Friday, 22 November 2024, 02:36

Ada dua partai Islam yang nyaris meraih sukses via Pemilu: FIS di Aljazair dan Refah di Turki. Sayang, kaum sekuler dan militer menelikung. Bukan cuma terjengkang, aktivisnya pun diburu rejim dzalim.

Ketika pemilu sudah dekat dan musim kampanye datang, berarti musim panen rezeki bagi tukang sablon. Bagaimana bisa ? ya bisa dong. Soalnya tiap musim kampanye tiba, parpol peserta pemilu? pasti mengeluarkan bermacam-macam atribut parpol, mulai dari kaos partai, stiker, bendera, dan spanduk jargon-jargon pemilu.? Tentu saja jumlahnya mencapi ratusan, bisa jadi ribuan atau jutaan. Kalau tiap parpol peserta pemilu melakukan hal yang sama wah rezeki nomplok tuh bagi tukan sablon. Ada lagi yang lain, saat ribuan massa parpol kumpul di lapangan buat denger si jagoan silat lidah alias jurkam terus mereka yang pada kehausan beli teh botol, pasti pedagang minuman seneng karena dagangannya laku keras. Tapi ada juga sialnya, soalnya kampanye dengan arak-arakan bikin macet jalan sih. Udah gitu ngabisin stok BBM pula, kalau udah gitu nggak jarang sampahnya bikin petugas kebersihan jadi tambah kerjaanya. Itulah kehidupan ada senengnya ada juga susahnya. Tapi yang pasti untuk menggelar hajatan besar lima tahunan itu menelan biaya yang nggak sedikit. Biaya yang dikeluarkan untuk parpol maupun untuk segala macam yang berhubungan dengan pemilu bias mencapai ratusan milyar bahkan triliun (coba kalau direcehin jadi cepe’an, bisa sekolam penuh tuh).

Itulah sekelumit gambaran tentang “pesta demokrasi”? begitu kata orang pinter menyebutnya. Terus ngapain sih harus repot-repot ngikutin pesta lima tahunan yang mahal, pakai perang urat syaraf bahkan adu jotos kalau perlu ada yang mati segala? Wah kalau yang itu sih tergantung dari motivasi pesertanya. Ada yang ikut karena pingin cepat kaya, punya mobil, punya rumah tanpa harus kerja berat. Soalnya katanya kalau jadi anggota dewan kan bias dapat gaji buta, datang duduk diam kalau perlu tidur kan tetap digaji. Ada juga yang ingin terkenal, ada juga yang ingin punya jabatan dan dipandang masyarakat. Ada juga yang ingin bisnisnya lancer, dan motif-motif material lainya. Tapi ada juga lho yang ikhlas karena memperjuangankan nasib ummat. Kalau alasan yang satu ini perlu kita cermati, yang lain sih kelaut aja. Kenapa? karena tampaknya sih mereka punya motif yang mulia, dan bias jadi juga mereka orang yang baik. Jangan sampai orang yang baik, ikhlas dan punya tujuan mulia itu tergelincir dalam jurang penuh dosa dan jalan yang keliru.

Memperjuangankan nasib ummat yaitu ummat Islam adalah tujuan yang mulia. Tapi tujuan yang mulia jangan sampai ditempuh lewat jalan yang nggak bener, bisa makan hati nantinya. Sebagai seorang muslim kita harus cermat dalam menilai apakah jalan yang ditempuh itu akan membawa keberhasilan atau akan membawa kegagalan, lebih penting lagi apakah jalan itu diridhlai Allah atau dimurkaiNya. Orang bijak mengatakan “pengalaman adalah guru yang terbaik” , Kaum musliminpun tak salah jika harus belajar dari pengalaman. Baik pengalaman dari orang disekitar kita maupun pengalaman orang yang berjauhan dari sisi kita. Marilah kita tengok pengalaman saudara kita yang ada di Turki maupun di Aljazair, dan bagaimana perjalanan perjuangan mereka.

FIS di Aljazair

Setelah merdeka dari negaranya Zinedine Zidane alias Perancis pada tahun 1962, Aljazair dipimpin oleh Presiden Bella. Kemudian munculah Boumedienne sebagai Presiden setelah menggulingkan Bella dan berkuasa selama 16 tahun. Posisi Presiden Aljazair kemudian digantikan oleh Chadli Benjedid, Dia itu? merupakan Sekjen Partai Pembebasan Nasional (FLN), asal tahu aja, FLN adalah satu-satunya partai yang ada di Aljazair. Setelah terjadi pemberontakan dan penentangan terhadap pemerintahan dan FLN, Bendjedid melakukan reformmasi dengan mengizinkan berdirinya partai-partai baru. Nah baru pada 1989 berdirilah? sebuah partai yang bernama Islam Front Islamic du Sulut (FIS). FIS ini didirikan atas desakan masyarakat Aljazair yang mayoritas muslim. Ummat Islam Aljazair kecewa karena satu-satunya partai yang dibentuk pada masa pemerintahan Boumedienne yaitu FLN yang berasaskan sekular gagal dalam mewujudkan kemajuan.

Sebagai partai Islam wajar dong kalau FIS kemudian mengangkat isu seputar Islam. FIS menyodorkan program-program yang dapat memikat simpati rakyat Aljazair seperti ekonomi kerakyatan, mendukung terwjudnya kehidupan yang lebiih Islami, demokratisasi dan pemerintahan yang lebih dekat kepada Negara Islam dibanding dengan Barat. Singkatnya FIS mampu menarik simpati rakyat Aljazair yang mayoritas muslim. Hasilnya pada pemilu putaran pertama yang digelar pada anggal 20 Juni 1991 FIS memenangkan 54% suara? dan memperoleh 188 (81%) kursi di Parlemen. Pada saat itu hati ummat Islam Aljazair erbunga-bunga? dan berharap besar bahwa FIS akan memenangkan pemilu pada putaran kedua.? Sesuai dugaan pada pemilu putaran kedua yang digelar desember 1991, FIS memperoleh kemenangan besar.

Kemenangan FIS pada pemilu putaran pertama dan kedua menunjukan bahwa sebagian besar rakyat Aljazair menginginkan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik, kehidupah yang lebih Islami. Sudah cukup bagi FIS dan pemerintahan yang akan terbentuk setelahnya untuk menerapkan Islam. Tapi sayang sekali keinginan mulia kaum muslimin Aljazair untuk hidup dalam naungan Islam harus sirna ditelan sang diktaktor yang menjadi bodyguard-nya sistem sekular.

Drama yang menyedihkan itu dimulai pada tanggal 11 januari 1992 ketika Presiden Chadli Bendjedid pamit mengundurkan diri setelah Partai Pembebasan Nasional (FLN) keok ?dalam pemilu. Pengunduran diri Pak Bendjedid itu karena didesak oleh sebagian anggota kabinetnya, terutama pihak militer. Mereka tidak ingin sebuah partai Islam bertahta di Aljazair, sebab dengan berkuasanya Islam berarti menyingkirkan pula si najis sekularisme dari Negara itu. Penguasa militer kemudian membubarkan parlemen Aljazair dan membatalkan hasil pemilu (sedih kan). Kemudian Militer melalui Mohamed Boudiaf mendirikan Dewan Tinggi Negara yang menjalankan pemerintahan sementara dan menyatakan Aljazair dalam situasi darurat. Trus Dewan Tinggi Negara tersebut menunjuk Mohammed Boudiaf sebagai Godfather Aljazair yang baru. Bagaimana nasib FIS selanjutnya? jawabanya adalah tragis !!. Pengadilan kemudian memberangus FIS dan menyatakan sebagai partai terlarang, ribuan orang baik anggota maupun pendukungnya ditangkap, dipenjara dan sebagian lainya ditindas, dianiaya dan bahkan ada yang dieksekusi, pemimpin FIS Abassi Madani dan Ali Benhaj dipenjarakan. Tetapi? Mohammed Boudiaf pun akhirnya tewas dengan senjata seorang letnan muda M. Bumaaraf yang berusia 26 tahun.? Kini Aljazair diperintah oleh Abdul Aziz Boetuflika yang juga sekular.

Partai Refah di Turki

Negara Turki modern yang? diproklamirkan oleh Mustafa “Si Yahudi” Kemal pada tahun 1923, setelah meruntuhkan daulah Khilafah merupakan negara sekular. Wajar saja jika sebagian besar partai-partai yang muncul dan berhasil memerintah sejak awal tahun 1950-an adalah partai sekular, (ingat bahwa awal tahun 50-an Turki untuk pertama kalinya menganut multipartai). Sedangkan Partai Islam Refah dengan leadernya Necmettin Erbakan mulai diperhitungkan ketika selalu berhasil meraih kursi di parlemen dalam berbagai pemilu. Partai Refah juga turut serta dalam koalisi dalam pemerintahan, popularitasnya semakin meningkat. Pada pemilu lokal? bulan November tahun 1992, Partai Refah unggul di empat dari enam wilayah wali kota di Kota Istanbul. Pada ?pemilu lokal tanggal 27 Maret 1994 untuk pertama kalinya partai Islam berhasil memegang jabatan Gubernur di dua kota terpenting di Turki, yaitu Kota Istambul (dulu ibukota Kekhilafahan Ustmani) dan Ankara.? Puncaknya terjadi ketika pemilu yang diadakan hari Sabtu tanggal 24 Desember 1995. Pada pemilu kali ini Partai Refah mengangkat jargon keadilan dan kesejahteraan, disamping itu juga isu luar negeri, terutama yang menyangkut perang Bosnia dan Chechnya. ?Dengan memanfaatkan sentimen keagamaan partai Refah berhasil memperoleh 23% suara (lho kok). Memang sih perolehan suaranya kecil tapi partai Refah mendapat peringkat pertama dalam perolehan suara.? Tapi karena dia tidak mayoritas, partai Refah harus berkoalisi (bergabung) dengan partai lain agar bisa menyusun pemerintahan. ?Akhirnya Partai Refah berkoalisi dengan Partai Jalan Kebenaran yang dikomandoi Tansu Ciller. Koalisi ini terwujud karena adanya beberapa kesepakatan diantaranya : 1). kedudukan Perdana Menteri dijabat secara bergantian antara kedua pimpinan paratai, 2). Partai Ciller menduduki jabatan strategis dalam kementrian Luar Negeri, Pertahanan, Dalam Negeri, Keuangan Ekonomi dan Pendidikan.? 3). Tetap konsisten menjalakan konstitusi sekular. 4). Tetap menganggap Turki sebagai bagian dari Barat (Eropa), 4). Mempertahankan keanggotaan di NATO. 5). Berjanji untuk selalu merujuk pada militer dan mengambil pendapat mereka dalam berbagai persoalan.

Kesepakatan tersebut menjadikan Refah sebagai pihak yang banyak dirugikan dan menutup kesempatan bagi Refah untuk memperjuangkan Islam. Meski demikian, tetap saja muncul ketakutan kalangan sekular kalau nantinya syariat Islam diterapkan.. Mereka khawatir terjadinya pembatasan kebebasan dan keterbukaan yang selama ini mereka nikmati. ?Tapi buru-buru Erbakan menegaskan bahwa Partai Refah adalah partai politik yang penuh persaudaraan, perdamaian, dan kecintaan. Erbakan sendiri ogah bicara tentang syariat Islam. Bahkan salah seorang anggota parlemen dari Partai itu dengan lembek mengatakan “Saya akan berusaha membujuk rakyat agar menjauhi minum-minuman keras. Saya tidak melihat produksi minuman keras merupakan tindakan yang benar. Saya akan menutup pabrik-pabrik yang memproduksi minuman keras dan menggantikannya dengan pabrik lain hingga tidak terjadi pengangguran jika menutup satu pabrik tanpa ada penggantinya,”. Meski sudah ditegaskan demikian kekawatiran tersebut tidak lenyap begitu saja. Bahkan pihak militer melihat Refah sebagai ancaman yang harus segera disingkirkan. Buntutnya kekuasaan Partai Refah yang baru berumur 10 bulan harus diakhiri, dengan alasan untuk menjaga sekularisme. Partai Refah dinyatakan sebagai partai terlarang, dan pemimpinnya Necmettin Erbakan dilarang berpolitik. Akhirnya kaum muslimin di Turki harus meneruskan hidup dalam sistem yang kufur.

Sebuah kenyataan pahit memang bahwa baik FIS maupun Refah meskipun berhasil memperoleh dukungan sebagian besar rakyat tetapi tetap saja gagal memperjuangkan syariat Islam. Sebenarnya tidak hanya FIS dan Refah saja ada juga partai-partai lain yang bernasib sama dengan mereka misalnya partai Masyumi di negeri kita sendiri Indonesia, meski tidak semencolok FIS dan Refah.? Masyumi yang menang pada pemilu 1955 juga tidak mampu memperjuangkan syariat Islam dengan dikeluarkanya Dekrit Presiden % Juli 1959. Terus kenapa bisa gagal ?

Orang-orang kafir tentu tidak ingin Islam bangkit, mereka juga tidak ingin Islam muncul dalam bentuk kekuatan pemerintahan atau negara. Orang-orang kafir sadar betul jika Islam bangkit akan mengancam mereka, dan sejarah telah membuktikanya. Kaum muslimin dengan Jihadnya mampu menguasai sebagian besar wilayah di dunia bahkan telah mengepung kota Wina (Austria). Tentu saja mereka akan selalu berupaya untuk menghambat kebangkitan Islam baik dengan cara turun tangan sendiri seperti di Irak maupun melalui kaki tanganya. Celakanya yang menjadi kaki tangan mereka adalah sudara-saudara kita sendiri. Kalau di Turki dan Aljazair kaki tangan mereka adalah milter. Jadi berapapun besarnya kemenangan partai-partai Islam dalam pemilu tidak akan berpengaruh selama tujuanya untuk kemuliaan Islam pasti mereka akan bertindak, meskipun tindakannya itu dikecam banyak pihak.

Selain itu jalan yang ditempuh partai-partai Islam juga bukan jalan yang tepat. Sebab jalan yang ditempuhnya merupakan jalan yang dibuat oleh orang-orang kafir. Aturan main dan rambu-rambu dalam pemilu senantiasa dibuat untuk melanggengkan sistem yang ada alias pro status Quo. Oleh karenanya syekh Ali Benhaj mantan pemimpin FIS akhirnya mengakui bahwa pemilu dalam demokrasi tidak bisa dijadikan jalan dalam memperjuangkan Islam. Terlebih lagi jalan itu juga jalan yang dimurkai Allah SWT, sehingga Allah tidak meridhlai dengan cara tidak menurunkan pertolonganNya.

Jadi sebagai generasi muda Islam yang cerdas dan bertaqwa seharusnya kita selalu meneladani suri tauladan kita Muhammad Rasulullah SAW. Beliau berdakwah, mengajak kepada Islam kepada siapa saja dengan menjelaskan benar dan salah secara tegas dan jelas, tidak berpura, pura, tidak plin-plan juga tidak nifak. Untuk itulah kita harus senantiasa mendakwahkan Islam kepada siapa saja termasuk saudar-saudara kita yang dijadikan oleh orang-orang kafir sebagai kaki tanganya. Kita juga harus sabar, tidak tergesa-gesa ignin melihat hasil, tegas dan jelas dalam menyampaikan kebenaran, dan selalu mendekatkan diri pada? Allah SWT agar Dia segera menurunkan pertolongaNya. Seperti itulah kiranya jalan perjuangan yang harus kita tempuh, bukan yang lain juga bukan lewat pesta demokrasi. Jangan sampai kita terperosok dalam lubang yang sama tiga kali [Dwijo, aktivis dakwah, tinggal di Bogor]

[pernah dimuat di rubrik “wawasan”, majalah PERMATA edisi Maret 2004]

2 thoughts on “In Memoriam: FIS dan Refah

Comments are closed.