Thursday, 21 November 2024, 20:54

gaulislam edisi 682/tahun ke-14 (1 Rabiul Akhir 1442 H/ 16 November 2020)

Sebagai muslim, jujur sih bangga dan senang banget saat melihat begitu banyaknya massa penjembut Habib Rizieq Shihab. Mereka berjubel dan memenuhi jalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta, Selasa, 10 November 2020 lalu. Luar biasa. Mencetak sejarah, begitu obrolan di medsos. Beberapa orang memprediksi ada ratusan ribu, bahkan ada yang bilang jutaan orang. Entahlah, tetapi yang pasti memang banyak banget. Belum lagi di hari Jumat setelahnya saat menuju Megamendung, Bogor. Padat rapat, susah merayap. Haru dan bikin semangat!

Namun, “obrolan” di media sosial tentang Habib Rizieq Shihab tiba-tiba terpecah dengan obrolan yang melambungkan nama seorang seleb yang terkenal sering berfoto tak senonoh, dan kelakuannya juga begitu buruk, bangga pula menyebut dirinya sebagai…(kasih tahu nggak, ya?). Nggak perlu disebutin, lah. Pada tahu, kan.

Benar saja. Para buzzerRp (sebutan untuk para pendengung yang dibayari istana), langsung menggoreng isu itu jadi bahan ledekan, tertawaan dan hinaan. Menggonggong di medsos lengkap dengan puja-puji pada seleb nakal tersebut dan hinaan pada HRS. Sudah jelas kan siapa di belakang mereka? Mestinya, kamu sebagai remaja juga ngeh dong, ya. Jangan cuma hapal mainan PUBG atau sejenisnya aja or berbusa-busa ngomongin drakor dan K-Pop. Remaja muslim kudu melek politik. Jangan buta politik, apalagi nggak peduli. Harus ngerti ya, Bro en Sis.

Ya, mereka protes soal kerumunan massa. Bagaimana pun, memang hari Sabtu kemarin ada acara Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di markas FPI, sekaligus Habib Rizieq Shihab menikahkan putrinya. Massa yang udah kadung senang ya akhirnya tumplek blek ke sana tanpa diundang khusus. Sulit menjaga prokes alias protokol kesehatan di masa pandemi dengan maksimal, walau sebenarnya panitia udah berusaha menjalankan prokes seperti yang diberitakan banyak media.

Eh, hari ini ribut-ribut juga soal ada kerumunan, meski Habib Rizieq Shihab sudah bayar denda Rp50 juta seperti yang diberitakan banyak media karena melanggar prokes, dua kapolda dicopot juga, untuk alasan yang sama. Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar. Duh… kalo urusannya politik sih jadi ruwet. Sebab, yang rame di medsos kan semua isu bisa ‘digoreng’ dan dikasih bumbu sesuai pesanan. Mau disajikan dalam bentuk narasi kebencian, dukung-mendukung, juga untuk kuat-kuatan pengaruh.

Namun, ya sudahlah, kita nggak akan bahas beginian lebih lanjut. Rumit, Bro en Sis. Lalu, apa yang mau dibahas? Kamu kudu sabar baca pelan-pelan, ya. Ada beberapa subjudul yang akan dibahas pada edisi kali ini. Siap-siap!

Abaikan yang remeh-receh!

Sobat gaulislam, perjuangan itu, selain butuh persiapan matang dari segi bekal ilmu, tenaga, pikiran, bekal finansial, juga nggak usah mengeluarkan tenaga yang banyak untuk ngurusin yang nggak perlu dan bukan target utama. Ibarat bertarung melawan banyak orang, fokuskan serangan pada satu titik yang dianggap sebagai pentolannya, yang bila pentolannya jatuh sisanya bakalan kabur. Sesekali aja kalo ada kroco yang ganggu, kepret aja pelan atau cubit pake tang. Ringan-ringan aja dengan gerakan tipis-tipis sambil lalu. Tenaga dan pikiran fokuskan pada pentolannya. Begitu.

Nah, dalam perjuangan dakwah juga sama. Kaum muslimin akan mendukung perjuangan ulama pembela Islam, penegak keadilan dan melawan kazaliman. Biarkan yang kroco-kroco dilawan sama kita-kita di medsos. Habib Rizieq Shihab dan para ulama lainnya fokus lurus pada agenda perjuangan yang ditargetkan. Bila pun sesekali nyentil soal seleb berinisial NM, ya seperlunya saja. Tetapi biasanya, itu celah yang sengaja digoreng para buzzerRp (walau sampai sekarang belum mempan). Sebab, suara dukungan tetap ada.

Berkahnya, Gus Baha ikut berkomentar dengan kata-katanya yang menjadi amunisi. Terbukti ketika para buzzerRp menggoreng kata-kata Habib Rizieq Shihab yang dianggap oleh mereka melecehkan si seleb tersebut, lalu muncul dengan cepat pendapat Gus Baha yang seolah mengaminkan apa yang dikatakan HRS. Melempem lagi serangan mereka. Mentok. Namun, sepertinya mereka terus mencari celah. Sampai akhirnya sore hari ini obrolan beralih pada kisruh dicopotnya 2 kapolda. Dan, sepertinya akan terus merembet memakan korban lainnya. Kita lihat saja nanti, gimana akhirnya. Semoga revolusi segera terjadi.

Eh, kamu diajak ngobrol begini nyambung nggak sih? Semoga, ya. Jangan cuma nyambung kalo diajak urusan makan (eh, kalo ini sih saya juga mau. Hehehe…). Bukan suka makan sih, cuma memang suka lupa kalo sudah makan, jadinya makan terus. Oppss…

Jadi, begini Bro en Sis. Perjuangan yang diemban para ulama, khususnya Habib Rizieq Shihab adalah “Revolusi Akhlak”. Beliau pernah menyampaikan (meski tidak sama persis dengan kata-kata beliau) bahwa jika masih ada kezaliman, kebohongan, ketidakadilan yang dilakukan penguasa, maka perjuangan akan terus digelorakan. Nah, demikian memang fokus pada perjuangan itu. Abaikan kerikil, abaikan yang receh-receh. Orang besar seperti Habib Rizieq tidak perlu membahas ocehan orang-orang yang dengki, biar kami-kami yang urus di medsos atau di jalanan. Kira-kira begitu lah. Sehingga HRS bisa fokus berjuang dengan dukungan ulama. Kita libatkan diri juga ya Bro en Sis, sebagai pasukan kecil walau berjuang sekadar melawan gongongan anjing. Namun, kita dalam posisi membela dan dan mendukung perjuangan para ulama. Ok?

Kita bantu perjuangan dakwah semampu kita. Sebab, setiap orang memang berbeda kemampuannya. Kalo sekelas para ulama, insya Allah beliau-beliau sangat siap dengan segala risiko, termasuk tentunya ilmunya. Kalo kita? Ya, sesuai kapasitas kita, tapi tentu perlu juga ditingkatkan dari hari ke hari.

Oya, ini ada nasihat bagus dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau menyampaikan, “Setiap orang dari umat ini punya kewajiban untuk menyampaikan dakwah sesuai kemampuannya. Jika sudah ada yang berdakwah, maka gugurlah kewajiban yang lain. Jika tidak mampu berdakwah, maka tidak terkena kewajiban karena kewajiban dilihat dari kemampuan. Jika tidak ada yang berdakwah padahal ada yang mampu, maka ia terkena kewajiban untuk berdakwah” (Majmu’ Al Fatawa, jilid 15, hlm. 166)

Beliau juga menyampaikan, “Jika pelaku maksiat sudah semakin keras kepala dan tidak mau berubah menjadi baik, bahkan jadi menyakiti orang yang melarang dari kemungkaran, maka gugurlah kewajiban mengingkari kemungkaran dengan lisan dalam kondisi seperti ini. Namun tetap punya kewajiban mengingkari kemungkaran dengan hati” (Majmu’ Al Fatawa, jilid 2, hlm. 110)

Intinya sih, para ulama fokus pada perjuangan dengan target utama merevolusi negeri ini dengan syariat Islam. Tugas kita-kita nih, ya sebagai pendukung dan pembela ulama. Boleh juga aktif di medsos, sebarkan kebaikan dan kebenaran Islam sambil sesekali meladeni para begundal yang memusuhi ulama dan umat Islam dengan sentilan-sentilan yang bikin kuping mereka panas. Siap-siap, ya!

Gelorakan perjuangan Islam

Sobat gaulislam, buruan melek. Jangan merem mulu. Sudah jelas siapa mendukung siapa. Sudah jelas siapa yang pejuang Islam dan siapa pula penyokong kemungkaran. Siapa yang benci Islam, dan siapa pula yang doyan maksiat. Sudah jelas semuanya. Nggak perlu ragu untuk berpihak. Keberpihakan kita akan menentukan siapa diri kita. Baik saat ini, maupun nanti di yaumil hisab. Semua orang akan mati (pejuang kebaikan maupun suporter keburukan), tetapi kita berharap kematian kita dicatat sebagai pejuang dakwah Islam. Pejuang kebaikan. Insya Allah.

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR Muslim no. 1893)

Bahkan pahala orang yang didakwahi tidak berkurang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga.” (HR Muslim no. 2674)

Yuk, tambah semangat gelorakan dakwah, ya. Dakwah adalah kebaikan. Jangan kau tinggalkan. Kalo pun sekarang banyak kelompok dakwah, ya sinergi saja. Nggak usah merasa diri sebagai kelompok paling benar. Kita sama-sama berjuang. Bagi-bagi tugas. Meski berbeda jalur, tetapi tujuannya sama: menegakkan syariat Islam. Ada kelompak dakwah yang ‘spesialis’ tauhid, ada yang peduli di bidang pendidikan, ada pula yang giat dalam pengamalan ibadah-ibadah, pun yang berjuang dalam area politik. Semua bersatu, sama-sama berdakwah untuk tujuan sama: penerapan dan pelaksanaan ajaran Islam secara kaffah alias menyeluruh dalam segala aspek kehidupan.

Ibarat permainan sepakbola, ada yang bertugas jadi kiper, bek, gelandang bertahan dan gelandang serang, termasuk striker. Peran masing-masing dijalankan. Fokus pada tanggung jawab posisi, walau sesekali boleh ikut membantu posisi lainnya. Permainan jadi berjalan dinamis. Nggak ada yang saling klaim merasa paling benar. Dakwah juga bisa dianalogikan seperti ini.

Oya, jangan lupa istiqamah, ya. Ini penting banget. Sebab, dalam perjuangan pasti ada pengorbanan dan rintangan. Istiqamah adalah energi agar perjuangan terus bergelora meski banyak kendala.

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud istiqamah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.

Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqamah adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS Fushilat [41]: 30)

Dikutip dari laman rumaysho.com, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istiqamah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:

Pertama, istiqamah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid. Kedua, istiqamah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, al-Hasan dan Qatadah. Ketiga, istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan as-Sudi. Semuanya benar, semuanya baik. Jelas, ya.

Yuk, kita bantu dengan memberikan dukungan kepada para ulama untuk fokus dalam perjuangan menegakkan syariat Islam. Kita berjuang dalam dakwah sesuai kemampuan kita yang terus kita tingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]