gaulislam edisi 282/tahun ke-6 (6 Jumadil Awal 1434 H/ 18 Maret 2013)
Eh, jangan salah lho, Islam juga terampil mengajarkan etika untuk hubungan sesama manusia. Mungkin bahasanya yang pas adalah akhlak. Tapi, etika juga masih pas kok, karena menurut kamus bahasa Indonesia, etika itu adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, apa sih definisi akhlak dalam pandangan Islam? Menurut Muhammad Husain Abdullah (dalam bukunya, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm 100), disebutkan bahwa secara bahasa akhlaq berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (as-sajiyah) dan tabiat (at-thab’u). Sedangkan menurut istilah (makna syara’) akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya. Sifat-sifat akhlak ini tampak pada diri seorang muslim tatkala dia melaksanakan berbagai aktivitas—seperti ibadah, mu’amalah, dan lain sebagainya. Tentu, jika semua aktivitas itu ia lakukan secara benar sesuai tuntunan syariat. Nah, catet deh tuh!
Intinya nih, akhlak bukan semata sifat moral, tapi emang perintah dari Allah Swt. Itu sebabnya, ada penjelasan bahwa harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai perintah Allah Swt. Dengan kata lain, jika ada orang yang jujur, sopan-santun, bertutur kata yang baik, tapi semua itu tidak sesuai dengan ajaran Islam dan perintah Allah Swt. maka nggak diterima amalannya. Contoh mudahnya, apa yang dilakukan oleh orang yang nggak beriman kepada Allah Swt., perbuatan mereka sia-sia dilihat dari segi amalannya.
Sobat, bersikap lemah lembut kepada orang lain, bukan semata-mata sifat moral (etika), tapi emang perintah dari Allah Swt., dan kita harus melaksanakannya. Sebagaimana firmanNya (yang artinya): “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali Imraan [3]: 159)
Nah, ini sekadar contoh kecil. Lalu contoh lainnya? Nih di antaranya yang bisa kamu simak:
Kejujuran
Dalam bahasa Arab dikenal istilah shidiq (ash-sidqu) artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau bohong (al-kazib). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir-batin; Benar hati (shidq al-qalb), benar perkataan (shidq al-hadiits), dan benar perbuatan (shidq al-‘amal). Antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apalagi antara perkataan dan perbuatan. (Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A., Kuliah Akhlaq, hlm. 81)
Sobat muda, Islam udah ngajarin kejujuran ini, jadi bukan semata sifat moral (etika). Tapi emang udah ada perintahnya dari Allah Swt. Dalam perkataan, Rasulullah saw. udah ngasih penjelasan kepada kita lewat sabadanya (yang artinya): “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu: Apabila berkata dusta; bila berjanji ingkar; dan bila percaya, khianat” (HR Muttafaqun ‘Alaihi)
Rasulullah saw. pernah ditanya oleh para sahabatnya, “Apakah ada orang mukmin yang penakut? Nabi bersabda: “Ada”. Beliau ditanya lagi: “Apakah ada orang mukmin yang kikir?” Beliau bersabda: “Ada”. Kemudian ditanya lagi: “Apakah ada orang mukmin yang pembohong?” Beliau menjawab: “Tidak ada”. (HR Malik)
Pemaaf
Bro en Sis rahimakumullah, ‘penggila’ gaulislam, ngasih maaf dan meminta maaf seharusnya menjadi budaya yang baik di antara kita. Gondok sama orang boleh aja. Tapi bukan berarti harus terus-terusan dipelihara. Selain capek ati, juga kita jadi keras hati. Salah-salah malah jadi pendendam. Memang sakit banget kalo dihina sama seseorang. Kita bisa kecewa jika dikhianati, kita bisa muak jika dibohongi. Tapi, bukan berarti kita terus memendam perasaan itu apalagi berniat tak akan pernah memaafkannya sampe delapan turunan (pake tanjakannya juga nggak? Hahahaha…)
Sobat, Rasulullah saw. pernah menyampaikan sabdanya: “Shadaqah tidak mengurangi sebagian dari harta, dan Allah tidak menambah kepada seorang hamba karena maaf melainkan kemuliaan, dan seseorang tidak bertawadhu’ karena Allah, melainkan Allah meninggikannya.” (dikutip dari Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin, hlm. 233)
Dari Uqbah bin Amir, dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzhalimimu.” (HR Ahmad, al-Hakim, dan al-Baghawy)
Semoga kita gampang memaafkan orang yang telah menzhalimi kita sekalipun. Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk sabar, lemah lembut, dan pemaaf. Itu sebabnya menjadi pendendam itu nggak baik. Nggak ada untungnya juga. Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari; keduanya bertemu tapi saling memalingkan mukanya. Dan yang paling baik di antara keduanya ialah yang memulai lebih dahulu mengucapkan salam” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Pemurah
Abdurrahman bin Auf mendengar Rasulullah saw. bersabda padanya suatu hari: “Hai Ibnu Auf sesungguhnya engkau termasuk golongan orang kaya dan engkau akan memasuki surga dengan merangkak. Berilah pinjaman kepada Allah, niscaya Allah akan menolongmu membuat kedua kakimu berguna (sehingga engkau masuk surga dengan berlari kencang).” (HR Imam Ahmad)
Setelah mendengar sabda Rasul itu, suatu hari Abdurrahman bin Auf membeli tanah seharga 40.000 dinar (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas murni) kemudian membagikan semuanya kepada keluarganya dari Bani Zahra, kepada isteri-isteri Rasulullah saw. (ummahatul mukminin), dan kaum muslimin yang fakir. Di suatu hari yang lain, dia menyediakan 500 ekor kuda untuk jihad fisabilillah dan di hari yang lain lagi, ia menyerahkan 1.500 ekor kuda. Dan pada saat meninggalnya, dia mewasiatkan 50.000 dinar dan mewasiatkan pula agar para pejuang Badar yang masih hidup masing-masing diberi 400 dinar, sampai-sampai Utsman bin Affan pun mengambil bagiannya meskipun dia kaya. Utsman berkata: “Sesungguhnya harta Abdurrahman halal dan suci, dan makan dari harta itu sehat dan barakah.”
Oya, sikap pemurah atau kedermawanan yang paling tinggi levelnya itu adalah mendahulukan kepentingan orang lain. Artinya, meski dia membutuhkan, tapi ketika ada orang lain yang jauh membutuhkan, maka ia akan mendahulukan orang tersebut ketimbang dirinya. Wuih, keren banget ya?
Sekadar kamu tahu nih, kisah tentang Ikrimah bin Abu Jahl, Suhail bin Amr dan al-Harits bin Hisyam serta beberapa orang lainnya dari Bani Al-Mughirah mati syahid pada waktu Perang Yarmuk. Ketika Ikrimah, Suhail, dan al-Harits dalam keadaan terluka, mereka diberi beberapa teguk air. Pertama air diberikan kepada Ikrimah, tapi karena ia melihat Suhail sedang memandangi dirinya, Ikrimah berkata, “Minumlah air ini lebih dulu!” Ketika air itu di tangan Suhail, dan Suhail melihat ke arah al-Harits yang sedang memandanginya, maka air itu ia sodorkan kepada al-Harits sambil berkata, “Minumlah air ini lebih dulu!”. Akhirnya, mereka semua wafat karena ingin mendahulukan saudaranya yang lain tanpa ada yang sempat meminum airnya. (Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin, hlm. 261)
Tolong menolong
Prinsip tolong-menolong dalam Islam juga diajarkan, But, tolong menolongnya bukan dalam rangka mengokohkan kejahatan atau melindungi maksiat. Islam membolehkan tolong menolong dalam kebaikan. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” (QS al-Maa’idah [5]: 2)
Hidup bertetangga dan bermasyarakat juga rasanya elok banget kalo dihiasi dengan sikap tolong-menolong ini. Itu sebabnya, biar saling menolongnya berada dalam kebaikan, Rasulullah saw. sampe mengatakan bahwa tetangga yang baik itu adalah bagian dari kebahagiaan hidup. Jadi, kalo dengan tetangga kudu saling tolong. Beliau bersabda (yang artinya): “Di antara yang membuat bahagia seorang Muslim adalah tetangga yang baik, rumah yang lapang, dan kendaraan yang nyaman.” (HR Hakim)
Kebersihan
Islam, mengajarkan juga tentang kebersihan, boys and gals. Kebersihan diri, pakaian, dan juga tempat tinggal. Risih juga sih ya kalo ngeliat ada orang yang pipis sembarangan. Coba deh jalan-jalan ke terminal. Cari tempat-tempat yang agak tersembunyi. Biasanya di belakang antrian bis-bis yang lagi nunggu giliran diberangkatkan itulah banyak yang pipis sembarangan. Padahal, udah ada WC umum, eh, tetep aja pada pipis di belakang bis, di dekat pohon. Jadinya bau kan?
Kayaknya nih, temen-temen kita yang masih sembarangan pipis kudu baca hadis ini. Abu Hurairah ra berkata: Rasululullah saw. bersabda: “Awaslah kamu dari dua tempat-tempat kutukan orang. Ditanya: Apakah dua tempat yang dikutuk itu? Jawab Nabi saw.: “Orang yang buang air di jalan orang atau tempat berteduh (bernaung) mereka.” (HR Muslim)
Berkaitan dengan diri sendiri pun Islam mengajarkan untuk tampil bersih. Berkaitan dengan masalah gigi aja, Rasulullah saw, bersabda: “Bersiwak (menggosok gigi) itu menyucikan mulut dan membuat ridha Allah Swt.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Imam Nasa’i)
Oke, ini beberapa contoh aja lho dari hebat dan istimewanya Islam. Intinya, Islam mengajarkan semua aspek kehidupan: akidah, akhlak, dakwah, fikih, muamalah, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dan kenegaraan. Keren banget kan? Islam, gitu lho! [solihin | Twitter @osolihin]
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” (QS al-Maa’idah [5]: 2)
Brdasarkan ayat diatas, mnrngkn kita tdk blh tolong mnolong dlm brbuat dosa Dan planggaran, nah kalau mmbntu tmn krna nilainya kurang baik dgn cara curang, agar tmn itu mndpt nilai baik gmn hkumny ya?