gaulislam edisi 243/tahun ke-5 (28 Rajab 1433 H/ 18 Juni 2012)
Gemerlap pesta Piala Eropa 2012 menyihir banyak orang, khususnya yang senang dengan sepak bola. Saya sendiri, memang suka nonton pertandingan sepak bola di televisi, itu pun kalo waktunya agak luang. Kalo penuh padat ya, wasalam deh. Cukup nonton siaran beritanya di televisi, itu pun lagi-lagi kalo sempat dan nggak rebutan sama anak-anak saya yang lagi asik nonton film kartun kesukaannya di jam yang sama. Hehehe… gimana pun juga, setelah banyak amanah kegiatan dan tanggung jawab pekerjaan, acara nonton sepak bola di televisi udah nyaris tergerus habis waktunya dikalahkan kepentingan ril lainnya. Jujur nih, waktu masih sekolah dulu (dari SD sampe SMA), saya paling hobi nonton pertandingan sepak bola, terutama kalo ada turnamen macam Piala Dunia atau Piala Eropa. Tapi, itu dulu. Dulu sekali. Kini saya nyaris nggak bisa. Kalo pun tahu perkembangan beritanya ya melalui internet saja. Asalkan rajin berselancar dan nggak pedih mata yang udah minus dan silindris ini.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, sengaja saya mengambil judul untuk buletin gaulislam edisi 243/tahun ke-5 dengan judul yang agak panjang (dan mudah-mudahan pula bisa menyentil perasaan kita semua): “Euro 2012, Suriah, dan Rohingya”. Melalui judul ini, saya mengajak kamu semua untuk merenung, termasuk buat saya pribadi. Ya, untuk bahan interospeksi diri. Utamanya berkaitan dengan kepedulian kita kepada sesama saudara muslim di tempat lain, wabil khusus di Suriah dan Rohingya. Syukur-syukur kalo sampe di belahan dunia lainnya, juga di negeri kita sendiri tentunya.
Jangan salah lho. Meski kita setiap hari makan dan minum serta buang hajat di negeri ini, tetapi nggak ada jaminan kepedulian kita juga tumbuh. Siapa tahu justru malah jauh. Ibarat teman di facebook atau twitter yang kebalik-balik kedekatannnya: yang dekat malah jadi jauh dan yang jauh malah jadi dekat. Coba aja rasakan, dengan keluarga sendiri atau teman akrab kadang malah jauh rasanya ketika bergaul di facebook atau twitter. Tetapi dengan kawan baru yang kadang kita belum pernah ketemu muka malah jadi asik dan cair serta merasa pengen dekat terus.Nah lho. Bahaya atuh kalo gitu mah.
Seputar berita dan opini
Saya merasakan dunia jurnalistik di pertengahan tahun 90-an. Saat itu saya jadi ‘WTS’ alias Wartawan Tanpa Surat kabar. Hehehe.. itu karena saya kerja di majalah, bukan di koran alias surat kabar. Apa yang didapat dari dunia jurnalistik? Ya, soal berita. Nggak jauh dari situ. Paling banter ketemu yang namanya opini. Berita dengan opini jelas berbeda. Kalo berita ya para wartawan harus menuliskan apa adanya dengan kaidah jurnalistik yang sangat dihapalnya; 5 W + 1 H (What, Where, When, Who, Why and How). Ini artinya, dengan kaidah seperti ini, wartawan dituntut untuk menghadirkan fakta apa adanya dalam berita yang dia tulis. Sesuai pengamatannya, liputannya, dan tentu saja memegang prinsip verifikasi atas kebenaran peristiwa yang dia dapat untuk diberitakan. Bagaimana dengan opini? Wah, rasanya kamu juga pinter deh: opini ya pendapat pribadi seseorang atau kelompok tentang suatu persoalan atau peristiwa dan cenderung melihat dari sudut pandang pribadinya alias nggak obyektif. Lebih subjektif deh. Maka, kalo berita dan opini bercampur dalam sebuah pemberitaan, alamat berita itu jadi nggak jelas, apakah memang faktanya demikian atau hasil opini dari penulis berita. Halah, jadi ribet kan?
Setelah lama tak terjun langsung mencari berita di lapangan, saya memang memanfaatkan waktu dengan beragam kegiatan, tapi tentu saja yang dekat dengan dunia tulis-menulis. Ya, setelah ‘pensiun’ jadi reporter dan sempat merasakan kursi pemimpin redaksi di sebuah majalah remaja, saya memilih menulis buku, mengajar teknik menulis, mengisi acara workshop (pelatihan) menulis sambil ngeblog dan juga mengelola penerbitan buletin remaja gaulislam,yang memang bukan penerbitan berita, tetapi lebih ke arah ideanews (alias media penyampaian ide—opini—tetapi berdasarkan peristiwa yang berkembang saat ini sesuai pemberitaan di berbagai media massa). Saya hanya menyaring informasi yang bertebaran sangat banyak di internet, memilih dan memilahnya, kadang harus melakukan searching berita di berbagai tempat untuk mendapatkan second opinion terhadap satu berita yang agak janggal menurut pengamatan saya. Sebab, saya ingin berusaha seobyektif mungkin dalam mencari fakta dan berbicara fakta, meski sudut pandang ya harus Islam sebagai the way of life saya ketika menilai suatu fakta yang didapat.
Bro en Sis pembaca setia gaulislam, saat ini pemberitaan tentang Euro 2012 pastinya mendominasi media massa, entah koran, majalah, tabloid, televisi, radio, maupun internet. Tidak bisa dipungkiri memang, saat ini perhelatan Piala Eropa di Polandia dan Ukraina nyaris merebut porsi pemberitaan lainnya. Padahal, dari segi kepentingan masyarakat secara umum tak begitu berdampak bagi kehidupan mereka, kecuali bagi sebagian besar penggila sepak bola tiap pagi jadi ngantuk karena begadang hampir setiap malam. Entah mereka yang sekadar hiburan atau malah menjadikannya sebagai ajang judi atau taruhan. Soal ini udah dibahas di edisi sebelumnya ya (edisi 242), silakan saja dicari di www.gaulislam.com. Biar lebih afdhol.
Pertanyaanya, mengapa pemberitaan seputar Piala Eropa 2012 begitu dahsyat? Banyak hal yang bisa dijadikan alasan, tapi intinya soal duit. Apapun alasannya, muaranya memang duit. Nggak percaya? Sebagian besar alasan udah dibahas di edisi 242, tetapi di edisi 243 ini saya tegaskan bahwa gara-gara duit, pemberitaan pun akhirnya memilih tren yang tentu saja ada kepentingan di balik itu semua.
Saya sempat berpikir bahwa sepertinya media massa tak ingin lepas memberitakan Euro 2012, meski pemberitaan internasional lainnya tak kalah menarik. Ada memang berita seputar perkembangan “bara Suriah” yang tak kunjung padam meski udah setahun lebih (mulai rusuh Maret 2011), tapi porsi berita di media massa mainstream lebih sedikit ketimbang peristiwa teranyar yang terjadi dan dijadikan headline setiap harinya. Jumlah korban simpang siur di berbagai media yang memberitakan. Tapi yang pasti jumlahnya banyak, hingga ribuan orang tewas, termasuk di dalamnya anak-anak dan wanita.
Belum surut soal Suriah (Syiria), awal Juni 2012 ini kaum muslimin di seluruh dunia (seharusnya) juga tersentak dengan berkecamuknya kisrus di Rohingya. Saya membaca berbagai fakta di media massa, termasuk dari TimeLine-nya @herrynurdi (teman saya, sesama penulis). Mas Herry Nurdi ini insya Allah mengetahui betul fakta seputar Rohingya. Saya jadi merinding baca timeline-nya seputar Rohingya yang sudah dikompilasikan via chirpstory.
Oya, satu hal yang perlu diketahui dan dicatat adalah, bahwa di Suriah dan Rohingya saat ini yang sedang bergolak adalah banyaknya korban dari saudara muslim kita. Di Suriah pemimpinnya zalim, di Rohingya (Myanmar alias Burma), tepatnya di kawasan Rakhine atau Arakan, saudara kita diserang, disiksa dan diusir oleh etnis Budha Arakan. Kalo lihat foto-fotonya yang bertebaran di internet, sedih. Ya, sedih karena saya sendiri cuma bisa berdoa demi keselamatan mereka. Rasanya pilu juga karena nggak bisa bantu lebih dari doa.
Sobat muda muslim, kalo kamu pengen tahu lebih detil, silakan deh searching di ‘syaikh’ google dengan keyword Suriah atau Rohingya. Tapi tentu kudu ati-ati karena di internet informasi salah dan benar bercampur. Secanggih-canggihnya mesin pencari macam google, tetap aja nggak bisa memilah mana info yang benar dan memilih mana info yang salah, karena yang terpenting tugas pencarian sesuai kata kunci yang kita masukkan. Kalo kamu bingung, cari terlebih dahulu berita-berita seputar ini di situs-situs berita atau informasi keislaman yang terpercaya. Kalo makin bingung? Tanya sama ulama terdekat di tempat tinggalmu, siapa tahu bisa membantu. Boleh juga ikutin deh ‘kicauan’ para jurnalis muslim atau tokoh-tokoh intelektual muslim di twitter. Insya Allah bisa dijadikan rujukan.
Selamatkan saudara kita!
Dengan apa? Kita tak punya tentara, kita tak punya mesin perang yang canggih, kita juga masih tekotak-kotak kekuatannya di berbagai belahan negeri. Dengan apa kita selamatkan kaum muslimin Suriah dan Rohingya?
Bro en Sis, tak mudah menjawab pertanyaan dari seruan untuk menyelamatkan kaum muslimin di Suriah dan Rohingya ini. Tapi, kita (seharusnya) punya argumen begini. Untuk menyelamatkan saudara muslim di Suriah dan Ronghingya, dan negeri Islam lainnya tentu, ada beberapa langkah. Pertama, membuat opini umum, bahwa masalah Suriah dan Rohingya adalah masalah kaum muslimin seluruh dunia. Kedua, menyeru kepada penguasa-penguasa kaum muslimin untuk menanggalkan sistem kapitalisme yang selama ini telah membuat sengsara milyaran umat manusia di muka bumi ini—salah satunya kapitalisme dengan ‘akidahnya’ sekularisme telah mencabut kemuliaan umat Islam menjadi sekuler alias memisahkan agama dari kehidupan dan sejatinya jadi cuek. Ketiga, kita bisa mendorong kaum muslimin di seluruh dunia, khususnya dunia Arab, untuk meminta pemerintah setempat mengirimkan bala tentaranya untuk ‘menjinakkan’ Bashar al-Assad dan sekutunya yang membantu pembantaian kaum muslimin di sana juga memberi pertolongan muslim Rohingya. Firman Allah Swt.: “(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan” (QS al-Anfâl [8]: 72)
Keempat, kita kampanyekan dan perjuangkan untuk tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah. Negara yang akan menerapkan Islam sebagai ideologi dan memberikan rasa aman kepada kaum muslimin, sekaligus menjadi andalan untuk melawan kekuatan negara-negara yang berseberangan secara ideologi. Tidak seperti sekarang, kita terkotak-kotak dalam negeri-negeri kecil tanpa kekuatan.
Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal kasih sayang, cinta kasih dan pembelaannya bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya merasa sakit (menderita), maka (hal itu) akan menjalar ke anggota-anggota tubuh lainnya dengan rasa demam dan panas.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. telah mencatat di dalam “Piagam Madinah” sifat kaum muslimin seperti itu: Sesungguhnya mereka adalah satu ummat, bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.… Sesungguhnya kaum Mukmin itu, sebagian mereka merupakan penolong bagi sebagian yang lain; bebas dari pengaruh dan kekuasaan manusia lain. Sesungguhnya damainya kaum Mukmin adalah satu, tidak diperkenankan segolongan kaum Mukmin membuat perdamaian tanpa Mukmin yang lain dalam perang fi sabilillah.
Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS al-Hujurât [49]: 10)
Jadi, kita bersaudara kawan. Dan namanya juga saudara, berarti kita harus rela berkorban untuk saudara kita yang lain. Ya, ibarat satu tubuh itu, lukamu, lukaku. Bahagiamu, adalah bahagiaku juga. Kita selalu kompakan. Inget-inget ya.
Nah, kalo udah kayak gini, masihkah kita ikut larut dalam euforia Euro 2012? Mewek tim kesayangannya nggak lolos di babak penyisihan grup atau lebay dengan bikin status melow karena tim favoritnya di gelaran Piala Eropa harus nelan kekalahan. Sementara, karena nggak ngeh dengan berita atau karena nggak mau tahu soal berita perkembangan kaum muslimin di Suriah dan Rohingya (termasuk di negeri lainnya) akhirnya kita adem ayem aja. Nggak mewek atau marah. Idih, nggak banget deh.
Bro en Sis rahimakumullah, mengakhiri tulisan di buletin gaulislam ini, kita juga tak boleh membiarkan masalah di Suriah dan Rohingya berlarut-larut, apalagi kalo sampe ngusulin minta bantuan ke PBB atau negara-negara kafir lainnya untuk membantu saudara kita di sana. Duh, jangan sampe deh. Gimana pun juga itu tanggung jawab kita, kaum muslimin. Selain itu, kita nggak boleh begitu saja percaya kepada orang-orang yang memusuhi Islam. Ingat deh firman Allah Swt. yang mengharamkan menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksa kalian).” (QS an-Nisa’ [4]: 144)
Oke deh, sobat kita harus sadar dan bergerak. Jadi tunggu apalagi? Mulai sekarang, kita bina diri kita dengan tsaqafah (ilmu-ilmu) Islam. Isi pikiran kita dengan ajaran Islam. Minimal kita upgrade kemampuan dan keilmuan kita, sambil terus menyebarkan dakwah Islam melalui berbagai media. Semoga kesadaran kolektif kaum muslimin tentang pentingnya persatuan umat untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan musuh-musuh Islam segera terwujud dan terlaksana. Insya Allah. Semangat! [solihin | Twitter: @osolihin]
terima kasih sudah mengingatkan… dan terima kasih sudah membuat tulisan ini…bisa di-share… bahkan utk penggila bola yg sdh dewasa, tulisan ini bagus krn menggurui…