Thursday, 21 November 2024, 22:39

gaulislam edisi 412/tahun ke-8 (30 Dzulqa’dah 1436 H/ 14 September 2015)

 

Apa kabar semuanya? Semoga kamu semua tetap beriman, tetap sehat, dan tetap bisa beramal shalih hingga akhir hayat nanti. In sya Allah. Syukuri apa yang udah kita dapatkan dan kita miliki. Sebab, dengan banyak bersyukur kita jadi paham siapa diri kita. Selain itu hidup jadi lebih enjoy, lebih jelas tujuannya, lebih bisa menikmati. Oya, bersyukur di sini bukan cuma ngucapin “alhamdulillah”, lho. Nggak hanya itu. Tetapi yang jauh lebih penting adalah dengan bukti nyata berupa ibadahnya makin getol sebagai manifestasi dari meningkatnya keimanan kita. Perilaku kita makin baik, sebagai bukti syukur atas nikmat yang diberikan Allah Ta’ala. Kita berbuat baik karena memang Allah Ta’ala memerintahkan kita berbuat baik. Amal shalih yang kita semai, senantiasa berharap mendapat ridho Allah Ta’ala. Nah, agar berpeluang mendapat ridho Allah Ta’ala, maka caranya juga kudu benar sesuai tuntunan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Iya nggak sih? Sebab, aneh aja kalo ngaku-ngaku niatnya karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, tapi caranya tak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kalo dalam hidup kita udah sering bersyukur, in sya Allah akan memudahkan kita juga untuk bersabar. Kedua hal ini memang berdampingan, lho. Bagi setiap mukmin alias orang yang beriman, menjadikan syukur dan sabar dalam hidupnya adalah keharusan dan menjadi salah satu keistimewaannya. Bersyukur ketika mendapat kebahagiaan, dan bersabar ketika mendapatkan musibah. Keren banget kan? Nggak ngamuk-ngamuk nggak jelas kalo lagi susah, dan juga nggak hura-hura sampe lupa daratan lupa lautan kalo lagi senang. Itu sebabnya, dengan sifat syukur dan sabar yang dimiliki, diharapkan muncul semangat pantang menyerah dan semangat pantang lupa diri. Setuju ya? Kudu!

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya(HR Muslim, no. 2999)

Tuh, gimana nggak keren sebagai seorang mukmin? Itu sebabnya, kalo kita baru merasa sebatas muslim saja, perlu segera diupdate jadi mukmin. Jangan kalah sama aplikasi-aplikasi di android yang sering diupdate, keimanan kita harus sering diupdate agar lebih kuat lagi. Kalo iman kita kuat, tauhid kita kokoh, maka pelaksanaan syariat juga ikut kuat dan kokoh, akhlak kita jadi indah, dan semangat beramal shalih kian bergelora. Betul itu.

 

Hidup pasti ada ujiannya

Sobat gaulislam, hidup kita pasti penuh dinamika. Ada kalanya kita susah, pun ada saatnya kita senang. Bahagia, kadang kecewa. Sedih pun sebenarnya berpasangan dengan gembira. Semuanya serba fana alias tidak selamanya. Sama dengan kehidupan manusia itu sendiri, nggak abadi di dunia ini, pasti ketika ajalnya sudah datang, manusia akan mati. Dunia ini tempat yang fana, dan semua kehidupan yang mengitarinya juga fana. Maka, sebenarnya nggak usah heran dan nggak usah terlalu pusing dengan sesuatu yang fana. Kalo sekarang kita sedih, suatu saat kita akan merasakan kegembiraan. Kalo sekarang sedang berjaya, boleh jadi kita akan merasakan juga kebangkrutan. Nggak abadi, Bro en Sis.

Itu sebabnya, yang diperlukan adalah bagaimana kita memaknai setiap jengkal kehidupan yang sudah, sedang, dan akan dijalani dengan sabar dan syukur. Tak akan ada penyesalan yang berlebihan, tak akan ada kekecewaan yang lebay kalo keinginan nggak tercapai, atau tak akan lupa diri berkelanjutan ketika mendapat banyak kesenangan. Semua dijalani dengan ikhlas tersebab sabar dan syukur. Tetap semangat dan tak tak mudah menyerah meski kondisinya tak membuatnya nyaman. Malah sebaliknya punya energi untuk terus berbuat baik, dan mengubah kondisi dari kurang menyenangkan menjadi nyaman.

Sobat gaulislam, hidup pasti penuh ujian. Nggak mungkin selamanya senang atau selamanya susah. Senang adalah ujian, susah juga ujian bagi seorang muslim. Why? Karena kesenangan, kalo nggak dikendalikan dengan keimanan bakalan bikin orang lupa diri dan akhirnya bisa menjadi sombong. Di situlah ujiannya bagi dia untuk memastikan bahwa kesenangan yang didapat tidak lantas menjadikannya sombong. Sebaliknya dia akan terus bersyukur karena sejatinya kesenangan itu diberikan oleh Allah Ta’ala. Begitu pula dengan kesusahan. Mereka yang diberikan kesempitan dalam hidup, seperti kesusahan finansial, sebenarnya sedang diuji. Seberapa sabar dia bisa bertahan untuk tidak sedih dan kecewa. Ujiannya adalah dilihat seberapa besar upaya yang dilakukannya untuk tetap bersabar atas ujian kesusahan sehingga tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah Ta’ala.

Itu sebabnya, nggak usah merengek-rengek lebay kalo lagi ditimpa musibah, sampe bela-belain nulis status di facebook dan sosial media lainnya. Itu nggak asik. Malah bikin berisik aja. Selain itu, bisa mengundang salah paham dari banyak orang. Maksud hati menarik simpati dan empati orang, yang terjadi malah badai caci-maki nggak karuan. Begitu juga kalo dapetin kesenangan, nggak usah lah terlalu memaksakan diri update status di facebook atau sosial media lainnya seolah sedang bahagia banget lengkap dengan menampilkan prestasi atau bentuk kesenangan secara berlebihan. Biasa sajalah. Sebab, tak semua orang menyukai hal yang demikian. Khawatir salah paham yang akhirnya bikin ribet.

 

Gagal itu biasa

Kata pepatah hidup ini nggak selamanya bisa memilih. Adakalanya kita harus rela menerima, sepahit apa pun kenyataannya. Nikmati saja. Nggak usah bingung, nggak usah jadi beban. Anggap saja kegagalan ini bagian dari dinamika hidup. Orang-orang yang lebih sentimentil suka bilang, ini seninya hidup. Duilee.. kedengarannya indah banget ya? Tapi bagus tuh, selain menghibur diri, juga belajar menikmati dengan senang hati terhadap sesuatu yang sebenarnya tak kita inginkan dan tak kita harapkan.

Kondisi yang ‘mengkhawatirkan’ itu, biasanya karena kaget bin shock aja sih. Nggak rela dan nggak terima dengan kenyataan yang dihadapi. Bisa dibilang wajar. Karena tiap orang emang berbeda dalam cara meresponnya. Itu semua bergantung kepada pengalamannya dalam menikmati hidup ini. Bagi mereka yang kurang ‘terampil’ dan selalu lurus-lurus aja dalam hidupnya, maka bisa dipastikan, ia akan kaget berat. Beda ama yang udah biasa “pahit”, ia akan lebih dewasa dan bijak dalam bersikap.

Tapi yakinlah sobat, bahwa kalo kamu menghadapi persoalan sulit seperti itu, jika kamu harus menelan rasa kecewa yang emang pahit itu, nikmati sajalah sebagai bagian dari dinamika hidup kita. Yakin saja bahwa kamu bisa lolos dari tekanan itu. Jangan takut gagal. Karena kegagalan bukanlah aib. Tapi cambuk bagi kita untuk terus melaju. Ya, anggap saja kegagalan sebagai batu sandungan yang akan memperkaya emosi kita. Siapa tahu “ketahan-malangan” itu akan berguna di masa depan. Yakin saja sobat! Suatu saat kita akan terbiasa, dan terus mencari solusinya.

Rasa kehilangan akan harapan, rasa ketidakpastian, dan rasa kecewa karena gagal meraih harapan kudu kita jadikan sebagai hiasan dalam kehidupan ini. Suatu saat kita bisa menjenguknya, mempelajari dan memahami kenapa bisa terjadi. Itu akan memperkaya batin kita.

Sobat gaulislam, satu hal yang perlu ditanamkan dalam diri kita adalah, rasa pasti bahwa kehidupan ini akan normal kembali, meskipun mungkin dalam beberapa kondisi kayaknya bisa dibilang tak menentu. Tapi yakinlah, itu hanya sementara waktu saja. Ibarat penyakit mah, dalam tahap pemulihan.

Bila kegagalan itu sangat membuatmu patah semangat dan patah hati, cobalah berani untuk membagi kesedihan dengan orang lain. Paling nggak dengan orang yang dekat denganmu. Insya Allah, dengan adanya shoulder to cry on-bahu untuk menangis, kita bisa menumpahkan segala kesedihan, amarah, termasuk emosimu yang lainnya setelah kegagalan itu kepada orang terdekat kita. Meskipun mungkin sangat sulit untuk memulainya. Tapi, cobalah lebih dekat dengan orang-orang yang spesial bagimu; kakakmu, ibumu, ayahmu, guru pengajian, guru di sekolah, atau bahkan dengan teman kamu yang kamu anggap cocok untuk curhat. Semoga bisa membantu.

So, jangan pernah terus mengurung diri dalam rasa kecewa yang amat dalam. Gagal itu biasa. Tapi berusaha terus, itu yang luar biasa. Yakin saja, bahwa peristiwa itu akan sirna seiring perjalanan waktu, kepedihan perlahan-lahan akan lenyap sejalan dengan berlalunya waktu. Karena emang kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.

Oya, kamu juga bakal mengerti bahwa dalam upaya menghadapi sebuah kegagalan, kamu akan menjadi lebih kuat, lebih mudah beradaptasi, dan tentunya akan lebih pede menjalani hidup ini. Teruslah berusaha untuk berhasil. Lupakan kegagalan.

Sobat gaulislam, kita bisa mencontoh usaha tak kenal lelah Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam yang berjuang 13 tahun di Mekkah untuk menyebarkan Islam. Bukan tanpa kegagalan, tapi Rasulullah saw. selalu dapat bangkit kembali. Perjuangan beliau 10 tahun di Madinah pun, banyak menuai kegagalan. Tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tak gentar. Dakwahnya yang sering dicemooh kaum kafir Quraisy, beliau jadikan sebagai cambuk untuk terus melaju. Hasilnya? Sampai sekarang Islam menjelma menjadi sebuah kekuatan yang wajib diperhitungkan pejuang ideologi lain. Please, jangan mudah menyerah ya. Tetap semangat! [O. Solihin | Twitter @osolihin]