gaulislam edisi 417/tahun ke-9 (6 Muharram 1437 H/ 19 Oktober 2015)
Nah, kali ini gaulislam ngomongin soal disiplin. Kalo menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), disiplin itu erat kaitanya dengan tata tertib dan ketaatan. Itu artinya, kita sebenarnya udah biasa ya, tetapi ada aja yang melanggar disiplin. Kenapa ya? Itu karena kita adakalanya nggak mau terikat aturan. Misalnya nggak pake helm saat mengendarai sepeda motor. Itu berbahaya lho. Bagaimana mendisiplinkan pengendara yang model gini? Dibuatlah aturan. Supaya lebih tegas lagi, ada dendanya. Banyak lho orang yang nggak mau didenda dengan mengeluarkan sejumlah uang. Kalo bener penegakkan disiplinnya, bukan mustahil kalo akhirnya pengendara sepeda motor taat aturan lalu-lintas. Oya, polisijuga kudu disiplin, yakni melaksanakan tata tertib tanpa kudu nyari-nyari celah buat maen-maen sambil nyari duit dari orang yang ditilang. So, itu keduanya kudu disiplin. Supaya kompak. Setuju?
Ayo, disiplin!
Waduh, kalo udah ngomongin soal disiplin emang paling males mempraktikannya. Gimana nggak, teori sih boleh aja bejibun soal disiplin, tapi praktiknya belum tentu seindah teori. Bisa jadi malah jauh panggang dari api. Tapi, bukan berarti kita alergi lho untuk ngomongin soal disiplin. Saya sampaikan di sini adalah sebagai bentuk kepedulian dan perhatian saya untuk membantu kamu. Ya, paling minimal banget adalah melatih saya sendiri untuk konsisten dengan apa yang saya sampaikan. Jadi, mari bersama-sama kita terapkan disiplin dalam segala bidang kehidupan kita. Insya Allah kita bisa kok melakukannya. Tentu, ketika niat kita kuat dan ada tindakan konkrit.
Sobat gaulislam, saya yakin setiap orang pernah melakukan sesuatu tanpa disiplin. Akibatnya, bisa blunder dan merugikan diri sendiri. Kamu pernah nonton pertandingan sepakbola? Satu klub terdiri dari 11 orang. Ada yang bertugas sebagai penjaga gawang, ada yang menjadi pelapis pertahanan, bek namanya. Di bagian tengah juga diisi pemain-pemain yang handal dalam mengumpan bola sekaligus terampil mengatur ritme permainan. Striker alias pendobrak ‘ngetem’ di depan. Ia akan merusak perhatian pemain belakang lawan, sekaligus menyambut umpan-umpan matang dari pemain tengah.
Bayangkan sekarang, jika masing-masing individu tidak disiplin, gimana jadinya? Berantakan sudah pasti. Apalagi nggak ada koordinasi dan komunikasi di antara mereka. Sudah bisa dipastikan klub tersebut hanya kumpulan manusia yang hanya mengisi lapangan sepakbola, berlari dan berbuat tanpa arah.
Bisa terjadi blunder jika penjaga gawang tidak disiplin mengawal wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. Misalnya, kiper terlalu maju ke depan, bahkan ikutan nyerang. Ciloko. Selain nggak disiplin itu namanya udah intervensi terhadap peran pemain depan. Disiplin dalam menjaga gawang, disiplin dalam menempel pemain depan lawan yang dilakukan barisan pertahanan, disiplin pemain tengah dalam menjalankan fungsinya sebagai penyuplai bola, disiplin para pemain depan dalam mengacaukan perhatian pemain belakang lawan akan menciptakan irama permainan yang asyik punya. Sangat wajar jika keberhasilan menjadi ganjarannya.
Sobat gaulislam, tinggalkan dunia lapangan hijau, kita bicara tentang nasib kita. Kita bicara tentang hidup kita. Banyak orang sukses karena menerapkan pola disiplin yang jelas. Emang sih, ketika menerapkan disiplin, selalu saja ada yang namanya penghargaan dan hukuman. Meski demikian, kita kudu menganggapnya bagian dari pembinaan terhadap diri sendiri.
Saya pernah telat datang ke sekolah. Pintu gerbang sudah ditutup. Rugi tentu saja iya. Kenapa? Paling nggak saya kehilangan 2 jam pelajaran pertama hari itu. Manyun di depan gerbang sekolah dan tentunya campur malu dong. Penerapan disiplin seperti ini cukup bagus. Artinya, mendidik siswa untuk tepat waktu. Bila melanggar, konsekuensinya jelas, nggak boleh masuk kelas dulu dan kehilangan kesempatan menimba ilmu di jam-jam pertama.
Sejak itu, saya merasa bahwa inilah sebuah hukuman karena saya nggak disiplin. Nggak bisa mengatur waktu. Padahal waktu yang dimiliki kawan saya sama dengan apa yang sama miliki. Satu saja perbedaannya, saya saat itu nggak bisa memanfaatkan kesempatan yang saya miliki. Malu en nyesel tentunya.
Yup, benar kalo dikatakan bahwa disiplin akan menjadikan kita lebih baik. Yakin itu. Bener lho, tanpa disiplin diri, kita akan berhadapan dengan banyak hal yang mungkin tidak bisa kita capai. Mungkin kita bisa bergerak sebentar dengan mengandalkan semangat, kecerdasan, dan hasrat. Tetapi, cepat atau lambat kita akan berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa kita raih tanpa adanya disiplin.
Kita cenderung menganggap disiplin dalam istilah yang sangat negatif, yang ditempatkan bertetangga dengan kata “hukuman”. Namun, sadarkah kita, bahwa satu-satunya disiplin yang negatif–hanya bila hal itu dilakukan oleh orang lain kepada kita. Disiplin diri sebaliknya, adalah sepenuhnya positif dan mendukung.
Sobat gaulislam, kita diberi pilihan. Kita dapat mengabaikan disiplin diri dan menunggu didisiplinkan orang lain–yang adakalanya keras dan menyakitkan. Atau mendisiplinkan diri, yang akan dibayar oleh banyak pencapaian berarti dalam hidup ini. Yup, kita bisa memilihnya. Tapi, tentunya jatuhkan pilihan kita kepada yang terbaik. Insya Allah kita bisa melakukannya kok.
Dalam menulis buku atau artikel seperti di gaulislam ini, saya coba terapkan disiplin juga. Untuk melatih dan mengasah keterampilan saya dalam menulis, saya biasakan diri untuk tetap menulis setiap hari (bisa update status di facebook atau twitter atau apa saja sarananya). Menulis apa pun yang saya suka. Saya mengalirkan banyak hal dalam tulisan saya, dengan tanpa beban. Saya biasakan begitu sebagai bentuk pendisiplinan terhadap diri saya sendiri. Suatu saat, insya Allah berguna. Alhamdulillah, ada manfaatnya.
Pengalaman unik dalam menulis adalah ketika saya secara ‘tak sengaja’ membuat tips-tips menulis yang saya sempatkan menulisnya hampir setiap hari. Meski tidak setiap hari, tapi dalam satu minggu saya membiasakan diri untuk menghasilkan tulisan paling tidak tiga atau empat tulisan. Hasilnya, alhamdulillah jadi buku dalam waktu yang relatif singkat, sekitar 3 bulan. Kebiasaan berbuah manfaat.
Rata-rata buku yang saya tulis, adalah hasil dari kebiasaan saya mendisiplinkan diri untuk tetap menulis apa pun setiap hari. Satu tulisan satu hari nggak masalah. Kalo lagi asyik, saya bisa selesaikan tiga tulisan sehari. Alhamdulillah, ternyata ‘disiplin’ dalam menulis ini menghantarkan saya untuk menuai hasil. Saya yakin, orang lain banyak yang lebih hebat dari saya. Ini sekadar berbagi pengalaman pribadi aja. Moga bermanfaat buat kamu.
Beberapa tips
Nah, ngomongin disiplin nggak asyik en seru kalo nggak ada tips en penjelasan teknis gimana caranya mendisiplinkan diri. Tul nggak? Itu sebabnya, saya tuliskan ramuan hasil pengamatan dan praktik langsung di lapangan. Meski saya yakin tiap orang berbeda cara meresponnya, tapi saya coba pilihkan hal-hal pokok yang insya Allah berlaku buat semuanya:
Pertama, berkelanjutan. Nah, disiplin itu nggak bisa diciptakan instan. Di rumah, istri saya menerapkan pola disiplin kepada anak saya. Jika mau pipis harus di WC. Dilakukan terus dan terus sampai suatu saat anak saya paham bahwa kalo mau pipis di WC. Oya, kita juga bisa mendisiplinkan diri dengan terus-menerus. Belajar tepat waktu, main tepat tempat dan tepat waktu, biasakan punya agenda dan alat kontrol. Kalo sehari nggak baca al-Quran kita anggap sebagai kerugian terbesar. Insya Allah, kalo baca al-Quran setiap hari, kita bisa mendisiplinkan diri dengan keteraturan jadwal.
Kedua, prinsip main layangan (tarik ulur). Artinya, kita bisa menerapkan disiplin untuk diri kita dan juga orang lain tidak terlalu otoriter, tapi juga nggak permisif banget. Pendek kata, kita kudu fleksibel. Kenapa? Karena kalo terlalu otoriter, apalagi dengan menerapkan hukuman fisik, bisa-bisa kita atau orang yang kita disiplinkan malah bisa tambah ‘error’. Sangat boleh jadi hasilnya nanti menjadi penakut, tidak ramah dengan orang, dan membenci orang yang memberi hukuman. Sementara dalam menerapkan cara disiplin yang permisif (dapat dikatakan sebagai mendidik tanpa disiplin) cenderung menghasilkan anak remaja yang manja, semena-mena, anti sosial dan cenderung agresif. Bila ini yang terjadi, tentu saja bikin repot.
Intinya, kalo pun harus tegas, misalnya ketika kita dilarang main di luar rumah, mbok ya ada mainan alternatif di dalam rumah. Sebab kalo nggak, kita bisa melampiaskan di tempat lain. Malah membenci yang memberi hukuman.
Ketiga, ada batasan yang jelas. Emang sih, kita bisa main sama siapa aja. Namanya juga main. Tapi kita punya prinsip dong, bahwa kita nggak bisa bermain dengan teman-teman yang akrab dengan narkoba. Takut kebawa. Ini bukan antisolider ye, tapi kalo udah gabung, sulit melepaskan diri dari kelompok tersebut. Banyak kasus emang begitu. Jadi kalo kita mau mendisiplinkan diri, pilihlah jenis kegiatan dan siapa aja yang bisa jadi teman kita. Nggak semuanya kita lakukan. Catet yo! Hmm.. catet dan praktikkan.
Keempat, komunikasi. Nah, dalam kenyataan sehari-hari, banyak masalah yang berhubungan dengan disiplin sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan komunikasi timbal balik yang efektif antara kita dengan lingkungan kita. Cara-cara berkomunikasi akan memegang peranan penting dalam pembentukan disiplin, lho. Komunikasi dalam bentuk sindiran, hinaan, merendahkan harga diri orang lain hendaknya digunakan seminimal mungkin, bahkan harus dihindari sama sekali. Artinya, kita yang akan menerapkan disiplin ini nggak menggunakan bahasa komunikasi yang sarkastis. Tapi cobalah lembut dan bijak. Supaya kita juga bisa menghargai orang lain. Selain bisa mendisiplinkan diri, siapa tahu kita juga bakalan bisa mendisiplinkan orang lain. Wah, asyik banget tuh.
Sobat gaulislam, insya Allah dengan disiplin, tanpa perlu didisiplinkan orang lain, kita bisa menikmati banyak hal yang bisa menguntungkan kita. Jadi, coba deh disiplin. Sebab, disiplin itu penting. Cobalah, mulai niat dan berbuat. [O. Solihin | Twitter @osolihin]