Thursday, 21 November 2024, 21:16

gaulislam edisi 433/tahun ke-9 (29 Rabiul Akhir 1437 H/ 8 Februari 2016)
 

Wah, judulnya udah ngajak perang nih. Pake nulis nggak patut segala. Provokasi tuh! Sabar Bro en Sis. Ini bukan ngajak perang, tapi ngajak berantem (#eh). Hmm.. tidak patut dalam hal apa ya? Nanti kamu bisa tahu setelah baca sampai selesai dari tulisan ini. Ok?

Sobat gaulislam, kamu tahu kan definisi patut? Ya, kalo menurut kamus sih, patut itu layak bin pantas. Jadi kalo memahami judul buletin kali ini, artinya “Kamu Tidak Pantas”. Ya, intinya sih tidak pantas sebagai muslim melakukan perbuatan atau berpikir yang bertentangan dengan Islam. Singkatnya sih gitu. Supaya ada gambaran.

Nah, ngomongin tidak patut ini, sekalian aja kita sambungin dengan bulan Februari. Biasanya, bulan ini identik dengan bulan cinta. Pink adalah warna yang mendominasi di berbagai tempat, terutama di mal atau di swalayan dan di pesta anak muda yang mengatasnamakan cinta. Ya, pesta Valentine’s Day. Lalu apa hubungannya dengan judul ini? Ada. Intinya, sebagai muslim tidak patut alias tidak pantas mengadakan pesta tersebut dan nggak layak ikut-ikutan di dalamnya. Idih, itu sih menghakimi banget. Bukan menghakimi, tetapi mengarahkan supaya kamu nggak kebablasan. Kadang, peringatan itu bisa lembut, bisa juga keras.

Oya, kalo diibaratkan bahaya, maka ini mirip dengan seseorang yang mengingatkan kita yang lupa merapikan standar sepeda motor. Seringkali kita tenang-tenang aja memacu sepeda motor, tapi tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda motor ngajak balapan, eh, menyalip sepeda motor kita lalu teriak, “Mas, standarnya!” Kita yang diteriaki gitu apa kemudian marah sama dia? Nggak kan? Biasanya langsung ngasih jempol atau membunyikan klakson sebagai tanda terima kasih udah diingatkan akan bahaya. Kok ngasih jempol atau bunyiin klakson? Iya, karena mau ngucapin dengan mulut dianya udah melaju kencang meninggalkan kita.

Nah, bikin atau ikut acara Valentine’s Day itu sama saja dengan mengundang bahaya. Kok bahaya? Iya. Ini kan ibarat sedang main-main di tepi jurang atau kamu ngendarain sepeda motor tapi standarnya belum dirapikan. Berpotensi membahayakan tuh. Kenapa Valentine’s Day mengundang bahaya? Karena selain tradisi itu bukan berasal dari Islam, juga isi pestanya membahayakan pergaulan cowok-cewek. Padahal, dalam Islam kita diatur agar pendapat dan perilaku kita selalu selaras dengan ajaran Islam. Itu artinya, segala tradisi yang bukan berasal dari Islam, tidak patut dilakukan seorang muslim. Segala pendapat yang bertentangan dengan Islam, wajib disingkirkan. Segala perbuatan yang menjauhkan seorang muslim dari tuntunan Islam, harus tegas ditinggalkan.

Di sinilah letak masalahnya, Bro en Sis. Memang sih, ada yang beralasan, “terserah gue”. Iya sih, terserah elo. Tapi jangan nangis bombay saat elo yang rugi. Itu sih ama aja ama bocah yang sok keren naek sepeda motor, gaya-gayaan, tapi pas ditilang polisi mewek. Itu ada risikonya. Pilihan ada risikonya. Kalo seandainya kamu menolak atau mengabaikan saat diingetin kudu merapikan standar sepeda motormu seperti pada cerita yang udah ditulis di atas, itu juga hak kamu. Terserah kamu. Tetapi ya risiko kamu tanggung sendiri. Setuju?

Mereka yang mengingatkan itu nggak punya kemampuan untuk mengubah kita sepenuhnya. Sebab, hidayah itu dari Allah Ta’ala. Tetapi kita wajib bersyukur masih ada orang yang mau mengingatkan kita agar tak kebablasan dalam hidup ini. Sombong banget dah, kalo nggak mau diingatkan sama orang lain walau kita udah berbuat salah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)

Saling menasihati menjadi poin penting dari ayat ini. Kita sebagai muslim sebenarnya udah ada mekanisme yang hebat, yakni saling mengingatkan. Bukan saling membiarkan.

Oya, dalam Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka, ada penjelasannya lho tentang surah al-‘Ashr ini. Buya Hamka mengutip pendapat Syaikh Muhammad Abduh yang menerangkan di dalam Tafsir Juzu’ Amma bahwa telah teradat bagi bangsa Arab apabila hari telah sore, mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan cerita-cerita lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari. Karena banyak percakapan yang melantur, keraplah kejadian pertengkaran, bersakit-sakitan hati sehingga menimbulkan permusuhan.

Lalu ada yang mengutuki waktu ‘Ashar (petang hari), mengatakan waktu ‘Ashar waktu yang celaka, atau naas, banyak bahaya terjadi di waktu itu. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan “Demi ‘Ashar”, perhatikanlah waktu ‘Ashar. Bukan waktu ‘Ashar yang salah. Yang salah adalah manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah. Mempergunakannya untuk bercakap-cakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya bermegah-megahan harta, memuji diri, menghina merendahkan orang lain. Tentu orang yang dihinakan tiada terima, dan timbullah saling sengketa.

Sobat gaulislam, sekarang kamu jadi ngeh kan ya, bahwa kita harus saling mengingatkan. Saya menulis gini juga buat ngingetin kamu semua. Ngingetin agar tetap berada dalam kebenaran Islam. Agar nggak disebut tak patut sebagai muslim.

 

Valentine’s Day dan kepatutan dirimu

Kalo soal perayaan Valentine’s Day, udah banyak media yang ngasih tahu sejarahnya. Buletin kesayangan kamu ini juga udah sering banget, tiap tahun selalu bahas Valentine’s Day. Supaya nggak bosen (buat yang sering baca), tulisan ini nggak membahas detil soal sejarah Valentine’s Day. Bagi kamu yang baru ngeh, bisa telusuri di website gaulislam. Langsung aja klik gaulislam.com. Cari dengan kata kunci “Valentine’s Day”, insya Allah ketemu kok.

Mengapa kita nggak layak alias nggak patut merayakan Valentine’s Day? Setidaknya ada tiga poin sebagai alasan. Apa aja?

Pertama, ini bukan tradisi Islam. Jadi, kita nggak boleh ikut-ikutan meryakannya. Bisa terkategori menyerupai gaya hidup mereka. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Ih, rugi banget kan? Kita yang udah istimewa karena sebagai muslim, malah jadi terhina karena menjerumuskan diri tersebab menyerupai kehidupan suatu kaum.

Oya, ada juga hadis lainnya. Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?(HR Bukhari no. 7319)

Tradisi Valentine’s Day awalnya dari ritual orang Romawi, penyembah berhala. Kemudian setelah agama Kristen masuk, ada ‘penyesuaian’ yang akhirnya tetap diperingati sampai sekarang. Jelas, bukan berasal dari Islam kan?

Kedua, isi acaranya bertentangan dengan syariat Islam. Campur baur antara lelaki dan wanita, aurat juga tak dijaga. Meski katanya mengatasnamakan cinta, tetapi faktanya mengedepankan hawa nafsu bejat untuk melampiaskan keinginan syahwat semata. Remaja muslim pun banyak yang melakukannya. Kasihan banget kan? Dijajah oleh budaya selain Islam. Ironi tak bertepi. Kamu tidak patut melakukan hal yang demikian, Bro en Sis!

Ketiga, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya sudah mengatur segala urusan kita. Nggak boleh ada peluang bagi selain aturan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya yang mengendalikan kehidupan kita. Itu artinya, kita hanya taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dalam kaitannya dengan aturan kehidupan. Sistem kehidupan yang berdampak tidak saja bagi kehidupan dunia, tetapi yang utama adalah kehidupan akhirat.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)

Jelas banget kan ancaman Allah Ta’ala dalam ayat ini? Ya, kita sebagai manusia nggak punya hak untuk ngatur diri kita di luar aturan yang ditetapkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Artinya, tugas kita hanya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Itu sebabnya, tidak patut sebagai muslim merayakan atau ikut-ikutan dalam pesta Valentine’s Day. Catet, Bro en Sis!

 

Kami dengar, kami taat

Sobat gaulislam, sebenarnya bukan dalam satu hal saja kita harus nurut sama aturan Allah dan Rasul-Nya. Tetapi dalam banyak hal kita harus taat terhadap aturan yang ditetapkan dalam Islam. Nggak ada peluang untuk menolak atau berlepas diri. Semua wajib terikat dengan aturan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Nggak boleh nolak atau nggak suka. Lebih keren lagi, harusnya: kami dengar, kami taat.

So, kalo kamu hanya percaya dan mengikuti hawa nafsu, maka kebenaran atau kebaikan bakalan dipandang sebelah mata, atau malah diabaikan. Kamu merasa bahwa ukurannya adalah apa yang kamu rasa menyenangkan bagi dirimu. Nggak bisa kayak gitu. Akidah dan syariat Islam itu justru menyelamatkan kita sebagai muslim, jika kita taat aturan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun menurut ukuran hawa nafsu kita nggak menyenangkan, tetapi pasti syariat Islam itu menenangkan dan membawa maslahat lainnya kalo diikuti dan diterapkan.

Jadi, introspeksilah. Sebagai manusia dan sebagai muslim kudu tahu diri. Jangan malah lupa diri. Kita ini siapa sih, kok ngatur-ngatur sendiri? Kok nggak suka kalo ada yang nasihatin supaya kembali ke jalan yang benar? Ada orang yang ngingetin kamu agar bebuat kebaikan kok malah dinyinyirin, dicemooh dengan cara yang brutal alias nggak beradab?

Halllloww… emang elo siapa? Kalo muslim, tentu kudu taat dan nerima secara sukarela ajaran Islam. Kalo menolak dan membangkang? Hmm.. kamu tidak patut! [O. Solihin | Twitter @osolihin]