Friday, 22 November 2024, 01:18

Bukan sulap bukan sihir. Jangan pula kaget, apalagi sutris kalo akhir-akhir ini banyak yang benci sama Islam. Kalo dia musuh Islam, ya wajar aja. Tapi mungkin rada-rada terkejut kalo yang nggak suka sama Islam justru kaum muslimin itu sendiri. Ada yang nekatz bikin tafsir baru tentang ayat-ayat yang ada di al-Quran, ada pula yang tega menyebutkan bahwa Islam nggak berpihak pada wanita dengan adanya hukum poligami, yang menurut pengkritiknya, menyengsarakan kaum wanita. Malah, nggak sedikit yang kemudian memodifikasi Islam dengan ajaran lainnya, maka muncul istilah Islam liberal, Islam moderat untuk menandingi istilah yang mereka buat sendiri, yakni Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam garis keras dsb. Waduh!

Ehm, saya nggak bermaksud memprovokasi supaya kamu jadi beringas, pasang muka garang, tangan mengepal siap melayangkan bogem mentah kepada mereka yang mulai mempertanyakan kebenaran Islam. Nggak, di buletin ini saya cuma ingin ngajak kamu belajar, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam.

Tenang aja. Nggak gerasak-gerusuk kayak orang mo kebelet pipis. Pikiran tenang, hati jernih, insya Allah bisa ngendaliin keadaan. Jadinya, kita juga bisa melawan setiap upaya penghancuran ajaran Islam dengan kajian yang mencerdaskan pula. Paling nggak, kita ngasih jawaban yang berasal dari ajaran Islam. Bukan dari yang lain. Sebab, kalo dilawan dengan hawa nafsu juga akibatnya bisa fatal banget.

Kita pengen coba bahas sedikit kenapa masih ada yang meragukan ajaran Islam. Padahal, Islam emang beda! Beda ama agama mana pun dan emang nggak bisa disamain dengan ideologi mana pun. Makanya banyak yang nyesek kalo Islam sampe kembali memimpin dunia ini. Panas dingin deh. Kenapa? Karena pasti akan menjadi pesaing utama ideologi yang ada, khususnya Kapitalisme. Jadinya, setiap ada usaha kaum muslimin untuk memurnikan ajaran Islam, pasti deh dikecam, pasti tuh dicemooh, bahkan dengan sadis bilang kalo Islam tuh ngajarin terorisme. O..ow! (nggak salah nuduh nih?)

Sobat muda muslim, jangan dulu begidik tanda nggak suka dengan bahasan kita kali ini, jangan pula langsung melempar buletin ini ke tempat sampah. Sebab, di sini saya janji nggak bakalan ngedoktrin kamu dengan cara menggurui (apalagi menghakimi). Nggak. Tapi saya coba ngajak kamu berpikir, berusaha menuntun kamu dengan ngajak ngobrol asyik soal yang katanya berat-berat itu. Setuju kan?

Ketika Islam dipertanyakan
Rasa-rasanya emang aneh. Tapi beginilah kenyataannya. Kamu pasti udah denger dong soal KHI alias Kompilasi Hukum Islam? Yup, counter legal draft KHI ini udah bikin geger. Kenapa? Soalnya, draft yang disusun oleh Tim Pengarusutamaan Gender bentukan Depag ini ganjil banget (makhluk ganjil dong?). Disebutkan bahwa poligami dilarang. Perkawinan beda agama malah disahkan. Kawin kontrak diizinkan. Pembagian waris antara laki dan perempuan harus sama dan sebanding. Udah gitu, ngasih batas perkawinan minimal 19 tahun. Laki-laki, sebagaimana umumnya perempuan—juga memiliki masa �iddah (misalnya kalo udah cerai kudu menanti sekian bulan untuk bisa menikah lagi), seorang gadis boleh menikahkan dirinya sendiri tanpa walinya (padahal yang benar hal itu cuma berlaku untuk para janda). Walah!

Sobat muda muslim, kalo diusut-usut (tapi nggak sampe kusut lho), ternyata draft KHI ini disusun berdasarkan empat pendekatan: gender, pluralisme, hak asasi manusia dan demokrasi. Heuheu… pantes aja kacau-beliau. Karena semua itu tidak saja bertentangan dengan Islam, tapi juga menentang Islam. Jadi, memang nggak bakalan bisa nyetel untuk ngatur Islam, tapi aturannya dari luar Islam. Ibarat mo bikin sayur lodeh kok pake resep bumbu untuk sop? Nggak nyetel tuh!

Kalo menurut Pak Adian Husaini, salah seorang anggota MUI, “Menyimak dasar pijakan penyusunan draft KHI, sebenarnya pola pikir yang mendasari tim penyusun bukanlah pola pikir yang berkembang dalam tradisi Islam. Epistimologi atau metodologi penafsiran al-Quran dan Sunnah yang digunakan bukanlah metodologi penafsiran yang digunakan kaum muslimin selama ini. Mereka lebih suka meminjam metodologi hermeneutis. Mereka lebih percaya kepada Paul Ricour, Ferdinand de Saussure, Emmilio Betti, Michel Foucault, Antonio Gramsci, John Hick, Wilfred Cantwell Smith, dan teman-temannya, ketimbang percaya kepada Imam as-Syafi’i atau al-Ghazali.� (Sabili, No. 8 Th. XII 5 Nopember 2004)

Ambil contoh soal larangan poligami yang termuat dalam draft KHI tersebut, “Asas perkawinan adalah monogami. Perkawinan di luar itu harus dinyatakan batal secara hukum (pasal 3 ayat 2)�

Aneh banget deh, sesuatu yang dimubahkan Allah malah mereka larang, tapi yang udah jelas haramnya malah didiamkan atau bahkan didukung, seperti pasal-pasal yang membolehkan perjanjian perkawinan dalam jangka waktu tertentu dan perkawaninan beda agama. Kacau euy, padahal Allah telah menghalalkan poligami sebagai solusi atas suatu permasalahan, bukan untuk membuat permasalahan baru. Allah Swt. berfirman: “Jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kalian mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.� (QS an-Nisa’ [4]: 3)

Tujuan ayat tersebut adalah membatasi jumlah isteri maksimal empat, karena sebelum turunnya ayat ini, jumlah wanita yang boleh diperisteri?  tidak ada batasannya. Dalilnya antara lain hadis Ghaylan bin Salamah ra, yang telah masuk Islam dan dia mempunyai sepuluh isteri, lalu mereka masuk Islam bersama Ghaylan. Maka Nabi saw. memerintahkan Ghaylan untuk memilih empat orang di antara mereka. (HR. Ahmad dan?  at-Tirmidzi)

Jadi, poligami jelas adalah sesuatu yang halal. Bukan sesuatu yang haram. Lalu, atas dasar apa mereka berani melarang sesuatu yang telah dihalalkan Allah?

Sobat muda muslim, belum lagi soal perkawinan beda agama, “Perkawinan beda agama boleh� (pasal 54). Idih, nekatz banget bilang boleh, padahal Allah menjelaskan dalam firmanNya:

?ˆ???„?§?? ?????†?’?ƒ???­???ˆ?§ ?§?„?’?…???´?’?±???ƒ???§???? ?­?????‘???‰ ?????¤?’?…???†?‘?? ?ˆ???„?£?????…???©?Œ ?…???¤?’?…???†???©?Œ ?®?????’?±?Œ ?…???†?’ ?…???´?’?±???ƒ???©?? ?ˆ???„???ˆ?’ ?£???¹?’?¬???¨?????’?ƒ???…?’ ?ˆ???„?§?? ?????†?’?ƒ???­???ˆ?§ ?§?„?’?…???´?’?±???ƒ?????†?? ?­?????‘???‰ ?????¤?’?…???†???ˆ?§ ?ˆ???„???¹???¨?’?¯?Œ ?…???¤?’?…???†?Œ ?®?????’?±?Œ ?…???†?’ ?…???´?’?±???ƒ?? ?ˆ???„???ˆ?’ ?£???¹?’?¬???¨???ƒ???…?’
“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hati kalian. Janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik daripada orang-orang musyrik walaupun dia menarik hati kalian.� (QS al-Baqarah [2]: 221)

Ini dua contoh pasal ganjil di draft KHI tersebut, kalo dirunut semua, nggak cukup di buletin ini. Tapi intinya, draft itu dibuat memang untuk melawan Islam.

Islam for All
Tolong, jangan ragukan Islam. Jangan coba-coba ngobrolin Islam dan membahas aturannya dari kacamata ajaran lain. Apalagi sampe memasukkan ajaran dari ideologi dan agama lain. Itu namanya nyari perkara. Bukan beresin masalah, tapi bikin masalah tuh.

Justru sebaliknya kita pegang erat-erat ajaran Islam, pahami, dan amalkan. Biar siapa pun tahu bahwa Islam memang rahmat bagi seluruh alam. Nggak cuma untuk kaum muslimin aja. Kehadirannya bisa dirasakan dan menyelamatkan kehidupan manusia. Tapi, kalo sekarang ada segolongan aja dari kaum muslimin yang memasukkan �virus’ pemikiran asing ke dalam ajaran Islam, mana mungkin Islam bisa disebut rahmat bagi seluruh alam. Tul nggak? Entar malah orang-orang yang nggak suka dengan Islam makin sebel aja ngelihat “kekacauan� yang kini terjadi di antara kita.

Beginilah kalo Islam nggak diterapkan sebagai ideologi negara. Banyak masalah muncul (termasuk soal KHI ini), dan jelas itu membuat imej bahwa Islam bukan lagi menjadi rahmat bagi seluruh alam, tapi menjadi bahaya bagi seluruh alam. Gawat banget kan? Padahal, jika Islam diterapkan sebagai ideologi negara, paling nggak ada delapan aspek dalam kehidupan luhur masyarakat manusia yang akan dipelihara, yaitu (lihat Muhammad Husain Abdullah, Dirasat fil Fikri al Islami, 1990, hlm. 61):

Memelihara keturunan, yakni dengan mensyariatkan nikah dan mengharamkan perzinaan, serta menetapkan berbagai sanksi hukum terhadap para pelaku perzinaan itu, baik hukum jilid maupun rajam.

Memelihara akal, yakni dengan mencegah dan melarang dengan tegas segala perkara yang merusak akal seperti minuman keras (muskir) dan narkoba (muftir) serta menetapkan sanksi hukum terhadap para pelakunya.

Memelihara kehormatan, yakni dengan melarang orang menuduh zina, mengolok, menggibah, melakukan tindakan mata-mata, dan menetapkan sanksi-saksi hukum bagi para pelakunya.

Memelihara jiwa manusia, yakni dengan menetapkan sanksi hukuman mati bagi orang yang telah membunuh tanpa hak, dan menjadikan hikmah dari hukuman itu (qishash) adalah untuk memelihara kehidupan (coba deh lihat QS al-Baqarah [2]: 179). Kalaupun tidak dikenai hukum Qishash, yang berlaku adalah hukum diat. Yakni, keluarga korban berhak atas ganti rugi yang wajib diberikan pihak keluarga pembunuh sebesar 1000 dinar (4250 gram emas) atau 100 ekor onta atau 200 ekor sapi.

Memelihara harta, yakni dengan menetapkan sanksi hukum terhadap tindakan pencurian dengan hukuman potong tangan yang akan mencegah manusia dari tindakan menjarah harta orang lain. Demikian pula peraturan pengampunan (hijr), yakni pencabutan hak mengelola harta bagi orang-orang bodoh dengan menetapkan wali yang akan memelihara harta yang bersangkutan Islam juga melarang tindakan belanja berlebihan, yakni belanja pada perkara haram.

Memelihara agama, yakni dengan melarang murtad serta menetapkan sanksi hukuman mati bagi pelakunya jika tidak mau bertobat kembali kepangkuan Islam. Sekalipun demikian, Islam tidak memaksa orang untuk masuk Islam (lihat deh QS al-Baqarah [2]: 256).

Memelihara keamanan, yakni dengan menetapkan hukuman berat sekali bagi mereka yang mengganggu keamanan masyarakat, misalnya dengan memberikan sanksi hukum potong tangan plus kaki secara silang serta hukuman mati dan disalib bagi para pembegal jalanan (lihat: QS al-Maidah [5]: 33). Hukum syariat demikian diberikan kepada semua warga negara, baik muslim atau nonmuslim tanpa diskriminatif.

Memelihara negara, yakni dengan menjaga kesatuannya dan melarang orang atau kelompok orang melakukan pemberontakan (bughat) dengan mengangkat senjata melawan negara.

Oke deh, setiap hukum Islam bila diterapkan akan menghasilkan ketenangan seperti itu. Kesemuanya itu akan dirasakan dan menjadi hak setiap orang yang tunduk kepada aturan syariat Islam tersebut, baik muslim ataupun bukan. Dengan demikian, melalui penerapan syariat Islam secara total kemaslahatan akan dirasakan oleh semua umat manusia. Islam emang for all.

So, kurang apalagi? Selain kitanya yang emang kurang berjuang. Yuk, berjuang untuk Islam. Jangan menghancurkannya! [solihin]

(Buletin Studia – Edisi 221/Tahun ke-5/6 Desember 2004)

1 thought on “Islam, Ya Islam!

Comments are closed.