Thursday, 21 November 2024, 16:39

Beda? Yup, nggak usah ngerasa risih dengan perbedaan, Bro. Sebab, perbedaan yang ada di antara kita ini justru menjadikan diri kita spesial dibanding yang lain. Bayangin deh, kalo semuanya sama, nggak seru kan? Jadinya nggak khas. Bener ndak?

Sobat, kalo pengen ilmiah-ilmiahan dikit, definisi dari beda itu sendiri akan memberikan kejelasan buat kita. Menurut kamus nih, beda itu adalah sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara benda yang satu dengan benda yang lain; ketidaksamaan. Kalo berbeda berarti ada bedanya; berlainan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan III, 2003, h. 119)

Oke. Di kamus tertulis kayak gitu. Kita sepakati aja. Meski tentu bukan cuma benda yang bisa beda. Tapi segala hal yang berlainan satu sama lain bisa disebut beda. Cuma nih, yang perlu diperhatikan bahwa beda tuh tak selalu identik dengan aneh. Sumanto aja waktu diinterogasi kenapa makan daging mayat, dia komentar, “Saya tidak gila. Tapi memang tidak biasa.� Hehehe.. saya nggak bermaksud menganalogikan antara Islam yang akan kita bahas ini dengan kelakuan Sumanto.

Islam emang beda dengan agama lain dan ideologi lain. Beda bisa berarti nggak biasa seperti pada umumnya. Tapi meski beda, Islam seharusnya nggak dianggap aneh dan aturannya dinilai asing hanya karena penghakiman sepihak dari kalangan tertentu bahwa Islam nggak cocok dengan kondisi kehidupan saat ini. Kalo pun boleh dianggap aneh bin asing dan nggak biasa adalah karena Islam dinilai nggak nyetel dengan kondisi yang udah rusak seperti sekarang ini. Bagus dong, sebab dianggap aneh dan nggak biasa karena nggak ikutan rusak. Nah lho, gimana tuh?

Sobat muda muslim, nggak usah bingung bin heran. Sebab, segala sesuatu tuh memang tergantung sudut pandang. Meski demikian, seharusnya tetap sudut pandang itu punya standar. Biar nggak mengklaim sesuai sudut pandang masing-masing dari para pemberi nilai. Misalnya aja nih, waktu jaman penjajahan Belanda, sebagian rakyat Indonesia yang melawan Belanda disebut kaum ekstrimis. Sakit hati nggak tuh? Tapi di mata rakyat mereka adalah pahlawan. Wah, betapa relatifnya kan?

Itu sebabnya, sebagai Muslim, sudut pandang kita ya harus Islam. Bukan yang lain. Lagipula kalo penilaian diserahkan kepada masing-masing orang, ya akan begitu banyak klaim dan merasa paling benar sendiri. Sanes kitu? (baca: begitu begitu? Sori, ini pake bahasa Planet Pajajaran hehehe…)

Nah, Islam emang beda dengan agama dan ideologi lain. Islam ya Islam. Islam beda dan memang berbeda dengan Sosialisme-Komunisme. Islam juga beda dengan Kapitalisme-Sekularisme. Bukan hanya beda sebenarnya. Tapi juga bertentangan, gitu lho.

Nah, kalo kamu berani mengatakan “Islam emang beda!�, syukur deh. Kenapa? Karena masih punya harga diri dan sekaligus percaya diri. Harga diri itu mahal, jarang ada yang rela kalo harga dirinya diinjak-injak (kecuali yang nekat dan gelap mata dengan menjual dirinya sendiri dalam kenistaan). So, harga diri harus dipelihara karena urusan hidup dan mati.

Terus kalo percaya diri, itu berarti kita percaya dengan karakter diri kita dan apa yang kita perbuat. Orang yang berani melakukan suatu perbuatan dan kegiatan, sudah pasti bertanggung jawab. Itu sebabnya, dengan memiliki rasa percaya diri bisa dipastikan orang tersebut udah punya alasan dan tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya.

Sekali lagi, Islam emang beda. Nggak bisa disamakan dengan agama dan ideologi lain. Nggak bisa disatukan pula. Karena ibarat air dengan minyak, maka Islam nggak bisa dicampur dengan ajaran agama lain. Akan saling menolak dalam hal prinsip. Akan saling bertentangan dalam masalah akidah. Tidak ada gaya elektrostatis alias gaya tarik-menarik dalam urusan syariat antara Islam dan agama lain.

Nah, kalo dari akarnya aja udah beda, maka batang, ranting, daun, bunga dan buahnya jelas berbeda dong. Tul nggak? Maka sangat wajar dan adil jika Allah Swt. aja mengajarkan bahwa keyakinan kita berbeda dengan keyakinan agama lain. Itu sebabnya, jangan bingung pula kalo syariatnya juga beda. Maka, apa hak kita menyatakan bahwa semua agama sama? Sehingga kita merasa kudu terlibat dan melibatkan diri dalam ibadah agama lain? Nggak lha yauw!

Aneh dan asing, kok bisa?
Ketika ada seorang muslimah yang mengenakan jilbab dengan baik dan benar, sesuai tuntunan syariat Islam, banyak orang merasa heran. Bahkan ada sebagian besar yang menganggapnya aneh. Sebab, di tengah maraknya busana wanita yang mengeksploitasi keindahan tubuh wanita, muslimah yang mengenakan jilbab dengan sempurna tentunya adalah fenomena keanehan. Mereka dianggap orang asing dalam kehidupan saat ini.

Begitu pula ketika seorang Muslim yang mempertahankan keislamannya di tengah berserakannya ide sekularisme dijual di pasar bebas kehidupan. Ia tetap berpegang teguh meski harus menelan cemoohan dan sindiran begitu banyak orang: “Jangan sok suci!� “Jangan sok alim!�, begitu kira-kira umpatan banyak orang kepadanya ketika ia tidak mau berbuat maksiat. Ya, ternyata berpegang teguh kepada ajaran Islam dalam kondisi seperti saat ini, di tengah kehidupan sekularisme, menjadi sangat terasing dan dianggap aneh.

Tapi jangan khawatir, selama yang kita pegang adalah kebenaran Islam, tak perlu minder apalagi patah semangat. Justru menjadi orang-orang yang dianggap aneh atau terasing dalam komunitas yang menurut ajaran Islam justru dianggap komunitas yang aneh adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Bahkan Rasulullah saw. memuji orang-orang yang terasing dalam kehidupan yang rusak. Rasulullah saw. bersabda: “Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.� (HR Muslim no. 145)

Dalam hadis lain, Rasulullah saw. memberikan kabar gembira kepada kaum Muslimin yang senantisa bersabar dalam menghadapi godaan dan rayuan kehidupan yang akan memalingkan dirinya dari Islam. Sabda beliau: “Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?� Rasulullah saw. menjawab,�Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).� (HR Abu Dawud, dengan sanad hasan)

Subhanallah. Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang luar biasa kepada kita yang bisa bertahan dalam kondisi yang rusak ini. Iman kita menolong kita untuk nggak ikut larut dalam kehidupan yang rusak dan bejat. Tapi sebaliknya bertahan dengan memeluk ajaran Islam sepenuh hati dan sekuat tenaga. Tak akan melepaskannya selama hayat masih dikandung badan. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa menjaga diri dan berusaha untuk tetap istiqomah dalam keimanan dan kebenaran bersama Islam. Meski taruhannya adalah dianggap aneh atau bahkan diasingkan. Bukan hanya kita, tapi juga ajaran Islam yang kita peluk erat dianggap asing. Bersabarlah!

Iman harus tetap hidup
Ketika cahaya iman tetap menyala dalam hati dan pikiran kita, insya Allah kita tak akan pernah berada dalam kegelapan. Iman akan hidup dan memberikan tenaga bagi kita untuk memandu ke jalan yang benar. Kita tak akan pernah terpengaruh dengan kerusakan yang melingkari kehidupan kita saat ini.

Ibarat ikan yang hidup di air laut yang penuh dengan garam. Air laut yang asin itu, selama ikan masih hidup bisa bergerak ke sana kemari, asinnya air laut tak akan mampu meresap ke dalam tubuhnya. Tapi begitu ikan mati, maka air laut yang asin itu akan dengan mudah menyusup ke dalam tubuhnya. Sehingga tubuh ikan itu menjadi asin.

Seorang Muslim yang keimanannya tetap hidup dalam dirinya, insya Allah tak akan mudah larut dalam kehidupan yang rusak. Dan, harus dipahami bahwa keimanan itu harus kita pelihara terus. Pelihara iman dengan ketaatan kepada Allah Swt. Yup, kalo kita iman kepada Allah, ya harus taat kepadaNya. Itu sebabnya, nyalakan terus cahaya keimanan dalam hidup kita. Bagaimana agar cahaya keimanan tetap menyala? Para sahabat, generasi awal kaum Muslimin yang berhasil dididik Rasulullah saw. mengaitkan aktivitas berpikir dengan keimanan. Mereka menjelaskan bahwa, “Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir� (Kitab ad-Durrul Mantsur, Jilid II, h. 409)

Jadi, agar cahaya iman kita tetap menyala dalam kehidupan kita, banyaklah berpikir. Berpikir adalah proses terakhir setelah kita tahu dan belajar. Sebab, jika kita hanya tahu saja tentang Islam, tapi belum menyempatkan diri untuk belajar, maka besar kemungkinan kita tak akan pernah bisa mencapai derajat berpikir. Jadi, biasakan kita melalui proses KLT (Knowing, Learning, and Thinking: tahu, belajar, dan berpikir).

Boys and gals, jika kita tahu bahwa Islam mengajarkan kebaikan, maka kita akan belajar tentang kebaikan itu, dan berusaha untuk memikirkan bagaimana menyampaikan kebaikan itu kepada orang lain. Inilah yang insya Allah akan menjadikan cahaya iman tetap menyala bagi kita. Kita bukan hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri, tapi berupaya juga menyelamatkan orang lain agar bisa menerima cahaya iman. Sehingga akan banyak orang yang berbuat untuk memelihara keimanan ini agar tetap hidup dalam diri mereka.

Penyebab Islam terasingkan
Ada dua faktor yang bisa dianggap sebagai penyebab Islam menjadi terasing (bahkan bagi kaum Muslimin sendiri). Pertama, dari faktor internal. Kedua, dari faktor eksternal. Apa saja faktor internal yang menyebabkan Islam terasingkan?

Pertama, kaum Muslimin yang malas belajar. Ini akan menyebabkan kaum Muslimin tidak mengenal dan memahami, serta mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar.

Kedua, tidak terjalin ukhuwah dengan benar di antara kaum Muslimin. Kaum Muslimin tidak bersatu. Padahal bersaudara itu adalah sebuah kenikmatan dari Allah Swt. Jika kita bersama dan bersatu, insya Allah kita akan terlihat sebagai kekuatan yang besar. Firman Allah Ta’ala:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.� (QS Ali Imran [3]: 103)

Ketiga, sedikit atau bahkan hilangnya aktivitas dakwah. Ini akan menjadi faktor pelemah kekuatan Islam karena Islam tidak tersebar dan tidak diketahui banyak oleh kaum Muslimin (dan juga nonMuslim).

Keempat, berhentinya proses ijtihad. Ini menjadi bencana kaum Muslimin karena banyak masalah baru tidak bisa terpecahkan dengan benar dan baik. Kelima, hancurnya Daulah Khilafah Islamiyyah, sehingga tak ada pelindung bagi kaum Muslimin. Akibatnya banyak kaum Muslimin yang hidup dalam kemaksiatan, kenistaan, dan penderitaan panjang.

Adapun faktor eksternal penyebab Islam menjadi terasing adalah upaya musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam melalui perang pemikiran dan budaya. Sehingga kaum Muslimin menjadi gamang dalam hidup bahkan sebagian besar merasa minder menyandang predikat Muslim. Mereka takut terasing dan akhirnya larut bersama kehidupan yang rusak.

Itu sebabnya, mari kita bekerjasama untuk segera bangkit dari kondisi ini. Harus segera sadar, tahu, dan mau mengamalkan dan memperjuangkan Islam. Agar Islam tidak asing dan kaum Muslimin tidak merasa terasingkan. Kobarkan semangat dan tetap istiqomah bersama Islam! Sebab, Islam emang beda dengan agama dan ideologi lain. Pede aja lagi! [solihin]

(Buletin STUDIA – Edisi 323/Tahun ke-8/8 Januari 2007)