Tuesday, 3 December 2024, 23:51
jalansendiriaja

gaulislam edisi 845/tahun ke-17 (19 Jumadil Akhir 1445 H/ 1 Januari 2024)

Udah berganti tahun aja nih. Edisi perdana buletin kesayangan kamu ini terbit di awal tahun 2024. Banyak sudah yang memotivasi bahwa tahun ini harus lebih baik dari tahun sebelumnya. Kudu punya rencana dan cita-cita serta target di tahun ini. Beragam harapan disemai demi meraih yang terbaik dari tahun kemarin. Walau, kadang rencana tinggal rencana, harapan malah jauh panggang dari api. Ada berbagai kendala yang menghalangi, baik secara internal maupun faktor eksternal. Setiap orang berbeda kondisi. Namun demikian, setidaknya sudah punya niat, tujuan, rencana, strategi, komitmen, dan upaya. Nah, enam poin barusan, ada yang sungguh-sungguh dikerjakan, ada yang sekadar ucapan dan angan-angan. Tentu aja hasilnya bisa berbeda, lho.

Sebenarnya kita hanya perlu fokus pada apa yang sudah kita kerjakan sebelumnya, di tahun sebelumnya. Fokus pada tujuan yang udah kita tetapkan. Jadi, nggak perlu lagi balik dari nol setiap berganti tahun. Terus aja konsisten alias istiqamah. Jangan kendor semangat. Lelah sudah pasti, tetapi jangan menyerah, apalagi malah rebahan. Nggak gitu aturan mainnya. Sebab, untuk bisa istiqamah memang berat. Kalo pengen ringan namanya istirahat. Jadi, terus aja bergerak setiap hari. Berganti hari, datang minggu, berganti bulan, dan akhirnya sampai pada tahun lalu terus berulang. Jadi, intinya ada pada kerja harian kita. Soal target boleh saja dibuat per bulan, per tahun atau per sekian tahun. Capaiannya apa saja. Tercapai atau malah gagal. 

Momen tahun baru sering dijadikan langkah awal membuat resolusi. Tahu arti resolusi? Kalo menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), yakni suatu putusan atau kebulatan pendapat yang berupa permintaan ataupun tuntutan (dalam sebuah rapat ataupun musyawarah). Pendek kata, kalo dihubungkan dengan istilah resolusi yang orang-orang biasa obrolkan terkait apa harapan setiap berganti tahun, yakni harapan-harapan yang disusun agar segalanya di tahun selanjutnya dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Begitu kira-kira.

Hanya saja, biasanya nyusunnya mudah, tetapi realisasinya susah. Banyak alasan banyak kendala, dan akhirnya berjalan apa adanya. Nggak konsisten, nggak istiqamah. Duh, kalo kayak gitu sih nanti nggak ada bedanya dengan tahun sebelumnya. Kata orang bijak, gagal merencanakan artinya merencanakan kegagalan. Jangan juga sih kalo begitu. Itu sebabnya, memang perlu disusun dengan lebih baik. Setidaknya poin-poin pentingnya kita ingat.

Hidup itu tumbuh dan berkembang

Sobat gaulislam, sejak kita lahir waktu terus berjalan lurus ke depan. Nggak nungguin kita yang malas, nggak memaklumi kaum rebahan. Terus aja berjalan, berganti hari, berbilang minggu, bertukar bulan, dan berubah tahun. Terus berjalan sejak sang waktu diciptakan. Putaran hari-hari itulah yang kemudian membuat kita berkembang. Bahkan sejak belum lahir kita udah berkembang juga sesuai waktu. Di dalam rahim ibu sembilan bulan lamanya saat kita jadi janin, lalu lahir. Jadi bayi. Berproses terus hingga menjadi anak-anak, menjelang remaja, remaja, dewasa, bahkan jadi orang tua, jadi punya cucu, ada yang kesampaian punya cicit. Oya, jangan lupa juga bahwa ada di antara teman kita yang sudah kembali menghadap Allah Ta’ala sejak di dalam kandungan, ada yang saat baru lahir, ada yang balita, tak sedikit yang anak-anak, ada juga yang remaja. Itulah kehidupan, yang juga berdampingan dengan kematian.

Hanya saja, yang perlu kita perhatikan adalah hidup yang seperti apa yang seharusnya kita raih? Istiqamah dalam hidup itu yang bagaimana? Apa saja yang harus dipersiapkan agar hidup selamat di dunia dan di akhirat. Pendek kata, ini ada hubungannya dengan dari mana kita berasal, mau ngapain di dunia ini, dan akan ke mana setelah selesai di kehidupan dunia. Istiqamah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita. Membawa nilai dan target apa saja yang seharusnya diraih. Ini penting.

Wajar sih kalo kita ingin lebih baik dari tahun ke tahun. Mengejar cita-cita untuk kehidupan yang lebih baik di dunia, sudah banyak dilakukan orang. Kita boleh melakukan hal yang sama? Sangat boleh. Memang harus punya kemauan agar bisa memiliki kemampuan. Beneran. Sebab, hidup harus terus berjalan dan juga berkembang, maka dalam pendidikan aja kita berjenjang. Misalnya dari PAUD, lalu TK, lanjut SD, berikutnya SMP, nyambung ke SMA, bersusah payah agar bisa kuliah, bahkan sampai level tertinggi (S3, misalnya). Nah, ini namanya berkembang. Nggak sekadar hidup. Ada kemauan agar bisa memiliki kemampuan. Kemampuan yang makin meningkat sesuai pendidikan dan pengalaman yang dilalui. 

Di setiap jenjang pendidikan udah ada aturannya. Misalnya PAUD setahun, TK 2 tahun. SD 6 tahun, SMP dan SMA masing-masing 3 tahun. Itu harus dilalui dan dikejar targetnya. Jangan sampai SD malah 12 tahun. Aduh, berarti setiap kelas dilalui 2 tahun karena selalu nggak naik kelas dan akhirnya ngulang. Rugi waktu namanya. Malu juga kalo kelas 6 SD ternyata udah 17 tahun. Usia segitu harusnya udah SMA kelas 2 atau kelas 3.

Oya, selain berkembang dalam keterampilan dan kemampuan akademik, tentunya sebagai muslim hidup kita juga kudu tumbuh dan berkembang dalam kebaikan. Ada capaian-capaian amal shalih di setiap hari, minggu, bulan, dan tahun. Targetnya kudu ditentukan, dan jalani prosesnya. Malu dong kalo udah kelas 2 SMA alias kelas 11 masih belum tahu cara wudhu, masih belum ngerti gimana caranya mandi wajib, malah blank soal apa aja gerakan shalat. Aduh, itu sih kebangetan kalo secara fakta ada, ya.

Soal adab dan akhlak ini sebenarnya yang perlu diperhatikan lebih. Malu banget kalo udah baligh alias secara perkembangan fisik udah tumbuh bulu di mana-mana dan suara juga berubah, tetapi masih doyan berbohong (idih, bohong kok doyan?). Masih mengabaikan aturan syariat Islam. Seringnya melanggar. Janji nggak ditepati, amanah nggak ditunaikan. Ngeri. Udah nggak bisa ditolerir kalo udah baligh mah. Udah dewasa. Perlu terus memiliki semangat dan kemauan untuk belajar agama. Agar amal shalih yang dikerjakan  ada dasarnya. Nggak asal melakukan, apalagi sekadar ikut-ikutan tanpa ilmu. Bisa istiqamah dalam kebaikan itu bersyukur banget. Sebab, punya ilmu. Meski berat, ya harus dijalani prosesnya. 

Istiqamah sepanjang masa

Sobat gaulislam, kayaknya berat kalo kudu istiqamah sepanjang masa. Sebab, sebagai manusia biasa kita pasti ada salah. Ada malasnya, ada salah langkah. Betul. Namun, jangan diniatkan untuk sengaja berbuat salah, atau merencanakan untuk sekali-kali berbuat salah. Jangan. Ngeri. Gimana kalo pas ajal datang, pas kamu lagi ngelakuin keburukan atau kesalahan yang disengaja. Kalo dipaksa, atau lupa atau banyak kondisi lainnya yang akhirnya kita jadi salah, masih bisa dimaklumi, asalkan bertaubat dan senantiasa berharap Allah Ta’ala mengampuni dosa kita tersebut. Iringi juga dengan beramal shalih sebanyak kita bisa lakukan.

Jadi, niatkan untuk senantiasa beramal shalih dan berbuat kebaikan. Sering berdoa agar diberikan kemampuan untuk mengikuti yang haq (kebenaran) dan menjauhi yang bathil. Semoga dengan doa yang sering kita panjatkan dan menerapkan ilmu yang sudah kita dapatkan, maka amal shalih kita berbuah pahala. Jika ada khilaf atau salah, semoga dimudahkan untuk bertaubat. Sehingga kita senantiasa berada dalam kebaikan dan istiqamah dalam menjalaninya. Istiqamah mempertahankan akidah (tauhid). Dan, kudu siap dengan ujiannya.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS FUshshilat [41]: 30)

Syaikh Muhammad Aman al-Jamy rahimahullah berkata:

‏أحسن نوع من أنواع الكرامة كما قال أهل العلم: أن يرزق الله عبده الاستقامة على دينه فيبقى مستقيما حتى يلقاه.

“Yang terbaik dari macam-macam karamah adalah sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama, yaitu; dengan Allah mengaruniakan rezeki kepada hamba-Nya berupa keistiqamahan di atas agama-Nya hingga dia tetap istiqamah sampai berjumpa dengan-Nya.” (dalam Syarh Qurratul ‘Uyunil Muwahhidin, hlm. 20)

Istiqamah itu bagian dari rezeki yang Allah Ta’ala berikan. Maka, patut dipertanyakan pada diri kita sendiri kalo kita nggak istiqamah dalam agama kita, berarti kita nggak dikasih rezeki berupa istiqamah. 

Oya, bisa berdoa kepada Allah Ta’ala, juga bagian dari rezeki. Kalo sampe kita nggak bisa berdoa, baik karena nggak sempat atau nggak mau, berarti kita nggak dikasih rezeki berupa kemauan untuk berdoa kepada Allah Ta’ala.

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

قَالَ أَمِير الْمُؤمنِينَ عمر بن الْخطاب إِنِّي لَا أحمل هم الْإِجَابَة وَلَكِن هم الدُّعَاء فَإِذا ألهمت الدُّعَاء فَإِن الْإِجَابَة مَعَه

“Amirul mukminin Umar bin Khattab berkata, “Sesungguhnya bukan pengabulan doa yang mendorongku untuk berdoa, karena yang menjadi tekadku adalah hanya benar-benar berdoa. Karena, apabila aku diberi hidayah untuk dapat berdoa, maka pengabulan akan menyertai bersamanya.” (dalam al-Faw?id, jilid 1, hlm. 97)

Jangan lelah untuk istiqamah, terutama dalam menegakkan agama Allah Ta’ala. Jangan nyerah dalam membela agama Allah Ta’ala. Tetaplah istiqamah.

Syaikh Muhammad Khalil Harras rahimahullah berkata,

ومن استقام على صراط الله الذي هو دينه الحق في الدنيا استقام على هذا الصراط 

في الآخرة؛ وقد ورد في وصفه أنه أدق من الشعرة وأحد من السيف.

“Orang yang ketika di dunia bersungguh-sungguh untuk istiqamah di atas jalan Allah, yaitu agama-Nya yang benar, niscaya dia akan istiqamah (melewati) shirath (jembatan yang terbentang di atas neraka) nanti di akhirat. Disebutkan tentang ciri shirath, bahwa ia lebih tipis daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada sebilah pedang.” (dalam Syarah Aqidah al-Wasithiyyah, hlm. 111)

So, udah banyak nih yang ngasih nasihat soal istiqamah. Intinya, kita fokus pada niat, tujuan, cara meraih tujuan, dan pastikan itu adalah kebenaran yang diajarkan agama. Jangan berbuat maksiat, jangan mengajak kepada dosa, jangan berbuat keburukan. Istiqamahlah dalam beramal shalih, tetap berharap pahala, dan teruslah berbuat kebaikan. Jadi, istiqamah itu dalam kebaikan, bukan dalam keburukan. Kalo dari tahun kemarin dan kemarinnya lagi, dan tahun sebelumnya lagi sampai sekarang masih betah berbuat buruk, itu namanya kebangetan. Itu bukan istiqamah. Sebab, istiqamah itu dalam kebaikan, bukan dalam keburukan. Sejak kecil usia prabaligh rajin shalat sunnah dan shaum, dan sampai sekarang masih melakukannya,itu baru namanya istiqamah. 

Itu sebabnya, kalo masih betah berbuat buruk dan bergelimang dosa, maka sadarlah kawan. Jangan diteruskan, jangan kebablasan berbuat maksiat. Saatnya taubat nasuha (sungguh-sungguh). Menyesal, nggak mengulangi lagi, jauhi, perbanyak amal shalih, dan istiqamahlah. Berat? Tentu. Maka, sabar dan terus bertahan dalam kebaikan. Jangan sampai istirahat dari kebaikan (alias nggak mau berbuat baik lagi). Jangan. Bahaya. Istiqamah di jalan agama-Nya. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *