Friday, 22 November 2024, 06:43

gaulislam edisi 358/tahun ke-7 (6 Dzhulqa’idah 1435 H/ 1 September 2014)

 

Nggak banget? Loh kenapa?” Pasti pertanyaan demikian yang akan terlontar. Saya juga pastinya bakal melontarkan pertanyaan tersebut saat saya baru belajar berhijab alias menutup aurat. Sebab nih, make kerudung yang minimize (gaulislam udah sering ngejelasin ya perbedaan jilbab dan kerudung) kesannya nggak ribeut-modis-comfort dan trendi. Hayo, bener apa bener? Beda sama pake kerudung yang maximize: nutup dada full. Kesannya ribeut dan terlihat jaim plus alim (lho, kan bagus jadinya?). Ya tapi ya gitu.. serasa agak gimana gitu. Nggak terbiasa dan entar dikira saklek banget dalam ngejalanin Islamnya. Padahal maksud hati dengan pake kerudung mini plus busana modis sebenarnya sembari nutup aurat tapi masih pengen terlihat fun, modis dan trendi—berhubung masih belum alim-alim banget. Hayo..bener apa bener? Tuink tuink.

Tapi ada juga yang terpaksa ngejalanin ber-jilboobs ini, berhubung peraturan format seragam untuk karyawati yang berkerudung: kerudung yang nutup bagian dada harus dimasukin ke dalam seragam yang dikenakan sehingga kerah baju seragam dan tonjolan pada bagian dada pun terlihat. Format seragam karyawan atau pegawai yang seperti gini justru menjadi potensi tampil ala jilboobs. Hmmm… Prihatin jadinya.

 

Jilboobs kontroversi

Kaget deh saat kata jilboobs diketikkan pada kolom pencarian sosmed. Nah yang tampil justru beneran beragam fan page yang menampilkan foto-foto para muslimah ber-jilboobs. Rasanya miris banget liatnya. Kerudung yang seharusnya memuliakan dan memberikan perlindungan kepada muslimah kok jadinya malah seperti itu. Itu gimana? Ya itu, justru malah nggak memuliakan muslimah.

Bro and Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Bagi yang udah ngeh gimana jilboobs itu tentu udah paham yah kok masalah ini jadi kontroversi. Dari namanya aja udah terlihat kok: paduan jilbab & boobs (maaf, payudara)—digabung jadi ‘jilboobs’. Jilboobs ini sebutan bagi para muslimah yang nutup auratnya sebenarnya nggak sempurna, berhubung kerudungnya nggak menutup bagian dada tapi justru memperlihatkan tonjolan pada dada (fieewwwh..), ditambah busana yang dikenakan, terutama bagian atasannya ketat. Tapi biasanya sih atasan dan bawahan serba ketat. Sebelum jilboobs ngetrend, juga ada jilbab lemper. Wujudnya sih sama aja, berkerudung tapi pakaiannya serba ketat dan memperlihatkan bentuk tubuh. Miris.

Jilboobs pun akhirnya menjadi kontroversi. Ya iyalah.. masa nggak jadi kontroversi. Apalagi kalo nengok sejarah perjuangan dalam mengenakan kerudung dan busana muslimah entah itu di sekolah, tempat kerja maupun umum bahkan di tengah keluarga sendiri, sangat terjal dan berliku. Bagi yang pernah merasakan perihnya diprotes bahkan dikeluarkan dari sekolah, tempat kerja dan dikucilkan oleh keluarga tentunya gregetan dengan fenomena jilboobs ini. Kesannya jilboobs jadi melecehkan format busana muslimah yang seharusnya menutup aurat, yaitu tidak ketat, tidak menerawang, lebar, panjang sampai menutupi mata kaki. Pokoknya, menutup aurat secara sempurna.

“Sehingga kita bisa membedakan antara wanita yang menggunakan jilbab karena ketaatannya terhadap agama dan pengguna jilbab yang asal-asalan atau anak gaul yang belum tentu paham soal agama,” demikian komentar Psikolog Aceh, Jasmadi S.Psi.MA yang mengamati perilaku berbusana muslimah semenjak Aceh memberlakukan kewajiban berbusana muslimah (seperti dilansir ajnn.net). Jilbab yang beliau maksud adalah kerudung.

“Perempuan tidak perlu ragu-ragu untuk berjilbab sesuai dengan norma agama,” kata Ketua Hijabers Comunity Jakarta, Syifa Fauziyah Ahad (10/8). Menurutnya, Jilboobs merupakan bentuk pelecehan terhadap Muslimah (republika.co.id).

Yup, bener banget! Seharusnya jangan ragu-ragu untuk menutup aurat sesuai syara’. Allah memberikan aturan untuk menutup aurat tentunya nggak untuk membedakan yang mana format bagi antara yang baru belajar menutup aurat dengan yang udah bertahun-tahun. Tapi justru untuk memuliakan muslimah dalam kehidupan.

“Sudah ada penjelasan Fiqih secara rinci prinsip dasarnya jilbab menutupi semuanya kecuali wajah dan telapak tangan, tidak membentuk lekuk badan. Dijelaskan hadist jangan menyerupai punuk unta, bawahnya menjulur sampai menutupi dada,” jelas Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Iffah saat dihubungi merdeka.com, Kamis (7/8/2014).

 

Busana sebagai penyampai pesan

Sobat gaulislam, ngomongin soal identitas, berarti kita kudu bicara konsep diri. Nah apa sih konsep diri? Menurut Anita Taylor, “konsep diri adalah semua yang Anda pikirkan dan Anda rasakan tentang diri Anda, seluruh kompleks kepercayaan dan sikap tentang Anda, yang Anda pegang teguh.” (Communicating; 1977)

Nah, ngomong-ngomong soal jilbab, memang konsep dirinya juga kudu jelas. Sebab, busana, menurut Kefgen dan Touchie-Specht, mempunyai fungsi: diferensiasi, perilaku, dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Dalam hal ini, kamu suka nemuin kan ada orang yang suka tampil beda dengan busana atau aksesoris lainnya. Sekelompok remaja puteri ada yang berani malu untuk memakai busana tang-top kalo keluar rumah. Sebagian yang lain merasa besar kepala bila keluar rumah dengan parfum yang membuat “klepek-klepek” yang menghirup.

Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku, lho. Kalo antum pakai baju koko dan berkopiah, maka antum biasanya rada risih kalo mata harus jelalatan kayak orang mau maling jemuran pas lagi jalan di mal. Begitupun dengan remaja puteri, saat kamu memakai kerudung, maka perilaku kamu nggak bakalan “se-okem” ketika kamu berjins-ria, apalagi sampe bergaya jilboobs. Ini fakta umum. Apalagi bagi yang udah sempurna berjilbab, nggak bakalan berani berperilaku yang norak, okem, senewen, atau malah urakan dan maksiat.

Lalu, busana juga ternyata bisa berfungsi emosional. Coba aja, saat kamu nonton bola dengan bersegaram klub kebanggaan kamu, “nilai” soraknya lebih berharga. Kamu bisa lihat di televisi, bagaimana para penonton merasa terlibat secara emosi bila mengenakan kaos klub favoritnya. Perhatiin juga deh, di jalan aja suka ada remaja yang memakai kostum milik klub favoritnya; sepakbola, basket, atau olah raga lainnya. Nah, itu menunjukkan bahwa mereka ingin memberikan emosinya dengan memakai busana itu.

Busana muslimah, jilbab, adalah juga simbol identitas. Simbol pembeda antara yang benar dan salah. Maka, kalo ada yang menggunakan style jilboobs, aduh sungguh terlalu! Soalnya, kan udah bawa-bawa identitas simbol Islam, yakni jilbab, tetapi kenapa digabung dengan yang nggak benar cara berpakaiannya. Iya kan? Ini sih mencampurkan antara yang haq dengan yang bathil.

Sobat gaulislam, seharusnya, jadikan citra jilbab dalam perspesi sosial umum sebagai kebaikan; sopan, ramah, kalem, tahu agama, alim dan sebagainya. Jadi, seperti kata Kefgen dan Touchie-Specht, bahwa busana adalah “menyampaikan pesan”. Kamu menerima pesan di balik busana orang, kemudian merespon sesuai persepsi sosial kamu. Gimana?

 

Pengen mulia kudu taat

Yup, kalo pengen mulia jelas kudu taat sama aturan Allah Ta’ala. Memang awalnya ada perasaan nggak siap, apalagi kelakuan dan pemikiran yang masih belum paham banget tentang Islam tapi pengen berhijab (menutup aurat) tentunya kudu menyiapkan diri bener-bener dalam menjalankan aturan Allah. Apalagi yang agak bikin perasaan nggak enak nih ya, orang-orang suka menilai muslimah berhijab itu ‘perfect’. Jadi keder deh pengen berhijab syar’i, takut dituntut sempurna lahir batin oleh pemirsa (hehehe…). Tapi itu tantangan, Gals! Berjilboobs aja berani, kenapa menutup aurat dengan sempurna justru nggak berani? U must cut the devil circle around ur life, gitu! Barang siapa yang berusaha untuk berubah maka insya Allah dia akan mampu berubah. Apalagi berubah menuju kebaikan. Gimana?

Tantangan? Nih motivasinya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS al-Baqarah [2]: 286)

Apalagi Allah udah jelas-jelas berfirman (yang artinya): “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (QS an-Nur [24]: 31)

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS al-Ahzab [33]: 59)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah baligh (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya)” (HR Abu Dawud)

Gimana? Deal ya! Jangan cuma cowok aja yang disuruh menjaga pandangan tapi kitanya sebagai cewek malah obral hal-hal yang ‘meruntuhkan iman’ mereka. Intinya saling menjaga deh. Kita jaga penampilan dengan tampil syar’i dan cowok pun juga ikut terjaga pandangannya. Kudu juga siap berjuang untuk perubahan diri menuju lebih baik! Mulai dari sekarang, dan seterusnya. Tetap semangat, tetap belajar dan juga istiqomah bersama Islam. So, Jilboobs itu nggak banget! [Anindita | Twitter @neeta78]