gaulislam edisi 338/tahun ke-7 (14 Jumadil Akhir 1435 H/ 14 April 2014)
Waduh, nggak salah ngasih judul nih, gaulislam? Nggak. Biasa aja. Ini ditulis dalam kesadaran penuh, kok. Tanpa paksaan dari pihak manapun dan ditulis dalam tempo yang sesingkat-singkatnya demi melihat perkembangan akhir-akhir ini dan selama diadakannya UN alias Ujian Nasional dalam beberapa tahun belakangan.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Hari ini, saat buletin gaulislam edisi 338 ini terbit (14 April 2014), kamu yang kelas 3 SMA/SMK/MA lagi ngos-ngosan ngerjain soal-soal UN. Semoga saja nggak ada yang sampe ngebul ubun-ubunnya akibat spaneng dan hang. Hehehe.. saya doakan semoga kamu semua lulus dan diluluskan. Lho, kok ada istilah lulus dan diluluskan? Oopps.. ini bukan salah ketik, tetapi ditulis dengan keseriusan penuh. Iya, karena ada yang benar-benar bisa ngerjain soalnya dan kamu berhak lulus. Ada juga di antara kamu yang kudu dibantu diluluskan ketika ujian (misalnya jawabannya dibenerin sama guru-guru di sekolahmu karena kamu termasuk yang berpotensi nggak lulus). Sori. Bukan nuduh, tetapi faktanya memang ada yang begitu. Kalo gitu, buat apa ada Ujian Nasional ya? *mikir sambil manggut-maggut
Kembali ke soal judul buletin gaulislam edisi pekan ini. Judul ini memang bernada prihatin, berirama kesedihan, bernuansa kecemasan. Bukan apa-apa. Udah capek-capek nyiapin buat bertarung di UN, eh udah lulus malah kamu runtang-runtung nggak jelas. Kerja susah, mau kuliah kurang biaya. Bagi yang beruntung, alhamdulillah bisa dapetin kerja atau kuliah atas biaya ortu. Lha, gimana yang nggak kuliah dan nggak kerja? Bagi mereka yang kebagian jenis terakhir ini, habis UN terbitlah galau. Waduh!
Sobat gaulislam, kalo kamu orang yang tegar bak batu karang yang tahan dihempas gelombang, maka tak perlu galau hadapi UN. Nyantai aja lagi. Jangan keder atau bingung. Kalo kamu udah nyiapin diri, in sya Allah bakalan lancar dilalui. Nah, perkara nanti setelah Ujian Nasional kamu ternyata gagal, tetap jangan bikin galau. Itu hal biasa. Terima kekalahan dengan kepala tegak. Sebab, yang terpenting udah berjuang. Betul nggak?
Nah, masalahnya adalah, apakah kamu semua udah terbiasa berjuang dan menghadapi berbagai rintangan dalam kehidupan ini? Silakan interospeksi diri masing-masing ya. Saya sendiri merasa khawatir ketika melihat banyak remaja yang hidupnya kok sepertinya nyantai dan main-main. Lebih asik ngerumpi di BBM, main-main berbalas komentar atau sharing hal-hal tak begitu bermanfaat di facebook atau twitter. Ini kondisi yang sangat tidak kondusif mengingat kamu seharusnya sudah mulai serius memikirkan masa depanmu.
Menggapai masa depan terbaik
Rasa-rasanya di dunia ini nggak ada orang yang mau sengsara, meski pernah ada novel berjudul Sengsara Membawa Nikmat. Itu lain konteksnya, sobat. Kalo udah berusaha untuk menjadi lebih baik tetapi belum juga kesampaian dan akhirnya sengsara, ya kita hadapi saja. Gimana kalo sengsara berkepanjangan? Ya, kamu kudu sabar dan coba menghibur diri karena jaman saya SD ada film berjudul Tabah Sampai Akhir yang dibintangi Mbak Astri Ivo masih kanak-kanak di tahun 1980-an. Waduh, nggak banget ah. Hey, nggak usah minder en pesimis. Tetap semangat sambil terus berikhtiar secara maksimal, sobat!
Sobat gaulislam, menggapai masa depan terbaik pasti dambaan kita semua, termasuk para orang tua kita. Nggak ada ortu yang ngidam berharap anaknya terlantar. Semua orang tua kepengen anak-anaknya sukses untuk menggapai masa depan terbaiknya. Ini sudah kondisi normal alias wajar.
Hanya saja permasalahannya adalah, kondisi kehidupan saat ini yang tak menentu dan sistem pendidikan yang nyaris tak tentu arah membuat sebagian besar orang tua cemas memikirkan masa depanmu. Mungkin juga buat kamu yang udah mikir masa depan jadi ikutan khawatir. Beginilah kehidupan kita saat ini, ketika Islam tak diterapkan sebagai ideologi negara. Bikin miris dan memilukan.
Kita semua menyangka bahwa untuk mendapatkan masa depan terbaik adalah melalui pendidikan. Tetapi setelah sekian lama belajar malah nggak karu-karuan kehidupan kita. Bukan hanya soal akhlak yang kedodoran, tetapi juga masa depan secara finansial ikutan jeblok. Jangankan yang cuma lulusan SMA, mereka yang sarjana aja jadi menambah barisan panjang para pengangguran. Memang sih nggak semuanya bernasib buruk, karena tak sedikit juga yang mujur. Namun ini perkara kebijakan negara Bro en Sis. Sistem pendidikan—lengkap dengan tujuan dan target—erat kaitannya dengan kebijakan negara. Kalo negaranya peduli, maka sebenarnya mereka yang terdidik akan mendapat tempat yang layak. Apalagi jika yang terdidik itu otaknya encer alias pinter banget plus shalih dan shalihah, dijamin bahagia dunia-akhirat.
Ah, jadi miris kalo ngomongin soal ini. Why? Sebab tak sedikit lho orang cerdas di negeri kita yang memilih berkiprah dan mengamalkan ilmunya di negeri orang ketimbang di negerinya sendiri. Saya pernah menyaksikan tayangan Kick Andy yang menampilkan Dr Khoirul Anwar yang menemukan jaringan 4G (ini lebih tinggi dari 3.5G yang sekarang kita gunakan dalam berkomunikasi layanan data internet). Itu orang Indonesia, sobat. Tetapi beliau memilih berkarir dan mengembangkan ilmunya di negeri Sakura, Jepang. Saat ditanya sama Bung Andy di acara itu, “Mengapa Anda tidak mengabdikan ilmu Anda di negeri sendiri?”, Dr Khoirul Anwar hanya diam sambil tersenyum. Tak berkata apa-apa. Tetapi Bung Andy dan peserta yang hadir di acara itu semuanya tertawa karena sudah memakluminya dan tahu jawabannya. Ya, inilah negeri kita. Orang-orang yang berprestasi hebat dan mendunia lebih senang berkiprah di negeri orang karena perhatian yang minim dari pemerintah negeri sendiri. Sekadar tahu saja, teknologi jaringan 4G yang ditemukan Dr Khoirul Anwar diterapkan pertama kali pada Desember 2009 di Norwegia. Di negeri sendiri, kebijakan pemeritah masih melindungi provider yang udah investasi di jaringan 3G atau 3.5G. Jaringan 4G yang super kenceng belum maksimal didukung.
Selain Dr Khoirul Anwar, ada ratusan orang hebat negeri ini yang memilih mengabdikan ilmu di luar negeri, termasuk seorang sahabat saya yang profesor matematika di salah satu universitas di Inggris. Sayang banget ya, kehebatan mereka dimanfaatkan oleh negara lain. Di negeri ini mungkin saja pemerintahnya sibuk rebutan jabatan dan berlomba jadi koruptor ketimbang mikirin negara dan rakyatnya. Mengenaskan!
Ok. Balik lagi ke subjudul yang ditulis: meraih masa depan terbaik. Ini penting, sobat. Untuk meraih masa depan terbaik kita harus meluruskan niat (yakni semata untuk menggapai ridho Allah Ta’ala), mengokohkan tawakal (hanya menjadikan Allah Ta’ala sebagai penolong) dan memaksimalkan ikhtiar, serta lengkapi semua itu dengan doa. In sya Allah akan dimudahkan oleh Allah Ta’ala dalam meraih masa depan terbaik. Aamiin.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kamu sudah siap kan untuk menggapai masa depan terbaikmu? Yup! Harus! Seorang muslim harus sudah menentukan tujuan dan target dalam kehidupannya. Kalo ada di antara kamu yang masih main-main dan belum tahu hendak ngapain dan mau ke mana, sungguh ter-la-lu!
Raih sukses tanpa galau
Hehehe.. kalo urusan galau sih sebenarnya tak perlu nunggu ada Ujian Nasional. Adanya Ujian Nasional hanyalah pelengkap penderita kamu-kamu yang malas belajar dan doyan galau. Urusan galau itu persoalan cara pandang, kok. Kalo kamu merasa bahwa hidupmu baik-baik saja dan punya tujuan hidup yang benar dan jelas, maka tak akan merasakan kegalauan. Sebab, mereka yang galau adalah golongan yang tak memiliki tujuan hidup dan tak punya target dalam hidupnya. So, kamu kudu mulai memikirkan masa depanmu, sobat!
Ya, masa depan itu penting untuk direncanakan dan disiapkan sejak sekarang. Apalagi jika kita mikirnya lebih jauh, yakni masa depan di akhirat kelak. Nah, untuk merencanakan masa depan yang lebih baik, tentu saja nggak ditempuh dengan kegalauan.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Untuk meraih sukses, selain tanpa kegalauan, juga harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: Pertama, kamu sendiri harus berusaha untuk meraih sukses. Kedua, hubungan dengan orang lain alias punya koneksi atau jaringan. Ketiga, lingkungan yang baik mulai dari keluarga, masyarakat dan negara. Nah, in sya Allah jika ketiga hal itu digabungkan akan menjadi jalan untuk mendapatkan kesuksesan.
Nah, yang pertama sekali adalah kesiapan diri kita untuk mau berjuang meraih sukses. Sebab, meski banyak koneksi atau luasnya jaringan persahabatan dan lingkungan yang bagus untuk bisa meraih sukses, namun jika kita sendiri nggak mau bergerak untuk mendapatkan kesuksesan, ya tentu saja nggak akan jadi, Bro en Sis.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan” (QS ar-Ra’d [13]: 11)
Nah, maksud ayat ini, Allah Ta’ala tak akan mengubah keadaan suatu kaum, selama kaum tersebut tak berusaha mengubah sebab-sebab kemundurannya atau kelemahannya. Maka, tentu saja untuk meraih sukses kamu harus menghilangkan sifat galau yang mungkin selama ini kamu pelihara dan ditampakkan dalam status di facebook dan twitter atau instagram. Ok? Sukses tak diraih dengan galau. Sekarang, fokus dulu untuk mengerjakan Ujian Nasional, hadapi dengan tenang dan maksimalkan ikhtiarmu. Setelah usai melewati UN, barulah kamu pikirkan baik-baik dan buatlah strategi jitu untuk merencanakan masa depanmu. Siap ya? Sip! Oya, yang terpenting dari semua itu, kamu harus meraihnya demi menggapai ridho Allah Ta’ala dan dengan cara sesuai tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam. Semangat! [solihin | Twitter @osolihin]
Memang UN seharusnya tak perlu kok. Hanya proyek saja bagi org2 yg biasa korupsi. Adanya UN malah membuat siswa jadi curang krn takut gagal, karena ukuran kelulusan hanya ditentukan dari nilai UN.
Semoga adik-adik yang mengikuti UN, bisa berani untuk meninggalkan kemaksiatan. Nyontek Hina, Jujur Mulia