gaulislam edisi 318/tahun ke-7 (21 Muharram 1435 H/ 25 November 2013)
Untuk mewujudkan keikhlasan kita dalam beramal shalih, sebisa mungkin kita nggak milih-milih pekerjaan. Maksudnya milih pekerjaan di sini adalah pekerjaan itu udah halal, hanya saja ada yang menurut ukuran pikiran dan perasaan kita kok kayaknya rendah, gitu lho. Kalo memilih pekerjaan antara yang halal dan haram, itu pasti kudu milih yang halal dong. Maksud nggak pilih-pilih di sini adalah ketika pekerjaan itu sebenarnya halal, cuma kita nggak mau melakukan suatu jenis pekerjaan karena dinilai oleh banyak orang sebagai pekerjaan kasar dan rendahan.
Kalo kebetulan diminta tolong sama ortu kamu ke warung, tapi disuruh beli minyak goreng, gimana tuh? Padahal, kamu udah SMA, dalam hati kamu dongkol. Gengsi banget kalo sampe ketahuan sama temen kamu kan? Ya, kalo kamu punya pikiran kayak gitu, berarti belum ikhlas dalam berbuat. Masih mikir hal-hal lain yang sebenarnya belum tentu terjadi. Iya kan? Jangan sampe deh ya.
Dulu, waktu sekolah SD saya punya temen yang menurut saya tuh udah untung bisa sekolah. Kok bisa? Iya, kebetulan ortunya kurang mampu secara ekonomi. Tapi, saya salut karena teman saya ini sering bawa dagangan ke sekolah. Pas istirahat, dia bakal gelar tuh dagangannya. Seperti gorengan, manisan buah kupa, manisan mangga. Saya juga suka beli. Kalo dipikir-pikir mungkin kalo kita belum tentu mau jualan ke sekolah.
Oya, termasuk dalam hal ini adalah pilih-pilih jabatan ketika kamu gabung di kepanitiaan sebuah acara. Gara-gara kamu nggak menduduki posisi penting di kepanitiaan itu, kamu nggerutu bin ngedumel. Padahal, jabatan yang kamu incer adalah seksi acara tapi kenyataannya kamu malah jadi seksi logistik. Waduh, gengsi banget tuh. Seksi logistik kan identik dengan ADM alias Angkat Dorong Manggul (hehehe…). Jadinya kamu cemberut aja tuh.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Sebaiknya kamu mulai open mind alias berpikiran terbuka deh. Artinya, nggak usah merasa hina or direndahkan gara-gara ditempatkan sebagai kru bagian logistik. Percayalah, bahwa sebuah tim tidak akan bisa berjalan tanpa kontribusi dari bagian tertentu. Ya, namanya juga kerjasama tim. Jadi harus kompak. Meski kamu ditempatin di bagian logistik, tapi pasti kamu punya andil juga untuk kesuksesan acara yang digelar. Yakinlah, tanpa bagian logistik, pasti ada pekerjaan dari tim lain yang nggak bisa diselesaikan dengan sempurna. Percaya deh!
Eh, saya punya cerita yang sedikit nyambung dengan pembahasan kita nih. Ada juga lho temen kita yang meski secara ekonomi orang tuanya tuh kurang mampu tapi belagunya minta ampun. Nggak mau disuruh sama ortunya untuk bantu mereka. Pengennya nyantai, tapi perut kenyang dan pikiran tenang. Seorang kerabat saya pernah cerita tentang pengalaman unik tapi bikin hati jadi kurang ikhlas. Begini ceritanya, sebagai pengurus DKM, dia merasa membutuhkan marbot untuk beres-beres mushola supaya rapi. Singkat kata dia dapet orang (anak muda sih) yang katanya nggak punya pekerjaan. Akhirnya setelah ditawarkan dia mau kerja sebagai marbot.
Tapi seiring perjalanan waktu, anak ini mulai bertingkah yang bikin sebel warga komplek situ. Bersihin mushola aja malas, kalo malam keluyuran. Ada kerja bakti bersihin mushola dan sekitarnya malah kabur entah kemana. Bilangnya sebagai anak muda butuh hiburan. Waduh, udah mah secara fisik itu memprihatinkan, karena ada cacat sejak lahir, tapi kok nggak sadar diri udah dibantu sama orang, gitu lho. Bukan maksud warga situ pamrih. Tapi kan anak ini nggak melaksanakan kewajiban yang udah disepakati dan memang menjadi tanggung jawabnya. Wajar dong kalo ditegur. Jangan pengen dapet gajinya doang tapi kerjanya kagak ada atau nggak mau. Mudah-mudahan yang kayak gini jumlahnya sedikit ya.
Teguh dalam kebenaran
Sobat gaulislam, ngomongin ikhlas ada juga lho yang berhubungan dengan keteguhan dalam mempertahankan kebenaran. Yup, teguh dalam mempertahankan kebenaran adalah bagian dari keikhlasan kita dalam berjuang. Maksudnya nih, kalo kamu jadi aktivis Rohis, terus ada yang ngeledikin or ada yang mencemooh tentang aktivitas kamu yang, ya pasti beda dong ama anak-anak lain yang nggak jadi aktivis Rohis. Kalo harus dijemberengin sih, intinya aktivis Rohis biasanya beda ama anak-anak yang masih jahiliyah, gitu. Misalnya soal pakaian (menutup aurat atau nggak ketika keluar rumah), soal perhatian terhadap makanan dan minuman (halal or haram), kemudian minatnya yang besar kepada ilmu agama, dan sejenisnya.
Nah, ketika perilakumu yang beda ama anak-anak umum tuh ditunjukkin dalam keseharian kamu, mungkin aja kan ada yang pengen ngeledikin dan mencemooh. Di sinilah diperlukan keikhlasan kamu dalam berpegang teguh di jalan kebenaran yang udah kamu pilih dan pertahankan dengan susah payah. Kalo tujuan kamu adalah menggapai ridho Allah Swt., maka cemoohan bukanlah alasan yang bisa bikin kamu mundur dari kegiatan Rohis. Kalo dengan cemoohan aja bisa mundur, perlu dipoles lagi tuh niatnya. Waspada, sobat!
Masa’ sih? Ya iyalah. Soalnya, niat itu jelas karena ingin mendapat ridho Allah Swt., bukan ridho manusia. Ikhlas hanya ingin mendapatkan penilaian dari Allah Ta’ala semata, insya Allah cemoohan (bahkan mungkin cacimaki) no problem. Kalem aja lagi. Nggak akan mundur dari langkah yang sudah diayunkan ke depan. Nggak bakal berhenti untuk melepas pegangan kebenaran yang selama ini diyakini. Keikhlasan membuat semangat kita nyaris tanpa henti dan tanpa peduli hal-hal yang berkaitan dengan urusan yang bukan karena Allah Swt.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Teguh dalam kebenaran yang kita yakini adalah upaya untuk mewujudkan ikhlas dalam tindakan nyata. Nggak gentar hadapi ujian. Kalo baru dicemooh aja udah mundur dari kegiatan Rohis atau dari kegiatan dakwah, berarti niatnya ikut kegiatan Rohis dan kegiatan dakwah lainnya belum sepenuhnya ikhlas karena Allah Swt. Sebab, kalo udah ikhlas, kita nggak ngarepin apa-apa, termasuk nggak peduli apakah perbuatan benar kita akan disetujui atau malah ditolak mentah-mentah oleh orang lain. Iya kan? Ya, seharusnya memang begitu.
Rasulullah saw. udah nyontohin gimana teguhnya beliau dalam mempertahankan dan menyebarkan agama Islam ini. Rasulullah saw. pun pernah berkata kepada pamannya, pada saat sang paman didesak penguasa Quraisy agar meminta beliau untuk mengurangi kegiatan dakwahnya: “(Paman), demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan agama ini atau aku hancur karenanya.” (dalam Sirah Ibnu Hisyam)
So, mulai sekarang kamu bisa benahi diri untuk senantiasa menjadikan ikhlas dalam seluruh amal shalih yang kita lakukan. Niat itu menentukan perbuatan kita, lho. Jadi perlu ditetapkan bahwa ikhlas karena ingin mendapat ridho Allah Swt. sajalah kita melakukan amal shalih, bukan untuk mendapatkan hal lain atau keridhoan dari manusia. Setuju kan?
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS al-Kahfi [18]:110)
“Apa kata Allah” saja deh
Sobat gaulislam, perlu meyakinkan diri agar bisa mantap menyampaikan pendapat bahwa apa yang kita lakukan adalah wajib sesuai “apa kata Allah”, bukan “apa kata orang”. Nilainya beda, mewujudkannya beda, dan tentu pahalanya juga beda. Bener, Bro. Soalnya, kalo udah menjadikan tuntunan Allah Swt. untuk mengatur kehidupan kita, berarti kita udah pasrah dan percaya, serta yakin dan ikhlas karena ingin mendapat ridho Allah Swt. Pedoman kehidupannya adalah al-Quran yang merupakan kalamullah dan juga hadis-hadis shahih dari Rasulullah saw. Panduan yang sangat bagus karena Nabi saw. udah ngasih penjelasan dalam hadisnya (yang artinya): “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya; Kitabullah dan Sunnah nabiNya,” (HR Imam Malik)
Betul banget. Kalo kita udah menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup kita, berarti kita udah ikhlas untuk diatur oleh Allah Swt. dan RasulNya. Nggak lagi merasa diri harus ngikutin hawa nafsu yang biasanya ingin mendapat imbalan lain ketika melakukan perbuatan yang sebenarnya dilarang dalam Islam. Misalnya nih, kalo nurutin hawa nafsu mengonsumsi narkoba kayaknya asik dan bisa dianggap trendi sekaligus jalan keluar dari problem yang kamu hadapi. But, dalam Islam hal itu justru nggak diperbolehkan bahkan lebih tegas lagi, yakni diharamkan. Di sinilah ikhlas ternyata punya ‘saudara kembar’, yakni ketaatan. Ikhlas dan taat itu saling melengkapi. Kalo kita taat dengan apa yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan RasulNya, maka keikhlasan akan mengiringi dan melengkapinya. Ikhlas dan taat kalo disatukan akan menjadi kekuatan besar lho untuk menjaga kita agar tetap berada dalam kebenaran yang kita yakini.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)
Yuk ah, kita wujudkan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dengan tindakan nyata. Salah satunya adalah dengan tetap menjadikan Allah Swt. dan RasulNya sebagai tujuan mendapatkan kebaikan. Kalo Allah Swt. udah ridho dengan apa yang kita lakukan, seisi bumi dan langit kayaknya terasa kecil dibanding kebahagiaan kita. Kalo Allah Swt. menjadi tujuan dalam setiap amal shalih yang kita lakukan, insya Allah akan memudahkan kita untuk senantiasa berbuat ikhlas. Oke siap ya? So, jangan bilang ikhlas jika masih mikirin apa kata orang dan mengharap pamrih lainnya—yang sifatnya duniawi dan fana. Tetaplah beriman, tawakal dan hanya mengharap ridho Allah Ta’ala semata. Keridhoan Allah Swt. jauh lebih berharga ketimbang keridhoan manusia. Sip! [solihin | Twitter @osolihin]