Thursday, 21 November 2024, 17:22

gaulislam edisi 563/tahun ke-11 (24 Dzulqa’dah 1439 H/ 6 Agustus 2018)

 

Lombok diguncang gempa (Ahad bakda Maghrib, 5/8/2018). Di zaman media sosial seperti ini, berbagai pesan dengan mudah disebar dan didapatkan. Twitter, Facebook, Instagram, Youtube, WhatsApp, dan Telegram menjadi media favorit untuk menyebar dan mendapatkan berbagai berita. Termasuk kejadian kemarin saat gempa di Lombok. Melihat dari angka 7 pada skala Richter sih termasuk gempa dahsyat yang memungkinkan akan menelan banyak kerusakan bangunan dan korban jiwa. Bahkan BKMG melalui akun Twitter-nya sempat membuat cuitan tentang potensi tsunami akibat gempa tersebut, meski beberapa menit kemudian siaga potensi tsunami dicabut.

Hari ini (Senin, 6/8/2018), media massa banyak memberitakan jumlah korban. Tercatat, sampai tulisan ini dibuat pada siang menjelang Ashar hari ini (sekaligus diterbitkan hari ini), ada 91 orang meninggal dunia dan 209 luka-luka serta ribuan orang mengungsi. Innalillaahi wa innailaihi roojiuun.

 

Muhasabah diri

Di antara bentuk peringatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya, Allah wujudkan dalam bentuk musibah dan bencana alam. Terkadang dalam bentuk angin kencang yang memporak-porandakan berbagai bangunan, adakalanya dalam bentuk gelombang pasang, hujan besar yang menyebabkan banjir, gempa bumi, termasuk peperangan di antara umat manusia. Semuanya bisa menjadi potensi untuk mengingatkan manusia agar mereka takut dan berharap hanya kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Ruum [30]: 41)

Disebutkan oleh Imam Ahmad, dari Shafiyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan, “Pernah terjadi gempa di kota Madinah, di zaman Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu. Maka Umar bertanya kepada penduduk Madinah, “Wahai manusia, apa yang kalian lakukan? Betapa cepatnya maksiat yang kalian lakukan. Jika terjadi gempa bumi lagi, kalian tidak akan menemuiku lagi di Madinah.”

Yuk, kita muhasabah diri dan perbanyak istighfar. Ini bukan semata fenomena alam, tapi ada hubungannya dengan apa yang umat manusia lakukan (bisa jadi di antaranya malah kita yang melakukan maksiat). Maka, bertaubatlah. Selain itu, tetap berdakwah menyadarkan umat agar maksiat tak berkembang biak.

Oya, di balik semua kejadian pasti ada hikmahnya. Di tengah kepahitan, ada saja manis terasa. Meski yang merasakan manisnya bukan yang sedang kepahitan. Tapi, apapun itu kondisinya, ada saja hikmah dan manfaat yang bisa diambil.

Gempa, bagi para korban yang selamat dan masih hidup, tentunya adalah sarana untuk introspeksi. Mengukur diri dengan amalan yang sudah dilakukan. Gempa yang telah merenggut segalanya; harta, keluarga, rumah, pekerjaan, mungkin sebagian anggota tubuh yang harus diamputasi, dan semua cerita indah lainnya, disikapi dengan sabar dan penuh keimanan kepada Allah Ta’ala. Kadang, kita baru bisa sadar dan sabar ketika mengalami kondisi sulit dan pahit. Ketika dalam keadaan bahagia, kita sulit untuk sadar dan sabar. Semoga dengan adanya gempa ini makin meneguhkan keimanan mereka. Menyadari kelemahannya sebagai manusia dan makin taat kepada Allah Ta’ala. Semoga.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Bagi kita yang jauh dari tempat kejadian dan tentunya tidak mengalami kejadian tersebut, bukan berarti kita nggak peduli, lho. Justru adanya gempa ini, jiwa sosial kita muncul dan empati kita tumbuh. Ketika sering melihat kebahagiaan, empati kita mampet, dan jiwa sosial kita jadi mandeg. Tapi, setelah membaca/melihat berita/tayangan korban gempa, dampak kerusakan yang tejadi, serta keadaan darurat korban yang selamat dan berdiam di tenda-tenda di pengungsian, kita tersentuh. Maka, tak terasa kita ikut menyisihkan sebagian kecil harta kita untuk meringankan beban mereka.

Alhamdulillah banyak lembaga sosial yang menampung gelontoran dana dari siapapun untuk diberikan kepada mereka yang menjadi korban. Ya, ternyata gempa (atau bencana lainnya) juga ada hikmahnya bagi kita yang tak merasakannya. Subhanallah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): Perumpamaan kaum mukminin dalam kasih sayang, sikap rahmah, dan sikap lembut antar mereka adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh mengeluh kesakitan, maka seluruh badannya akan merasakan sakit.” (HR Bukhari No. 5552, dan Muslim No. 4685)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda (yang artinya): Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang memudahkan seorang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan beri kemudahan untuknya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba selama sang hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim No. 4867)

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): Barangsiapa yang yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya.” (HR Bukhari No. 2262, dan Muslim No. 4677)

 

Sebuah nasihat

Kejadian bencana alam ini bisa kita lihat dengan dua sudut pandang. Pertama, ini semata memang ujian dari Allah Ta’ala. Insya Allah, bagi orang-orang yang beriman ini adalah ujian. Semoga dengan kejadian yang meskipun menurut kita sangat berat, menyesakkan, dan tentunya menyedihkan, tapi jika kita bersabar, insya Allah ada pahalanya. Jangan pernah berputus asa. Firman Allah Ta’ala (yang artinya):“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (QS al-Baqarah [2]: 155-156)

Kita kayaknya udah akrab juga dengan kalimat “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Bahkan kita sangat hapal dengan maknanya. Yup, arti kalimat itu adalah “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.” Kalimat ini oleh para mufasir (ahli tafsir) dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunahkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil. Indah sekali bukan, ditimpa musibah bukannya putus asa, tapi kita malah bersabar. Jadi berbahagialah karena kita sebagai seorang muslim dan insya Allah juga seorang mukmin. Tunjukkan syukur dan sabar kita, ya.

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga menjelaskan bahwa segala musibah yang menimpa adalah atas kehendak-Nya (yang artinya): “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS at-Taghaabun [64]: 11)

Sobat gaulislam, kalo sudut pandang pertama musibah ini bisa bermakna ujian, maka pada sudut pandang kedua, justru kita khawatir nih, karena bisa jadi musibah itu adalah bentuk murka-Nya. Mungkin lebih halus bisa disebut peringatan-Nya sebagai bagian dari azab-Nya karena kita sudah mulai lupa kepada-Nya, karena kita sudah mulai berani melawan-Nya, bahkan nekat menentang-Nya serta mendustakan-Nya. Wallahu a’lam.

“Pelajaran” tentang peringatan-Nya itu bisa kita simak dalam firman Allah Ta’ala. (yang artinya): “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku.” (QS al-Mulk [67]: 16-18)

Nah, itu semua bisa kita analisis. Mengukur diri. Kita bisa introspeksi diri. Kita bisa menilai diri kita, dan berusaha mencocokkan apakah musibah ini adalah ujian atau justru bagian dari murka-Nya?

Kalo ditanya gempa ini untuk siapa, insya Allah mungkin akan bisa menjawabnya, asal mau jujur untuk muhasabah diri. Ya, apakah gempa ini untuk kita agar menambah keimanan kita kepada Allah? Atau gempa ini sebagai bentuk peringatan kepada sebagian dari kita yang gemar maksiat dan sudah jauh dari Allah Ta’ala? Wallahu a’lam.

Oke deh, yang terpenting sekarang, yuk kita benahi diri kita. Lakukan apa yang bisa kita perbuat sesuai kemampuan kita untuk menolong saudara-saudara kita yang mendapat musibah. Semoga gempa yang saat ini telah dirasakan saudara-saudara kita di Lombok dan sekitarnya, menjadikan mereka kuat, sabar, dan makin meningkat imannya.

Imam Syafi’i mengatakan, “Obat yang paling mujarab untuk mengobati bencana adalah memperbanyak tasbih”. Imam as-Suyuthi berkomentar, “Hal itu karena dzikir dapat mengangkat bencana dan adzab, sebagaimana firman Allah (yang artinya): “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit” (QS ash-Shoffat [37]: 143–144)

Ada doa yang baik yang bisa kita amalkan saat tertimpa musibah atau semisal gempa bumi seperti yang dialami saudara-sudara kita di Lombok.

 

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kehadirat-Mu kebaikan atas apa yang terjadi, dan kebaikan apa yang di dalamnya, dan kebaikan atas apa yang Engkau kirimkan dengan kejadian ini. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan atas apa yang terjadi, dan keburukan atas apa yang terjadi di dalamnya, dan aku juga memohon perlindungan kepada-Mu atas apa-apa yang Engkau kirimkan.”

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Bagi kita, semoga kita mulai bisa empati, menumbuhkan jiwa sosial sekaligus menguatkan iman kita, bahwa semua ini adalah ketentuan dari Allah Ta’ala. Dia memiliki kehendak-Nya bagi kita dan seluruh alam ini. Tugas kita, adalah tetap beriman kepada-Nya. Siap ya? Mantap djiwa! [O. Solihin | IG: @osolihin]