Sebagai mahluk bertulang belakang (vertebrata), manusia juga dikaruniai telinga. Dan sebagai mahluk mamalia, telinga manusia tergolong jenis yang kompleks. Seperti yang pernah kita dapat dari pelajaran biologi, telinga kita terbagi atas; telinga luar, tengah, dan dalam. Pada telinga, Allah dengan kuasaNya menciptakan beragam komponen yang membuat kita bisa menangkap aneka suara. Daun telinga kita yang terbuat dari tulang rawan membantu pengumpulan suara, kemudian getaran gendang telinga mengirimkan sinyal pada organ-organ yang lain untuk diantarkan kepada otak. Manusia, umumnya mampu menangkap 15 hingga 18,000 gelombang perdetiknya dan pada frekuensi 15 Hz to 20,000 Hz.
Fungsi telinga memang untuk mendengar, meski memang juga menambah keindahan kepala dan wajah kita. Bayangkan kalau telinga manusia selebar milik gajah atau sepanjang telinga kelinci, atau seperti telinga Mr. Spock dalam serial Startrek. Dengan bentuk yang seperti sekarang wajah kita terlihat proporsional, tanpa cacat dan cela.
Tapi, keindahan telinga tak ada artinya jika telinga tak berfungsi untuk mendengar, atau tak dipakai untuk mendengar. Yang pertama, adalah gangguan kesehatan dan itu adalah takdir Allah, tapi yang kedua lebih karena kita tak mau mendengar omongan orang lain. Kita tidak mau memakai telinga kita untuk menyimak perkataan orang lain tentang diri kita. Kalau pun mendengar, kita hanya pura-pura mendengar. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, kata pepatah. Meski itu masih lebih baik ketimbang sama sekali tak mau mendengarkan.
Ada sebagian orang yang bilang, kalau mau maju jangan dengarkan omongan orang lain. Kata mereka, itu adalah tanda percaya diri. Nasihat itu perlu diluruskan. Yang benar adalah jangan dengarkan omongan yang salah, tapi dengarkan omongan yang baik. Jika kita sama sekali menutup diri dari mendengarkan omongan orang lain, bukan tidak mungkin kita sendiri bisa merugi. Lagipula, kadangkala omongan yang berhikmah dan penuh kebaikan itu datang dari mulut orang yang tak pernah kita sangka-sangka. Kata Nabi saw.: “Ambillah hikmah yang kamu dengar dari siapa saja, sebab hikmah terkadang diucapkan bukan oleh orang yang bijak. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?”(HR al Askari)
Pernahkah kita berpikir bahwa menjadi pendengar yang baik itu gampang-gampang susah? Mudahnya kita hanya tinggal duduk dan tidak usah berkata apa-apa, membiarkan orang lain berbicara. Susahnya, kita harus menjaga keikhlasan dan kesabaran dalam mendengarkan.
Sayang, kita seringkali berpikir bahwa mendengarkan itu adalah pekerjaan yang mudah. Simpel. Saking simpelnya, kita tidak tahu caranya menjadi pendengar yang baik. Dalam berbagai pelatihan motivasi diri atau kepemimpinan lebih sering diajarkan untuk menjadi pembicara yang baik atau pemimpin yang baik. Atau tips percaya diri dengan menjadi ‘kebal’ dari omongan orang lain. Belum ada materi dan pelatihan khusus untuk menjadi a good listener.
Padahal, apapun cita-cita yang kita kejar, semuanya diawali dari mendengar. Menjadi seorang pelajar yang baik harus mau mendengarkan omongan gurunya. Menjadi seorang pemimpin yang baik, juga harus mau mendengarkan orang lain. Jadi orang tua yang baik? Ya harus mau mendengarkan omongan orang lain, termasuk anak-anak mereka. Tidak salah kalau “Man ahsanal istima’, ta’ajjalal intifa –Siapa yang paling baik mendengarkan, dia akan cepat mendapatkan manfaat” kata sayidina Ali bin Abi Thalib ra. Maka fungsikanlah telinga kita untuk mendengar dan menyimak perkataan yang baik, karena untuk itulah ia diciptakan. [januar]
subhanalloh
dengan menggunakan panca indra yang sesuai dengan fitrah insyaalloh akan mengetahui jalan haq……
bagus …salut…..