Thursday, 21 November 2024, 23:50

gaulislam edisi 732/tahun ke-15 (25 Rabiul Awwal 1443 H/ 1 November 2021)

Kalo kamu ngikutin pemberitaan di media massa dan juga obrolan di media sosial, kayaknya ngeh juga dong dengan berita tentang seorang tokoh nasional yang mau pindah agama. Ya, dia rencananya (sesuai publikasi yang beredar) mau pindah ke agama Hindu dari agama Islam. Waduh, kok bisa sih? Mau-maunya membuang iman dan berganti jadi ingkar? Apa nggak tahu kalo itu perbuatan dosa? Apa nggak tahu kalo bakalan rugi di akhirat kelak? Kok mau sih dari terang menuju gelap?

Sobat gaulislam, kita sengaja bahas soal ini karena sangat penting untuk diketahui. Nggak sembarang lho, seorang muslim mengganti akidahnya. Jangan dianggap hal biasa. Sebab, hal itu kategorinya luar biasa dosanya. Biasanya, karena yang melakukan itu public figure, jadi bikin heboh. Banyak pro dan kontra yang berkomentar. Kita merasa perlu membahas karena ini sangat penting. Jangan sampe ada teman remaja yang nggak peduli soal ini, apalagi kalo menganggap hal biasa. Nggak lah. Ini persoalan yang urgen. Menentukan urusan kehidupan di akhirat kelak. Jangan sampe pula perbuatan semacam ini malah dicontoh remaja muslim nantinya. Nggak banget, lah. Waspada, ya!

Islam, nggak pernah memaksa orang dari agama lain atau keyakinan lain untuk memeluk agama Islam. Nggak boleh memaksa, tetapi kalo ada yang mau menjadi muslim (tanpa paksaan), ya alhamdulillah. Ikut senang. Ikut gembira.

Ketika seseorang sudah menjadi muslim, maka wajib mengikuti semua aturan yang memang diwajibkan bagi seorang muslim. Wajib menjaga akidahnya, jangan sampe kembali kepada kekafiran. Nggak boleh sesuka hatinya pindah-pindah agama lagi. Bolak-balik sesuai seleranya. Kalo udah jadi muslim, wajib menjaga akidahnya sampai akhir hayat. Jangan tergoda balik lagi kepada kekafiran. Itu sebabnya, dalam Islam kita diajarkan untuk berpegang teguh dengan akidah Islam sampai ajal menjemput.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imraan [3]: 102)

Nggak boleh pindah keyakinan atau agama. Bahkan di negara Islam ada hukumannya, lho. Berat. Supaya membuat efek jera bagi yang lain agar tak ikut-ikutan murtad.

Bahaya murtad

Istilah murtad dalam bahasa Arab diambil dari kata ( ارْتَدَّ) yang bermakna kembali berbalik ke belakang. Sedangkan menurut syariat, orang murtad adalah seorang muslim yang menjadi kafir setelah keislamannya, tanpa ada paksaan, dalam usia tamyiiz (sudah mampu memilah dan memilih perkara, antara yang baik dari yang buruk) serta berakal sehat.

Hukuman bagi yang murtad, tentu saja ada. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR Bukhari no. 6878, Muslim no. 1676, Nasai no. 4016)

Dalam hadis lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR Bukhari no. 3017, Nasai no. 4059)

Makna: ’Mengganti agama’: murtad, keluar dari islam. Karena hadis ini dimasukkan para ulama hadis dalam pembahasan hukuman orang yang murtad.

Duh, jelas banget ya. Hukumannya dibunuh. Nggak tanggung-tanggung emang. Inilah salah satu bentuk ketegasan dalam ajaran Islam. Nggak main-main. Sebab, ini urusan kehidupan di akhirat kelak. Jangan sampai juga banyak yang ikut-ikutan murtad.

Menurut penjelasan di laman konsultasisyariah.com, disebutkan bahwa orang yang telah menegaskan dirinya keluar dari Islam, dan dia telah mengumumkan dirinya murtad maka dia menjadi anggota tubuh yang rusak, yang harus disingkirkan dari tubuh masyarakat muslim. Sehingga sakitnya tidak menyebar ke seluruh tubuh. Disamping itu, orang yang murtad, berarti telah melakukan pelanggaran terhadap dharuriyat khams (5 prinsip yang dijaga dalam Islam) yang paling penting (yaitu agama), dimana semua agama samawi sepakat untuk menjaga dan melindunginya, prinsip itu adalah agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 73924)

Apakah langsung dibunuh gitu aja ketika dia mengumumkan kemurtadannya? Nggak sih, ada aturannya juga. Dalam Mukhtashar Khalil – ulama Malikiyah – dinyatakan, orang yang murtad diminta bertaubat selama 3 hari, tanpa dikondisikan lapar, haus, dan tanpa hukuman.. jika dia mau bertaubat (kembali masuk islam), dia dilepaskan, jika tidak maka dibunuh. (Mukhtashar Khalil, hlm. 251)

Jadi ada tahapannya. Dinasihati agar bertaubat dan dikuatkan akidahnya. Diajak berdiskusi hingga dia paham. Namun, jika semua saran diabaikan dan dia tetap memilih jadi murtad, ya akan dieksekusi mati oleh negara yang menerapkan syariat Islam.

Mengapa mencari agama selain Islam?

Sobat gaulislam, menjadi muslim itu anugerah terindah yang kita miliki. Islam memuliakan manusia. Jadi, buat apa mencari kemuliaan di tempat selain Islam. Bakalan rugi, Bro en Sis.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali ‘Imraan [3]: 85)

Asbabun Nuzul atau sebab turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh an-Nasaa-i, Ibnu Hiban, dan al Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki dari kaum Anshar murtad dari Islam.

Ia menyesal atas kemurtadannya. Ia minta pada kaumnya agar mengutus seseorang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan apakah taubatnya diterima.

Maka turunlah ayat ini (Ali ‘Imraan: 85-89), disampaikan utusan itu kepadanya, sehingga iapun kembali memeluk Islam.

Diriwayatkan oleh Musaddad di dalam Musnad-nya dan ‘Abdurrazzaq, yang bersumber dari Mujahid bahwa al-Harits bin Suwaid menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan masuk Islam. Kemudian pulang kepada kaumnya dan kufur lagi. Maka turunlah ayat ini (Ali ‘Imraan: 85-89).

Ayat itu dibacakan kepadanya oleh salah seorang kaumnya. Maka al-Harits berkata: “Sesungguhnya engkau benar, dan Rasulullah lebih benar daripada engkau, dan sesungguhnya Allah Yang Paling Benar di antara ketiganya.” Kemudian ia kembali masuk Islam dan menjadi seorang Muslim yang patuh.

Jadi muslim, ya kudu taat

Bagi kamu yang masih remaja, waspadalah. Banyak lho di zaman sekarang ini, peluang yang berpotensi membuatmu jadi bingung. Dibuat bingung dengan hal-hal yang terkait akidah. Ada orang yang menjejalkan informasi yang salah dan merusak. Ujung-ujungnya, bagi yag nggak punya dasar keimanan bakalan mudah melepaskan iman. Naudzubillahi min dzalik.

Itu sebabnya, waspada dan jangan mudah tergoda. Perkuat keimanan dengan mengokohkan ketakwaanmu. Sebab, konsekuensinya memang demikian. Meski awalnya ketika mau masuk Islam nggak ada paksaan dan emang nggak boleh dipaksa, tetapi ketika sudah jadi muslim kudu taat. Nggak boleh kembali murtad.

Ya, ketika jadi muslim konsekuensinya memang kudu taat terhadap ajaran Islam. Kayak kita aja milih sekolah. Nggak ada paksaan dari pihak sekolah tertentu agar kita masuk sekolah di situ. Tapi, kalo kita udah masuk di sekolah tertentu, maka kita kudu taat terhadap segala aturan yang diberlakukan di sekolah itu. Kalo melanggar, ya kita akan diberi sanksi. Iya kan?

Nah, dalam Islam, untuk memelihara agama ini juga diminta agar pemeluknya melaksanakan seluruh ajaran Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 208)

Dalam  menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan: “Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dan mempercayai Rasul-Nya agar mengadopsi sistem keyakinan Islam (‘akidah) dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.” (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir I/247)

Imam an-Nasafiy  menyatakan bahwa, ayat ini merupakan perintah untuk senantiasa berserah diri dan taat kepada Allah Ta’ala atau Islam. (Imam al-Nasafiy, Madaarik al-Tanzil wa Haqaaiq al-Ta’wiil, I/112)

Imam Qurthubiy menjelaskan bahwa, lafadz “kaaffah” merupakan “haal” dari dlamiir “mu’miniin”. Makna “kaaffah” adalah “jamii’an.” (Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, III/18)

Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa, ayat ini diturunkan pada kasus Tsa’labah, ‘Abdullah bin Salam, dan beberapa orang Yahudi. Mereka mengajukan permintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diberi ijin merayakan hari Sabtu sebagai hari raya mereka. Selanjutnya, permintaan ini dijawab oleh ayat tersebut di atas.

Terus nih, Imam Thabariy juga menyatakan: “Ayat di atas merupakan  perintah kepada  orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam.” (Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, II/337)

Ini artinya, kita nggak boleh menawar-nawar lagi untuk melakukan ibadah yang bukan berasal dari Islam. Misalnya aja, bagi seorang mualaf, karena dulunya setiap minggu ke gereja untuk kebaktian, maka setelah masuk Islam udah nggak boleh lagi tuh ikutan kebaktian di gereja. Karena emang udah bukan lagi ajaran dari Islam.

Oke deh, singkat kata: nggak boleh murtad. Ya, jangan murtad. Rugi dunia akhirat. Meski amal shalih seseorang itu bejibun, tetapi kalo dia murtad, maka lenyaplah seluruh amalannya. Kan, emang orang kafir nggak diterima amalannya.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu pun.” (QS an-Nuur [24]: 39)

Itu sebabnya, kita butuh doa agar bisa istiqamah karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Doa yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah, “Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Semoga Allah Ta’ala melindungi kita hingga akhir hayat dengan tetap menjadi mukmin. Aamiin ya robbal ‘alamiin. [O. Solihin | IG @osolihin]