Friday, 22 November 2024, 00:06

gaulislam edisi 424/tahun ke-9 (25 Safar 1437 H/ 7 Desember 2015)

 

Ayo, siapa yang belum tahu istilah HAM? Ngaku aja. Nggak bakalan digebukin kok. Soalnya kalo ngegebukin juga bingung gimana caranya, hehehe. Tetapi saya akan mencoba ngegebukin kamu dengan fakta dan dalil seputar HAM ini ya. Tapi bukan secara fisik yang dirasakan, akan tetapi secara pikiran dan perasaan. Yup, digebukin pikiran dan perasaannya dengan fakta, data, opini dan wawasan yang mencerahkan.

Sobat gaulislam. Pertanyaan di atas perlu dijawab, lho. Tetapi kayaknya udah pada tahu deh, apa itu HAM ya? Awas, jangan ketukar susunan hurufnya! Sebab, ada kemungkinan jadi nama perusahaan. Yup, semoga pada tahu semua ya. HAM itu akronim dari Hak Asasi Manusia. Apa saja sih hak dasar (asasi) dari manusia itu? Kalo ditelusuri, HAM itu ada tiga poin mendasar: hak hidup (life), hak kebebasan (liberty), dan hak memiliki (property). Ketiganya harus dihormati dan dihargai. Ini artinya, setiap manusia berhak untuk hidup, berhak bebas, dan berhak memiliki.

Lalu, apakah itu untuk semua orang meski beda etnis, pendidikan, budaya, pekerjaan, status sosial, termasuk agama? Teorinya sih begitu, tetapi pada prakteknya jauh panggang dari api. Terutama kalo sikap pelaku dan pejuang HAM terhadap Islam dan kaum muslimin yang justru tidak sesuai dengan HAM yang mereka buat sendiri aturannya. Kok bisa? Yuk kita bahas sampai tuntas di edisi ini.

 

Hak manusia yang diatur HAM

Sobat gaulislam, sebenarnya ini sudah ada di pelajaran sehari-hari di sekolah, khususnya pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sekadar mengingatkan aja buat yang udah belajar, atau yang nggak belajar anggap aja ini semacam tambahan wawasan ya.

Pertama, hak asasi pribadi, yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contohnya hak beragama, hak menentukan jalan hidup, dan hak bicara.

Kedua, hak asasi politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contohnya hak mengeluarkan pendapat, ikut serta dalam pemilu, berorganisasi.

Ketiga, hak asasi ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian. Contohnya hak memiliki barang, menjual barang, mendirikan perusahaan/berdagang, dan lain-lain.

Keempat, hak asasi budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Contohnya hak mendapat pendidikan, hak mendapat pekerjaan, hak mengembangkan seni budaya, dan lain-lain.

Kelima, hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contohnya hak mendapat perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi pejabat pemerintah, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain.

Keenam, hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contohnya dalam penyelidikan, dalam penahanan, dalam penyitaan, dan lain-lain.

Tuh, kalo dicermati sebenarnya lumayan juga ya konsepnya. Tetapi pada prakteknya pilih-pilih kok sesuai kepentingan yang menilai dan memberlakukan. Boleh dikata, siapa yang punya kepentingan, dialah yang memiliki kesempatan untuk melindungi dirinya di balik nama HAM, sambil melanggar HAM orang lain. Aneh? Tentu saja, tetapi faktanya memang demikian adanya.

 

Kaum muslimin selalu disalahkan

Sobat gaulislam, sebenarnya banyak kejadian janggal dalam kehidupan sehari-hari terkait penerapan HAM. Konsepnya sih untuk ukuran manusia lumayan bagus, tetapi yang jadi masalah asalah prakteknya. Nggak sesuai dengan teori dan konsepnya. Terutama kalo bicara tentang Islam dan kaum muslimin. Pernah baca berita tuh, ada kasus perkosaan di sebuah JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) di Jakarta beberapa waktu lalu.

Polisi berhasil melumpuhkan si pelaku dengan timah panas karena dianggap melawan saat disergap. Pada pemberitaan muncul, pihak kepolisian seperti menyesalkan kejadian tersebut dengan alasan pelakunya ditembak mati. Padahal inginnya pelaku dicokok hidup-hidup untuk dimintai keterangan. Tetapi hal yang sama nggak berlaku pada kasus terorisme. Polisi (dalam hal ini Densus 88 dengan bangga menunjukkan kemampuannya melumpuhkan teroris). Hebat tapi salah!

Meski di pemberitaan ada kata-kata ‘terduga’ teroris, tetapi pada pelaksanaannya memang sengaja menembak mati pelakunya. Bahkan sebelum jelas apa benar dia teroris atau bukan. Nggak ada rasa penyesalan sedikitpun. Padahal, kalo diciduk hidup-hidup kan bisa dimintai keterangan lainnya yang bisa dijadikan petunjuk untuk memberantas siapa dalangnya. Betul nggak? Sayangnya, itu nggak dilakukan pihak kepolisian. Ini termasuk timpang alias nggak adil.

Bagaimana dengan kehidupan sehari-hari bagi remaja? Banyak. Kita ambil beberapa contoh aja ya. Misalnya aja nih, tentang pacaran di sekolah. Dalam konsep HAM kan berarti dibolehkan. Sebab, itu bagian dari hak asasi pribadi seperti hak beragama, hak menentukan jalan hidup, dan hak bicara. Nah, mereka yang pacaran, meskipun itu bagian dari kebebasan yang dilindungi HAM, tetap aja mengganggu kebebasan orang lain untuk tidak mau melihat yang model gitu. Contohnya gini. Meski kamu yang pacaran ngotot bahwa pacaran itu hak, tapi gimana kalo kamu ternyata dilarang oleh ortumu atau ortu pacarmu. Ortumu juga punya alasan, yakni menjaga dirimu agar tak terjerumus lebih jauh melalui pacaran. Maka, sebenarnya nggak usah alergi kalo ada yang ngingetin tentang bahayanya pacaran. Betul?

Sobat gaulislam, kalo mau ambil contoh sesuai subjudul di atas bahwa HAM sebenarnya nggak berfungsi dengan benar dan baik, terutama kalo menyangkut umat Islam. Why? Contohnya pada kasus bom di Mal Alam Sutera Oktober 2015 lalu. Kapolri bilangnya bukan aksi terorisme, tetapi pemerasan dan kriminal murni. Kok bisa? Padahal untuk kasus yang sama, soal bom, bila pelakunya muslim, langsung deh digiring opini publik ke terorisme. Tetapi ketika pelakunya bukan muslim, seperti pelaku bom di Mal Alam Sutera yang etinis Tionghoa dan beragama Katolik, dianggap bukan bagian dari terorisme. Padahal, siapapun pelaku teror dalam usaha untuk mencapai tujuannya, ya bagian dari terorisme.

Nah, kalo disambungin dengan pembahasan kita soal HAM, maka tuduhan kepada kaum muslimin dalam aksi terorisme sebagai pelakunya adalah bagian dari anomali HAM, khususnya dalam pelaksanaan hak kesamaan kedudukan dalam hukum, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum. Contohnya hak mendapat perlindungan hukum, hak membela agama, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain. Itulah kenapa dalam judul kita kali ini, HAM yang tak berpihak, khususnya tak berpihak kepada Islam dan kaum muslimin. Inilah bukti ketidakadilan.

 

Islam menghargai manusia

Sobat gaulislam, nggak usah tertipu dengan tawaran HAM yang dipasarkan Barat. Karena sejatinya cuma ngejerumusin manusia ke jalan yang rusak dan sesat. HAM versi demokrasi bukan menyelamatkan manusia, tapi menyengsarakan manusia. Apalagi, dalam banyak kasus selalu merugikan umat Islam. Khususnya dalam kasus terorisme yang selalu dituduhkan kepada umat Islam. Kesannya kalo Islam tuh ngajarin terorisme. Padahal, kenapa nggak dituduh saja sekalian seperti Amerika dan Rusia serta negara-negara yang menjadi begundalnya yang sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM.

Israel tuh, udah puluhan tahun jajah Palestina. Afghanistan dan Irak yang pernah dijajah sama Amerika dan Rusia. Kini Suriah jadi medan baru kepentingan Amerika dan Rusia dengan menyeret banyak negara dengan dalih memerangi ISIS. Hadeuuh, padahal yang terjadi adalah pembantaian terhadap umat Islam di Suriah. Tapi banyak pihak, yang mungkin saja termasuk kamu yang kemakan opini mereka akhirnya bungkam aja. Eh, giliran bom di Paris, rame-rame menunjukkan simpati meski kalo ditanya alasannya, kamu ngedadak jadi anggota laskar pelongo. Planga-plongo nggak ngerti apa-apa. Idih, malu dong!

Islam, sebenarnya udah menjaga kehormatan manusia dengan memberikan beberapa jaminan yang sesuai fitrah manusia dan berdasarkan tuntunan dari Allah Ta’ala, pencipta manusia. Beberapa poin yang dijamin oleh Islam dalam kehidupan ini adalah: jelasnya keturunan, perlindungan terhadap akal manusia, kehormatan, nyawa, harta, rasa nyaman beragama, juga tentang rasa aman, dan pembelaan terhadap negara. (Muh. Husain Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm. 81-84)

Nah, termasuk dalam kebebasan berpendapat kita nggak bisa bebas sesukanya ngomong atau nulis. Misalnya mengharamkan poligami, bolehnya wanita menjadi imam shalat dengan makmum laki-laki, wanita tidak perlu mengenakan jilbab kalo keluar rumah karena itu budaya Arab, nggak wajib sholat dan puasa dsb. Lha, ini jelas ngada-ngada. Sekarang gini aja, apa boleh lirik lagu Indonesia Raya diganti liriknya dengan lagu Gundhul-Gundhul Pacul? Nggak kan? Apalagi al-Quran. Masa’ kalamullah (ucapan Allah Ta’ala) mau diganti dengan ucapan kita. Salah, lagi. Bah, macam mana pula ini?

Dalam demokrasi, seks bebas marak, aborsi menjamur, tayangan pornografi berjubel, umbar aurat jadi pemandangan sehari-hari, korupsi jadi tradisi. Semua atas nama kebebasan, atas nama HAM. Musibah besar!

Sementara, Islam mengatur kehidupan manusia dengan benar. Islam nggak ngekang manusia tapi juga nggak membebaskan sebebas-bebasnya sebagaimana dalam sistem demokrasi. Maka, jangan percaya HAM versi demokrasi ye. Percayalah hanya kepada ajaran Islam. Setuju kan? Kudu banget Bro en Sis! [O. Solihin | Twitter @osolihin]