gaulislam edisi 725/tahun ke-14 (6 Shafar 1443 H/ 13 September 2021)
Masih inget beberapa bulan lalu dengan aksi Doni Salmanan yang nyawer Reza Arap alias Reza Oktovian alias Liang Wen Tian, youtuber gaming dan personel Weird Genius? Betul, pemilik channel youtube King Salmanan ini, saat itu menjadi sorotan publik setelah menyawer Reza Arap yang lagi live streaming game Ragnarok X. Kalo nyawernya seratus ribu rupiah atau sejuta rupiah mungkin biasa, ya. Lha, itu mencapai 1 miliar rupiah, Bro en Sis.
Selain itu, Doni Salmanan juga pernah melakukan aksi bagi-bagi duit di jalanan saat PPKM Darurat di daerah Cililin, Bandung Barat. Doni membagikan duit Rp100 ribu per orang ke pengguna motor yang sedang menunggu rambu hijau, penumpang angkot, driver ojol, tukang parkir, dan sejumlah masyarakat lainnya.
Siapa Doni Salmanan? Rasanya sudah banyak diulas di media massa, ya. Dia maen di bisnis trading, dengan berbagai instrumennya, seperti cryptocurrency, saham, forex, dan lainnya. Dia juga punya channel youtube terkait trading dan juga kegiatan harian khususnya seputar otomotif. Lebih detilnya sih, silakan cari sendiri aja di internet, ya. Banyak, kok.
Nah, dalam tulisan ini sebenarnya fakta tentang Doni Salmanan dan Reza Arap sebagai pembuka doang. Kebetulan memang temanya pas. Soal tajir alias kaya raya, dan kalo tajir jangan kikir alias pelit.
Namun demikian, judul tulisan ini bukan bermakna sebaliknya ya, kalo miskin boleh kikir. Nggak lah. Bukan itu maksudnya. Jadi begini, umumnya kalo ada orang kaya raya, ternyata malah pelit bin kikir. Kenapa bisa begitu? Sebenarnya ini ujian juga, ya. Harta jadi fitnah kalo ternyata tak dibelanjakan atau dimanfaatkan untuk hal-hal yang membawa keberkahan. Harta ditumpuk dan cuma dinikmati untuk kesenangan diri pribadi aja. Nggak peduli dengan orang lain yang sedang kesusahan. Alih-alih membantu, empati saja nggak.
Dari mana untuk apa
Sobat gaulislam, harta itu titipan Allah Ta’ala. Dialah pemilik mutlak segala sesuatu yag ada di muka bumi ini, termasuk seluruh harta benda. Manusia sekadar mendapat titipan saja. Memiliki, tetapi tidak mutlak. Akan ada akhirnya, akan ditanya dari mana kita mendapatkan harta dan dibelanjakan untuk apa.
Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS al-Hadid [57]: 7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dia pergunakan.” (HR Abu Dawud)
Islam nggak melarang kaum muslimin untuk kaya. Silakan saja, boleh. Namun, jangan sampai kekayaan membuatnya lupa diri, apalagi lupa terhadap akhirat. Dinilai pula cara mendapatkannya, dan untuk apa aja harta yang dikeluarkannya. Nggak sembarangan, lho. Ibaratnya ditanya depan dan belakang.
Betul. Sebab, ketika manusia terdorong keinginan untuk mendapatkan harta, lalu berusaha mencari dan mendapatkannya. Ada yang benar dalam mendapatkannya, seperti melalui bekerja kepada pihak tertentu karena memiliki keahlian khusus, berjualan barang-barang yang halal, atau menawarkan jasa pekerjaan seperti membersihkan halaman, menjahit, sol sepatu, dan sejenisnya. Kalo mendapatkan harta dengan cara yang salah? Mestinya sih, kamu udah tahu juga, ya. Tapi sekadar menekankan saja, cara yang salah dalam mendapatkan harta seperti berjualan barang haram (miras, daging babi, narkoba, dan sejenisnya), atau berkecimpung dalam transaksi riba. Mencuri, merampok dan membegal juga bagian dari cara yang salah untuk mendapatkan harta. Bahkan terkategori tindakan kriminal kalo yang model gitu.
Perlu diperhatikan juga, selain mendapatkanya, juga mengeluarkannya atau membelanjakannya. Bisa saja harta itu didapatkan dari cara yang halal, namun dibelanjakan kepada yang haram. Misalnya dari uang hasil jualan gorengan, malah beli miras atau narkoba. Bisa jadi malah ada yang mendapatkannya dari jalan yang haram, tetapi dibelanjakan atau dikeluarkan untuk hal yang halal. Misalnya nyumbang untuk pembangunan masjid dari harta hasil berjudi atau korupsi. Itulah sebabnya, mengapa kalo soal harta ditanyakan depan belakang, ditanya cara mendapatkan dan ke mana disalurkan atau dikeluarkan. Ada nilainya, ada pahala dan dosa. Terpuji dan tercela. Waspada, ya!
Nah, yang barusan kita jelasin ini, harta bisa menjadi ujian keimanan kita, yakni bagaimana mendapatkannya dan untuk apa memanfaatkannya. Betul, kalo nggak ingat yaumil hisab dan negeri akhirat, kita bisa bablas aja dalam mendapatkan harta. Nggak ada aturan nggak ada batasan. Bahaya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS al-Anfaal [8]: 28)
Semoga kita diberikan kemudahan dalam mendapatkan harta dari jalan yang halal, dan dimudahkan pula untuk memanfaatkannya di jalan yang diridhai-Nya. Amiin yaa robbal ‘alamiin.
Harta yang barokah
Sobat gaulislam, kalo kita diberikan amanah kekayaan, pendek kata kita jadi orang kaya, tajir melintir, tetaplah bersyukur. Nggak semua orang diberikan kemudahan dalam mendapatkan harta. Ada yang seharian kerja keras di luar ruangan, hasilnya hanya cukup untuk makan dan minum di hari itu. Jika besoknya nggak kerja, nggak bisa makan dan minum. Sebaliknya, ada yang gampang sekali mendapatkan harta. Kadang hanya duduk di belakang meja, menulis ini dan itu, di ruangan berpendingin, gaji hariannya 5 atau bahkan 10 kali lipat dari yang kerja keras tadi. Namun, baik yang kerja keras maupun yang kerjanya mudah, tetap wajib bersyukur karena mendapatkan harta yang diusahakannya. Tentu, dengan cara yang halal, ya.
Barokah atau keberkahan menurut para ulama adalah bertambahnya kebaikan. Nah, kalo rezeki atau harta yang kita upayakan ingin bernilai barokah, maka ada dua jalan, yakni dengan iman dan amal shalih. Orang kafir, jelas hartanya nggak berokah, dan harta yang didapatkan dari jalan yang haram juga nggak bakalan barokah.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raf [7]: 96)
Kalo iman yang jadi ukuran, maka harta yang kita dapatkan adalah karunia dari Allah Ta’ala. Bukan murni karena ilmu dan upaya yang kita kerahkan. Mustahil kita bisa mendapatkan harta kalo bukan karena karunia dan pertolongan dari Allah. Maka, keimanan akan memberikan dorongan untuk mensyukuri nikmat harta, sehingga harta menjadi barokah karena dicari juga dengan jalan yang halal.
Amal shalih juga menjadi syarat agar harta yang didapatkan menjadi barokah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (al-Quran) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka” (QS al-Ma’idah [5]: 66)
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, ialah Allah Ta’ala akan melimpahkan kepada mereka rezaki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup mereka (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2, hlm. 76)
Tuh, jadi kalo beneran mengamalkan syariat-Nya, maka itu kategori melakukan amal shalih. Ada aturan dan batasan dalam mendapatkan harta. Nggak asal aja sesuai selera hawa nafsu. Tahu mana yang haram dan tahu mana yang halal, tahu juga cara yang terpuji dan mana saja perbuatan yang tercela dalam mendapatkan harta.
Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang terkategori menghamburkan harta. Mujahid ibn Jabr rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang membelanjakan hartanya semuanya di (jalan) kebenaran (maka) tidaklah termasuk orang yang menghamburkan harta, dan seandainya ia membelanjakan hartanya–(walaupun) sebanyak dua genggam (satu mud)–pada selain (jalan) kebenaran (maka) ia (termasuk) orang yang menghamburkan harta.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hlm. 39)
Jadi, jangan kikir ya untuk mengeluarkan harta di jalan kebaikan. Apalagi kalo kamu tajir melintir, kudu lebih banyak sedekahnya, banyak bantu orang lain yang kesusahan. Dan, tentunya tetap ikhlas, jangan pamerkan amal shalihmu agar dipuji orang atau bagian dari strategi mencari keuntungan yang lebih besar yang sifatnya duniawi. Beneran. Jangan sampe nggak ikhlas.
Beberapa komentar netizen saat Doni Salmanan nyawer Reza Arap sampe 1 miliar rupiah, ada yang komen bahwa apa yang dilakukan Doni terkait dengan bisnis juga. Subscriber-nya Reza Arap itu kebanyakan remaja, dan kalo Doni bikin aksi di situ, karena berharap menggaet subscriber-nya untuk mau nyebur di bisnis trading yang selama ini digarapnya. Wallahu a’lam.
Soal ikhlas itu urusan hati. Jadi nggak bisa juga sih langsung menuding begitu. Cuma, kalo saya sih, sayang aja ya duit sebanyak itu cuma dipake buat nyawer orang yang lagi maen game. Kalo yang dipake buat bantu korban terdampak PPKM Darurat sebenarnya itu yang tepat sasaran.
Abu Hatim rahimahullah mengatakan, “Orang yang paling dermawan adalah orang yang gemar memberi (atau menginfakkan) hartanya dan menjaga diri dari (meminta-minta) harta orang lain. Barang siapa yang dermawan, ia akan mulia. Adapun orang yang kikir akan menjadi orang hina (rendahan).” (Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala, hlm. 274)
Sobat gaulislam, mengakhiri tulisan di edisi ini, kalo diberikan kekayaan di usia muda, dan itu kamu dapatkan dengan cara yang halal, bersyukurlah. Sebab, itu semua karunia dari Allah. Bukan semata hasil usahamu. Jangan lupa juga agar memanfaatkan hartamu di jalan yang halal. Gemar sedekah insya Allah akan bertambah barokah hartamu. Jangan kikir atau jangan menghamburkan harta di jalan yang haram.
Oya, kalo kamu mengidolakan anak muda yang tajir, pastikan dia juga orang yang shalih, harta yang didapatkan tentu saja wajib dari jalan yang halal, gemar sedekah dan banyak manfaatnya. Jangan sekadar melihat dia sebagai orang yang tajir doang dan kamu berusaha untuk mengikuti jejaknya, meski yang dilakukannya bertentangan dengan syariat Islam. Hati-hati, ya. [O. Solihin | IG @osolihin]