris penuh), di Ramadhan meningkat pesat. Apalagi di hari-hari awal Ramadhan. Hehehe.. iya. Sebab, di hari-hari menjelang Ramadhan berakhir malah jumlahnya menyusut. Entah karena banyak yang mudik atau justru makin banyak yang berkumpul di mal nyari baju lebaran.
Namun, pernahkah kita berpikir sejenak, merunungkan semua yang pernah kita lakukan di Ramadhan ini, dan juga kehidupan kita selama ini? Bersyukurlah kalo selalu kita lakukan. Gimana pun juga, dalam hidup kita menemukan kondisi “datang dan pergi”. Silakan amati. Dapet uang misalnya, anggap saja uang itu datang. Ketika uang hilang atau habis kita belanjakan, kita anggap uang itu pergi. Namun, selama uang itu kita genggam, dan dibelanjakan ke mana, harus dilihat manfaatnya. Begitu juga dalam kehidupan di sekolah. Ada murid baru yang masuk, anggap saja itu sebagai “datang”. Murid yang selesai belajar alias lulus di sekolah itu, kita nggak saja sebagai “pergi”. Namun, jika kita yang mengalaminya, selama tiga tahun belajar di bangku SMP or SMA, misalnya, maka saat kita datang dan saat kita pergi akan membekas atau tidak jejak cerita dan peristiwa yang kita torehkan selama tiga tahun belajar. Ada manfaatnya nggak buat kita dan juga buat orang lain. Jangan sampai, tiga tahun belajar begitu saja berlalu tanpa koleksi amal shalih yang kita lakukan, tanpa prestasi yang membanggakan. Rugi nian.
Nah, bagaimana dengan Ramadhan? Sama. Ramadhan yang datang dan nanti akan pergi di akhir bulan, adalah suatu keniscayaan yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Sebab, hakikat waktu memang begitu. Terus berputar dan bergerak maju. Maka, kitalah sebetulnya yang memerlukan waktu itu sebagai modal melakukan amal shalih. Ramadhan, akan berlalu begitu saja tanpa kita berusaha memanfaatkan momen demi meraih kebaikan diri dan juga bagi sesama. Ramadhan memang akan datang dan pergi, namun bagi kita yang mengharap semua kebaikan di dalamnya, pasti akan memanfaatkannya untuk mengeruk amal shalih sebanyak-banyaknya, yang tentu dibarengi keihlasan dalam meraih keridhoan-Nya.
Jaga puasamu, ya!
Sobat gaulislam, kayaknya kamu semua udah pada tahu dong kalo shaum Ramadhan itu wajib hukumnya. Kalo ada yang belum tahu, waduh kasihan banget tuh. Tapi insya Allah semuanya udah paham ya? Sebab Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS al-Baqarah [2]: 183)
Nah, ngomongin soal shaum or puasa, sepertinya semua orang udah ngeh bahwa yang namanya puasa itu adalah aktivitas fisik kita. Kudu kuat nahan lapar dan haus dari mulai shubuh sampe menjelang maghrib. Selama kurang lebih 12 jam organ tubuh tertentu kita di-off-kan dari aktivitas mengolah makanan.
Insya Allah deh, kalo aktivitas nahan lapar dan nahan haus hampir bisa dilakukan setiap orang, termasuk anak kecil sekalipun. Malah hari biasa aja mereka bisa tahan untuk tidak makan kalo udah asyik dengan teman mainnya. Apalagi kalo udah lengket dengan video gim, dijamin bisa lupa segalanya. Jangan heran kalo ortu kamu misuh-misuh kesel karena adikmu ogah makan. Karena pikiran adikmu (atau malah kamu juga? Hehehe…) tertuju kepada level demi level, lengkap dengan ketegangan yang ada dalam permainan di video gim itu. Jadi intinya, secara fisik banyak di antara kita yang sanggup menahan rasa lapar dan haus. Kuat deh.
Tapi jangan salah lho, puasa juga sebetulnya bisa dijadikan sarana untuk menambah kuantitas amal kita, sekaligus memperbaiki kualitas amal kita. Jadi, kalo kamu kuat nahan lapar, belum tentu juga kuat nahan godaan hawa nafsu kamu untuk ngomongin orang, untuk ngejailin orang, dan untuk berbuat maksiat lainnya. Insya Allah kita percaya deh sama kamu kalo kamu bisa menahan mulut kamu untuk tidak makan dan minum selama puasa, tapi kita khawatir kalo mulut kamu juga bisa puasa dari ghibah dan berbohong.
Emang sih, puasa kamu kagak batal kalo berbohong, tapi itu bisa mengurangi pahala puasa kamu. Sayang kan, udah capek-cepak, eh, cuma dapet lapar dan dahaga aja. Rasulullah saw. bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga” (HR Ahmad)
Jadi sayang kalo puasa fisik nggak dibarengi juga dengan ‘puasa’ dari perbuatan yang maksiat. Sungguh rugi pula kalo berlalu begitu saja tanpa ada aktivitas amal shaleh yang kita lakukan. Sebab, saat Ramadhan Allah memberikan “bonus” yang besar dalam ibadah kita.
Jadi, jangan sia-siakan deh puasamu. Jaga dengan benar dan baik. Sayang banget. Apalagi belum tentu tahun depan kita ketemu lagi Ramadhan. Yuk, kita manfaatkan kesempatan ini. Jangan sampe lepas begitu saja. Puasa fisik wajib, tapi menjaga agar puasa ini nggak sia-sia juga wajib. Mulai sekarang, kita isi Ramadhan dengan kegiatan yang bernilai pahala di sisi Allah. Setuju kan? Siap…siap, siap..siap!
Maksiatnya berhenti, dong!
Emang sih, kalo maksiat, meski di luar bulan Ramadhan tetep nggak boleh. Tepatnya, apapun jenis perbuatan maksiatnya, tetep haram untuk dilakukan. Lebih-lebih di bulan Ramadhan, kayaknya lebih nggak pantes lagi kalo itu dilakukan. Tul nggak? Itu sebabnya, jangan nekatz untuk melakukan maksiat.
Tapi sayang, bagi sebagian teman remaja masih aja ada yang betah melakukan maksiat. Coba deh lihat, shalat tarawih berjamaah di masjid aja pake acara jemput-jemputan pasangannya (kayak ojek aja). Duh, puasa ternyata nggak bikin maksiat berhenti, malah semakin ‘gila’ aja melakukannya. Alasan temen kita, biasanya menganggap bahwa pacaran menurutnya nggak membatalkan puasa. Hmm… emang bener sih, karena hal-hal yang membatalkan puasa adalah makan dan minum di siang hari. Tapi aktivitas pacaran bisa merusak pahala puasa kita. Rugi banget!
Kalo puasa nggak menjadikan kita mawas diri, nggak menjadikan kita malu, bahkan nggak menjadikan kita jadi anak shalih/shalihah, itu berarti ada “apa-apanya”. Sebab, seharusnya kan puasa bisa menjadi perisai kita dari berbuat nggak bener. Puasa adalah tameng kita.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Puasa adalah perisai (dari api neraka). Jika seseorang di antara kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan bertengkar. Jika dimaki-maki orang lain, katakanlah: ‘Saya sedang berpuasa’ (HR Bukhari)
Diriwayatkan pula dari Abu Hurayrah radhiallahu ‘anhu: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa tidak meninggalkan dusta dan berbuat buruk pada bulan Ramadhan, Allah tidak butuh kepada usahanya meninggalkan makan dan minum.” (HR Bukhari)
Nah lho. Hadis ini memberikan sinyal buat kita, bahwa kalo kita masih tetep kuat maksiat meski sedang puasa, maka jangan harap kalo puasa kita mendapat berkah dari Allah Ta’ala. Ih, naudzubillahi min dzalik.
Sobat gaulislam, itu sebabnya manfaatkan momen kebaikan ini untuk mengeruk pahala sebanyak mungkin. Tentu saja keikhlasan senantiasa menghiasi setiap amal shalih kita. So, Ramadhan memang sudah datang dan pasti akan pergi lagi meninggalkan kita. Namun, yang terpenting adalah memanfaatkan kebersamaan dengan Ramadhan melalui rangkaian kegiatan yang benar dan baik yang bernilai pahala. Semoga amal shalih (khususnya shaum) di Ramadhan ini yang kita semai memberi dampak ketakwaan bagi kita semua. Sehingga, ketika Ramadhan pergi, ada jejak yang membekas dalam diri kita: tadinya tidak baik jadi baik. Tadinya baik, jadi yang lebih baik. Lalu, istiqomahlah. Semangat! [O. Solihin | Twitter @osolihin]