Monday, 25 November 2024, 08:01

Sobat muda muslim, nggak terasa ya kita udah ada di ujung tahun 2005. Setahun itu memang cepat sekali. Benar juga kata Musashi, “Seribu tahun itu ibarat kilatan cahaya�. Ragam peristiwa tentu sudah kita jalani selama ini. Jika kamu umur 16 tahun saat ini, maka hidupmu yang sudah dilalui adalah selama itu. Dan di penghujung tahun ini, insya Allah usiamu akan memasuki sweet seventeen, usia 17 tahun!

Hitungan waktu memang ukuran yang dibuat manusia untuk menandai perubahan atau lamanya proses. Dalam kamus malah lebih jelas disebut bahwa waktu adalah rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Supaya terlihat perubahan dari sebuah proses, maka ditetapkanlah waktu. Misalnya aja, setahun itu 12 bulan. Sebulan itu 30/31 hari. Sehari adalah 24 jam. Dan 1 jam 60 menit. 1 menit 60 detik. Batasan aturan seperti itu dibuat untuk mengukur seberapa lama kita melakukan sebuah kegiatan dan lain sebagainya.

Jika saya menulis di judul artikel ini “jalan masih panjang�, tentunya punya ukuran. Mengapa disebut masih panjang? Memangnya berapa panjangnya? Berapa panjang jalan yang sudah dilewati selama ini? Kemungkinan besar pertanyaan mengarah ke sana. Meski kelihatannya klise, tapi kita ternyata masih butuh dengan kalimat seperti ini. Pertanyaannya: untuk apa?

Saya bisa menjawab bahwa dengan menuliskan “jalan masih panjang� ingin menekanan bahwa kita masih ada waktu untuk melangkah lebih jauh dalam hidup ini. Soalnya kita udah ngerasa berjalan. Cuma memang belum banyak pengalaman yang dialami, masih sedikit wawasan yang kita dapatkan, bahkan masih kecil kontribusi amal kita untuk kehidupan ini. Selain itu, perjalanan hidup kita dalam menyebarkan Islam juga masih harus menempuh perjalanan panjang. Mungkin akan melelahkan, membuat kita tak bisa bertahan, bahkan gugur di tengah jalan. Sangat boleh jadi bukan? Ya, sangat boleh jadi.

Semangat perubahan
Nah, kalo kita udah sepakat dengan hitungan waktu, udah setuju dengan batasan ukuran waktu, ada baiknya kita mulai merenung dalam-dalam, sudah seberapa jauh kita melangkah dalam hidup ini? Adakah perubahan-perubahan yang berarti dalam hidup kita? Kita harus berubah? Ya, jika perubahan itu ke arah kebaikan atau memang dengan perubahan itu akan memberikan manfaat yang banyak. Tidak sekadar berubah atau asal berubah.

Sekadar bertanya, kamu tahu grup musik KoRn? Nah, di album mereka yang kedelapan dilakukan revolusi alias perubahan besar-besaran. Band metal yang udah mengguncang panggung Woodstock 1999 itu seolah muncul dengan nyawa baru dalam album terbarunya bertitel See You on The Other Side.

Perubahan apa yang dilakukan Jonathan Davis, sang vokalis KoRn dan juga koleganya yang kayaknya udah dikenal banget sama penggemar KoRn, seperti David Silveria (si tukang gebuk drum), James “Munky� Shaffer (gitar), dan Fieldy yang kebagian betotin bas?

Ehm, KoRn yang dikenal doyan bermain hip metal, kini nggak malu kalo harus memainkan lagu slow yang diiringi piano akustik, biola dan juga bagpipe Skotlandia. Paling nggak itu bisa disimak dalam lagu Seen It All.

Perubahan KoRn ampir sama dengan Metallica ketika membesut Black Album. Di album itu ada lagu manis yang kayaknya aneh banget kalo itu keluar dari tampang-tampang garang James Hetfield cs. Lagunya? Pasti kamu yang penggemar Metallica tahu semua. Yup, lagu itu berjudul Nothing Else Matters. Nih lagu cinta yang menurut saya romantis banget. Ternyata, Metallica melanggar janjinya sendiri untuk tak pernah bikin lagu romantis.

Tapi itulah perubahan. Kata pepatah, “Tak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri�. Kisah KoRn dan Metallica sekadar cantolan aja. Sekadar contoh bahwa kita tak malu dan nggak takut untuk berubah. Meski KoRn dan Metallica hanyalah grup band. Tapi kita bisa mencontoh semangatnya. Semangat untuk berubah.

Jika KoRn hanya berubah dalam soal gaya musik, kita harusnya lebih keren lagi, yakni mengubah kebiasaan hidup yang nggak baik. Syukur-syukur kamu kemudian bisa mengubah secara revolusioner gaya hidup kita. Kita yang tadinya jahat, bisa berubah jadi baik. Kita yang pemalas akan menjadi super rajin. Kita yang sama sekali tak diperhitungkan di kelas, ternyata bisa menjadi juara umum menjelang kelulusan. Kita bisa berubah karena punya impian, punya obesi untuk menjadi lebih baik dan dinamis. Bukan mustahil kan?

Memang sih, perubahan nggak bisa langsung terasa hasilnya. Perubahan itu memerlukan proses, dan mungkin waktu yang tak sebentar. Jalan yang ditempuh juga sangat boleh jadi panjang banget, berliku, berkelok, ada tanjakan dan turunan. Tapi demi sebuah perubahan, semua itu akan dengan semangat dalam menjalaninya.

Sobat, mumpung kita masih punya kesempatan saat ini, kita kayaknya harus merasa bahwa jalan kita masih panjang, sehingga akan tergerak terus untuk semangat melakukan perbaikan hidup. Bukankah kita pernah diajarkan bahwa hidup itu harus selalu lebih baik setiap waktunya? Kalo hari ini lebih jelek dari kemarin, itu artinya rugi. Kalo hari ini sama dengan kemarin berarti nggak ada peningkatan. Iya kan?

Allah mengajarkan kepada kita dalam firmanNya (yang artinya):“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.� (QS al-�Ashr [103]: 1-3)

Mengerjakan amal shalih tentunya mengerjakan kebaikan. Kita yang masih malu untuk berubah, sudah saatnya memberanikan diri untuk melakukan perubahan dalam hidup ini. Ahli maksiat sekali pun, jika dia mau untuk mendengarkan omongan orang yang baik atau petunjuk yang tak disangka-sangka dari sebuah peristiwa atau seseorang, insya Allah akan berubah menjadi orang yang?  baik-baik.

Syaikh Fudhail bin Iyadh, seorang ulama dan menjadi salah satu guru Imam Syafi’i punya sisi gelap dalam hidupnya sebelum menjadi ulama. Dikisahkan bahwa Fudhail bin Iyadh, semasa masih jahat, bermaksud mengganggu seorang wanita jelita. Ketika sedang memanjat tembok rumah wanita itu, tiba-tiba terdengar olehnya dari jendela rumah alunan merdu bacaan al-Quran yang artinya: “Belumlah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kebenaran yang telah turun (kepada mereka).� (QS al-Hadiid [57]: 16)

Ayat tersebut menyentak sanubari Fudhail bin Iyadh, membuatnya terdiam di atas tembok. Tiba-tiba Fudhail bin Iyadh merasa persendiannya lumpuh. Lalu dengan tubuh gemetar dia mengiba, “Oh Tuhan, telah tiba waktuku. Telah tiba waktuku.� Dia pun turun dari tembok dan berjalan pulang dengan hati bertaubat setulus-tulusnya.

Karena kemalaman di jalan, Fudhail bin Iyadh istirahat di sebuah rumah kosong yang ditemuinya. Namun ternyata, di dalam rumah tua itu ada serombongan musafir yang tampaknya juga sedang beristirahat.

“Ayo kita berangkat sekarang saja,� dari luar bilik Fudhail mendengar seorang dari mereka berkata demikian.

Yang lain menjawab, “Jangan, lebih baik tunggu sampai pagi. Sebab, pada malam-malam seperti inilah biasanya si Fudhail menjalankan aksinya.�

Mendengar percakapan mereka itu, Fudhail menampakkan dirinya sambil berkata, “Akulah Fudhail. Tapi jangan takut, sekarang aku telah bertaubat dan tidak akan menyamun lagi.� (Jurnal Islamia, April-Juni 2005)

Hidayah tak �gratis’
Sobat muda muslim, jalan kita masih panjang, insya Allah masih ada banyak kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak perubahan revolusioner dalam hidup kita. Berubah ke arah yang benar dan baik tentunya. Harus ada kekuatan dan niat yang mantep dari kita untuk berubah. Kalo nggak, ya susah, Bro. Allah Swt. berfirman:

?¥???†?‘?? ?§?„?„?‘???‡?? ?„?§?? ???????????‘???±?? ?…???§ ?¨???‚???ˆ?’?…?? ?­?????‘???‰ ???????????‘???±???ˆ?§ ?…???§ ?¨???£???†?’?????³???‡???…?’
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.� (QS ar-Ra’d [13]: 11)

Itu sebabnya, memang kudu ada upaya dari kita. Jadi nggak ngandelin �tangan takdir’. Petunjuk alias hidayah itu sebetulnya udah banyak di kanan-kiri; depan-belakang; atas-bawah dalam hidup kita. Ada bacaan yang menuntun, ada ucapan orang-orang yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Tapi sayangnya, kita seringnya menyepelekan, ogah denger apalagi baca. Cuek banget, gitu lho.Padahal, itu jalan menuju hidayah.

Menurut Imam as-Sya’rawi, bahwa orang yang diberikan hidayah atau petunjuk itu seperti kita bertanya tentang alamat rumah seseorang, lalu diberitahu oleh orang yang kita tanya, dan kita langsung mengikuti petunjuk itu hingga sampai ke alamat rumah orang yang kita maksud. Jadi memang ada upaya juga dari kita. Tul nggak?

Soalnya aneh banget kan kalo misalnya kita nanya alamat rumah temen kita. Udah dikasih tahu, tapi kita malah nggak mengikuti petunjuknya, ya udah nggak bakalan ketemu tuh. Padahal itu hidayah udah nampak segede-gede gajah kali. Tapi kita cuek. Itu sebabnya, kalo ada anak cewek yang ditanya, “Kenapa kamu belum pake jilbab dan kerudung?�, lalu dia menjawab, “Waduh, saya belum dapat hidayah Mas!� Hmm.. ia sebetulnya bisa dibilang menyia-nyiakan hidayah. Karena yang ngasih tahu udah banyak, al-Quran juga udah turun semua ayatnya, mungkin ia rajin membacanya dan bahkan jadi juara MTQ.

Jadi, kalo menerjemahkan pendapatnya Imam as-Sya’rawi, nih anak cuma ngapalin jalan dan alamat orang yang ditanyanya aja, tanpa bergerak untuk mengikuti petunjuk sehingga sampai ke yang dia tuju. Bener nggak sih? Jadi hidayah emang nggak �gratis’, tapi kudu ada usaha dari kitanya juga. Tolong catet ye.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab Miftahu Daarissa’aadah menjelaskan bahwa mengikuti petunjuk Allah Swt. adalah membenarkan pemberitahuanNya tanpa menampakkan keraguan yang merusak pembenaran itu, serta melaksanakan perintahNya tanpa adanya hawa nafsu yang menjadi penghalang. Kedua hal ini merupakan inti keimanan, yaitu pembenaran berita dan ketaatan terhadap perintah. Kemudian kedua hal tersebut diikuti dua perkara. Yaitu meniadakan keraguan yang menghalangi dan mengotori kesempurnaan itu, serta menolak hawa nafsu yang menyesatkan dan menggoda yang menghalangi kesempurnaan pelaksanaan syariatNya.

Lebih lanjut Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa mengikuti petunjuk Allah Swt. mengandung empat perkara: Pertama, membenarkan pemberitahuanNya. Kedua, berusaha sekuat tenaga untuk menolak dan melawan segala keraguan yang dibisikkan setan-setan dari jenis jin dan manusia. Ketiga, menaati perintahNya. Keempat, melawan hawa nafsu yang menghalangi seorang hamba dalam menyempurnakan ketaatan.

Oke deh, semoga sejenak kita berhenti untuk merenungkan perjalanan kita. Di depan jalan masih panjang. Kita masih ada kesempatan untuk ngumpulin ilmu, wawasan, dan amal baik kita untuk menempuh perjalanan panjang kita. Semoga kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Semoga pula perubahan kita bukan hanya pada diri kita, tapi setelah kita menjadi benar dan baik dengan Islam, kita juga harus berusaha untuk mengubah masyarakat. Karena sejatinya, jika kita ingin berpikir global harus punya prinsip: “Mari kita ubah individu dengan melakukan perubahan terhadap masyarakat.�

Sobat, semoga di tahun depan, kita menjadi bagian dari barisan orang-orang yang berjuang untuk menerapkan Islam sebagai ideologi negara di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah. Tentu, tujuannya adalah untuk mengubah dan menyingkirkan sekular-isme-kapitalisme yang telah berjasa menyengsarakan kehidupan umat manusia di dunia ini. Jalan masih panjang. Semoga masih banyak waktu untuk melakukan perubahan. Salam revolusi! [solihin]

(Buletin STUDIA – Edisi 273/Tahun ke-6/26 Desember 2005)