Thursday, 21 November 2024, 20:40

gaulislam edisi 515/tahun ke-10 (13 Dzulhijjah 1438 H/ 4 September 2017)

 

Kaum muslimin di Rohingya kembali berduka. Kita juga sepantasnya berduka sebagai sesama saudara seiman. Seperti yang udah diberitakan banyak media massa, bahwa menjelang Idul Adha pekan kemarin, tepatnya pada 25 Agustus 2017 berkecamuk kembali kerusuhan dan akhirnya kejadian pada 2012 silam terulang. Kaum muslimin di Rohingya, wilayah Myanmar diserang, dilukai, dibunuh, dan terusir dari negerinya. Memilukan berita genosida ini. Apa tuh genosida? Waduh, kamu belum tahu ya? Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), ge·no·si·da /génosida/ n pembunuhan besar-besaran secara berencana thd suatu bangsa atau ras. Nah, kategori ini yang terjadi di Rohingya.

Sobat gaulislam, buletin ini udah pernah nulis khusus lho seputar Rohingya, di tahun 2012 silam. Berarti 5 tahun yang lalu. Kalo di edisi kali ini membahas lagi, anggap saja sebagai penegasan bahwa kita memang perlu memberikan perhatian lebih kepada saudara kita, meski berbeda wilayah atau negara. Beneran!

Berdasarkan informasi di media massa, jumlah penduduk muslim di wilayah Rakhine, Rohingya ada sekira 1.3 juta jiwa. Memang dengan jumlah segini, kaum muslimin termasuk minoritas di sana. Sehingga di negara yang seperti itu, kemungkinan ada saja ancaman dari pihak mayoritas. Bisa mayoritas secara etnis, maupun agama yang dipeluk di wilayah tersebut. Di Rohingya, sudah jelas terbukti.

 

Apa kesalahan Muslim Rohingya?

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Di negeri kita yang mayoritas muslim, nggak sampe begitu rupa dengan membunuhi orang kafir yang minoritas. Belum pernah kejadian, kan? Apalagi dalam sejarah kejayaan Islam. Nggak ada ceritanya tuh!

Nah, mengapa di Myanmar sampe seperti itu? Khususnya kejadian yang menimpa saudara kita di Rohingya, apa salah mereka?

Berdasarkan informasi yang beredar di internet, salah satunya di website islamidia.com. Berikut kutipannya. Sebenarnya apa pokok permasalahan di Myanmar? Apakah konflik Rohingya murni karena agama semata?

Secara umum orang berpendapat, krisis Rohingya di Myanmar adalah masalah agama. Tetapi menurut Kepala Bidang Penelitian pada South Asia Democratic Forum, Siegfried O Wolf, krisis ini lebih bersifat politis dan ekonomis.

Dari sisi geografis, penduduk Rohingya adalah sekelompok penganut Muslim yang jumlahnya sekitar satu juta orang dan tinggal di negara bagian Rakhine. Wilayah Rakhine juga ditempati oleh masyarakat yang mayoritas memeluk agama Budha.

Rakhine dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi hal itu menjadi timpang ketika pada kenyataannya tingkat kemiskinan di sana ternyata tinggi.

“Komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua kelompok,” kata Siegfried O Wolf saat diwawancarai oleh media Jerman Deutsche Welle (DW).

Mayoritas warga Rakhine menilai Rohingya sebagai saingan dalam hal mencari pekerjaan maupun untuk kesempatan untuk berwirausaha. Dari permasalahan politik, warga Rakhine merasa jika kaum Rohingya telah mengkhianati mereka lantaran tidak memberikan suara bagi partai politik mayoritas penduduk setempat.

“Jadi bisa dibilang, rasa tidak suka warga Buddha terhadap Rohingya bukan saja masalah agama, melainkan didorong masalah politis dan ekonomis,” kata Wolf.

Hal ini diperburuk oleh sikap pemerintah Myanmar yang bukannya mendorong rekonsiliasi, tetapi malah mendukung kelompok fundamentalis Budha.

Tuh, data ini menunjukkan bahwa fakta kerusuhan dan kekejaman memang terjadi. Apapun alasan utamanya, secara fakta memang pelaku kekejaman adalah orang kafir dan korbannya adalah kaum muslimin. Artinya, kaum Budha di sana menimpakan kekesalan mereka kepada kaum muslimin atas diskriminasi pemerintahnya kepada mereka. Itu kan namanya Jaka Sembung bahwa golok, alias nggak nyambung, g****k. Ooppss…!

 

Tragedi kemanusiaan?

Sebagai muslim, kita mestinya terbiasa menyandarkan semua permasalahan kehidupan kepada ajaran Islam. Ya, gimana lagi. Sebab, Islam sudah menjadi pandangan hidup kita. Artinya, mau nggak mau (harus mau) mengikuti ajaran Islam. Percaya deh, Islam mampu kok mengatasi berbagai persoalan kehidupan, kecuali kita nggak percaya kalo Islam bisa menyelesaikan problem kehidupan. Berarti masalahnya ada di kita yang nggak yakin. Kalo kasusnya kayak gini, yang perlu diperbaiki adalah cara pendang kita. Bukan cara pandang Islam. Betul apa bener?

Menurut pandangan Islam, membunuh itu berdosa. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS an-Nisaa’ [4]: 93)

Sobat gaulislam, seringnya manusia tuh lupa diri. Maka, Allah Ta’ala udah melengkapi agama Islam ini bukan hanya aturan, tapi juga sekaligus sanksi bagi para pelanggar. Nah, berkaitan dengan pembahasan melenyapkan nyawa orang atau ‘memensiunkan dini’ orang lain dari dunia ini, tentu aja ada hukumannya.

Nah, masalahnya adalah, kaum muslimin di Rohingya dizalimi oleh musuh-musuh Islam. Biksu Wirathu sendiri udah ngasih pernyataan bahwa ini adalah masalah agama. Di Majalah TIME edisi Juli 2013, si gundul ini disebut sebagai teroris dengan manampilkannya di sampul majalah, lengkap dengan headline: “The Face of Buddhist Terror”.

Bagaimana dengan pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi? Ah, sama jahatnya. Padahal waktu dapet hadiah nobel perdamaian, dia komentar begini, “Ultimately our aim should be to create a world free from the displaced, the homeless and the hopeless.” (artinya: “Sudah seharusnya tujuan utama kita adalah menciptakan dunia yang bebas dari orang-orang yang mengungsi, tunawisma, dan orang-orang yang tanpa daya.”).

Kata-kata itu terdengar indah dari pidato peraih hadiah Nobel Aung San Suu Kyi di depan Komite Nobel Norwegia, 16 Juni 2012. Lha, sekarang malah menjadi penjagal di negerinya sendiri.

Oya, masih ada juga lho orang yang nyebelin di negeri kita. Mereka teriak-teriak kalo kita nggak harus peduli dengan masalah di Myanmar dengan alasan itu urusan dalam negeri Myanmar, kita nggak usah ikut-ikutan. Tapi orang jenis itu, ketika serangan bom di Paris misalnya, yang kemudian ada tuduhan bahwa hal itu dilakukan oleh kelompok Islam, rame-rame mengecam pelaku peledakan bom.

Lha, bukannya itu urusan negara lain? Suka bikin bingung aja. Kita seharusnya sudah tahu karakter orang yang begitu, kemungkinan besar memang berasal dari gerombolan si berat, eh, gerombolan musuh-musuh Islam. Kerjaannya memang membenci Islam dan kaum muslimin. Bila korbannya kaum muslimin dan pelakunya orang kafir, pura-pura budek dan buta. Tapi mendadak responsif saat pelakunya muslim (walau belum terbukti pada saat kejadian) dan korbannya orang kafir. Kamu bisa nilai sendiri deh orang seperti apa yang begitu. Cetat, Bro en Sis.

Ada juga di antara mereka yang teriak-teriak dan gembar-gembor kalo kasus di Rohingya bukan masalah agama, lalu mereka menghalang-halangi orang menyampaikan fakta bahwa memang di sana yang terjadi adalah konflik agama. Terus, motif mereka apa? Ya, bisa jadi karena mereka nggak mau disalahkan dan menggiring opini bahwa itu tragedi kemanusiaan biasa, bukan karena masalah agama.

Oke, jika itu dinilai sebagai tragedi kemanusiaan, lalu kenapa tidak juga mau menolong? Sudah hilang rasa kemanusiaan mereka? Jadi maunya apa golongan ini, ya? Cuma nyinyirin orang yang telah berbuat baik untuk saudaranya. Hadeuuh… dipikir-pikir kalo ngadepin orang model gini, enaknya dicuekkin saja. Sebab, di mata mereka kita jadi serba salah. Mendiamkan, mereka bakalan ngomong, tuh saudara kalian dianiaya kok diam aja. Ada yang begini?

Di twitter banyak! Malah lucunya menimpakan pertanyaan itu kepada ormas Islam, dengan nge-twit, mana nih ormas Islam yang peduli pada nasib Rohingya? Lho, emangnya dari ormas selain Islam nggak disentil dan nggak harus peduli? Berarti nampak jelas kan, maunya apa. Padahal, tanpa disentil di twitter, kaum muslimin mah udah pada peduli, kok. Itu sih, dasarnya emang nyinyir. Sebab, ketika rame dukungan pada muslim Rohingya, golongan yang oleh Rocky Gerung disebut IQ 200 sekolam digabungin itu, malah bilang kalo kita nggak usah ngurusin masalah dalam negeri negara lain. Jadi serba salah kan, menurut mereka. Capek, deh! Itu sebabnya, diemin aja lah. Biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Setuju, ya!

 

Kaum muslimin satu tubuh

Sobat gaulislam, memang saat ini yang bisa kita lakukan baru sebatas peduli dan mengirimkan doa buat mereka. Insya Allah itu sudah merupakan bentuk perhatian. Kemungkinan lain yang bisa kita lakukan adalah menyeru kaum muslimin yang lain untuk sama-sama peduli dengan urusan saudara yang lainnya. Jangan cuek bebek aja. Sekaligus tentunya kita menyeru kepada para pemimpin kaum muslimin supaya mengirimkan pasukan militer ke sana untuk membela muslim Rohingya, atau minimal menekan pemerintah Myanmar secara politik.

Khusus buat kita, penderitaan muslim Rohingya kian melengkapi kondisi saudara kita di wilayah konflik lainnya seperti di Palestina dan Suriah. Maka, penderitaan muslim Rohingya adalah penderitaan kita juga, kegundahan muslim Palestina, adalah kegundahan kita juga, kesedihan rakyat Suriah, adalah kepedihan kita juga. Karena kita memang bersaudara. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS al-Hujurât [49]: 10)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga memberikan perumpamaan yang bagus tentang hubungan sesama kaum muslimin. Beliau bersabda (yang artinya): “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal kasih sayang, cinta kasih dan pembelaannya bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya merasa sakit (menderita), maka (hal itu) akan menjalar ke anggota-anggota tubuh lainnya dengan rasa demam dan panas.” (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi, nggak ada alasan kan bagi kita untuk nggak peduli dengan nasib saudara seakidah di belahan dunia lain? Kita disatukan dalam ikatan akidah Islam yang agung. Nggak mungkin bisa diputuskan begitu saja. Sungguh aneh kalo di antara kita masih ada yang napsi-napsi, alias egois bin individualis. Bahaya!

Oke deh, mulai sekarang, rapatkan barisan dan satukan langkah. Karena sesama kaum muslimin kita memang bersaudara. Jangan biarkan muslim Rohingya kian menderita dan hilang dari peradaban akibat genosida ini!

Harus bagaimana tindakan nyata kita? Bagi kita yang bisa mengirim bantuan kemanusiaan, monggo. Bagi yang bisa berjihad di sana, silakan (terutama para tentara negeri-negeri Muslim atas perintah pemimpinnya sebagai sikap resmi negara). Sekadar mengirim doa pun tak mengapa, yang penting peduli dan nggak nyinyir terhadap orang yang berbuat kebaikan terhadap penderitaan muslim Rohingya. [O. Solihin | Twitter @osolihin]