gaulislam edisi 797/tahun ke-16 (8 Rajab 1444 H/ 30 Januari 2023)
Beberapa waktu lalu viral sebuah video yang menampilkan adegan dua orang pelajar SMP, laki dan perempuan yang asyik berdansa di sebuah lapangan di sebuah sekolah, disaksikan banyak pelajar lain dan mungkin juga guru-gurunya. Pro dan kontra atas aksi tersebut kontan bergemuruh di jagat maya. Apalagi kemudian dimuat di media massa dan bahkan diberikan apresiasi oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim yang memposting ulang video dansa siswa dan siswi SMP tersebut. Intinya pak menteri bangga ada siswa dan siswi SMP yang jago dansa. Akibatnya, pro dan kontra kembali bergema di jagat maya. Begitulah.
Apa saja poin utama dari pro dan kontra dalam kasus tersebut? Mereka yang pro beralasan bahwa itu adalah sebuah kreativitas, sebuah seni, sebuah prestasi. Di sisi lain, banyak juga yang kontra karena gimana pun aksi tersebut—apalagi yang siswinya mengenakan kerudung—beralasan tidak pantas dipertontonkan di depan umum, juga mencoreng syariat agama Islam. Berbalas komentar pun memenuhi akun-akun media sosial portal berita di Instagram dan Tiktok. Ada yang malah bilang bahwa yang sedikit-sedikit bawa agama itu dikategorikan sebagai orang yang mabok agama, sambil membela pelajar yang jago dansa di depan umum itu karena bagian dari ekspresi seni, dan menurut mereka tak usah bawa-bawa agama dalam hal ini.
Oke, itu sih poin utamanya dalam pembahasan di buletin gaulislam pekan ini. Khususnya kita akan bahas bahwa kreativitas itu kudu ada batas. Nggak boleh atas nama kreativitas lalu dibebaskan semaunya. Memangnya mereka yang membela atas nama kreativitas lalu rela rumahnya dicorat-coret sama orang dengan dalih kreativitas? Memangnya mereka yang membela atas nama kreativitas lalu sumringah mukanya dicorat-coret sambil dikentutin sama orang dengan dalih kreativitas dan kebebasan berekspresi? Rasanya aneh aja kalo mengiyakan. Betul apa bener?
So, di sinilah kita kudu tahu diri bahwa kreativitas itu memang ada batasnya, ada aturannya. Termasuk dalam hal ini adalah kebebasan berekspresi, kudu diatur supaya nggak ngawur. Kebebasan berpendapat juga kudu ada pagar agar tak melanggar.
Jangan sekuler, dong!
Bener ini. Orang yang berkoar-koar nan sotoy dengan bilang jangan bawa-bawa agama dan jangan mabok agama dalam masalah ini, jelas dia kurang wisata baca ilmu agama. Nggak ngerti ajaran agama Islam. Kalo dia orang kafir, ya pantas aja bilang begitu. Kalo ternyata yang berkomentar tersebut ngakunya muslim, ya ada labelnya juga sih. Kalo bukan munafik, ya fasik, atau bodoh soal ilmu agama. Ngeri. Awas lho bakalan dimintai pertanggunganjawab di akhirat kelak atas ucapanmu.
Kamu tahu istilah sekularisme? Ya, paham ini secara singkat artinya memisahkan agama dari kehidupan. Urusan shalat ya mereka lakukan shalat, itu masuk perkara agama. Namun ketika beraktivitas di luar shalat, menurut mereka aturan agama nggak boleh ikut campur ke situ. Harus dipisahkan. Itulah sebabnya paham sekularisme itu dilarang dalam Islam. Nggak boleh dijadikan rujukan bagi seorang muslim.
Sekadar tahu aja, awalnya paham sekularisme (memisahkan aturan agama dari aturan kehidupan), muncul saat Revolusi Perancis sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap kekuasaan dan doktrin gereja yang bersekongkol dengan kekuasaan. Pada peristiwa itu semboyan yang terkenal adalah, “Gantung raja terakhir dengan usus pendeta terakhir”.
Dr. Safar al-Hawali berpendapat, “Revolusi itu melahirkan hasil yang sangat penting. Yaitu lahirnya pertama kali di dalam sejarah Eropa nasrani sebuah negara republik sekuler yang berfalsafat kekuasaan atas nama rakyat, dan bukan atas nama Allah”, bebas beragama sebagai ganti doktrin katolik, kebebasan setiap orang sebagai ganti dari ikatan perilaku keagamaan dan undang-undang ciptaan manusia sebagai ganti dari ketetapan-ketetapan gereja.” (dalam al-‘Ilmaniyah tulisan Dr. Safar al-Hawali hlm. 178, terbitan Universitas Ummul Quro 1402 H.
Nah, yang jadi persoalan adalah kenapa paham sekularisme yang liberal itu masuk juga ke benak kaum muslimin? Padahal, kalo dalam Islam, aturan agama dan aturan kehidupan (politik, ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, peradilan dsb) nggak bisa dipisah-pisah. Aturan Islam itu mencakup urusan dunia dan akhirat. Beda dengan agama lain. Meski demikian, sebenarnya liberalisme itu musuh semua agama. Cuma, memang kalo agama selain Islam sepertinya menikmati karena jadi bebas dari kungkungan doktrin agama mereka. Namun bagi umat Islam, bebas dari aturan agama malah jadi petaka. Urusannya bukan cuma di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Itu sebabnya, paham liberalisme dan juga sekularisme itu wajib dilenyapkan. Bukan malah dipelajari, apalagi diamalkan. Bahaya bingit!
Oya, jadi memang problem tuh pelajar SMP yang duet berdansa di depan umum, berpasangan antara laki dan perempuan yang bukan mahram itu. Iya, itu masalah jika dilihat dari sudut pandang agama. Islam mengatur pergaulan, syariat Islam mengatur bagaimana berpendapat dan berperilaku yang kudu terikat dengan aturan Islam. Nggak boleh bebas meski atas nama seni dan kreativitas. Tetap kudu ada batasnya. Nggak boleh melanggar batas aturan tersebut atau pagar pembatas perilaku.
Jangan bablas, deh!
Kreatif boleh, tetapi jangan melanggar batas. Aktivitas seorang muslim itu terikat dengan hukum syara. Nggak bisa bebas sesukanya. Pada hakikatnya hukum perbuatan manusia tidaklah bebas karena di dalam Islam tidak dikenal huriyatusy syakhsiyah (kebebasan dalam bertingkah laku), tetapi setiap perbuatan manusia harus dikaitkan dengan hukum syara’. Hal ini didasarkan kepada nash-nash syara’, di antaranya firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS al-Hijr: 92-93)
Imam Qurtubi dalam kitab tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa ayat ini berlaku umum untuk seluruh pertanyaan yang merupakan hisab bagi orang-orang kafir dan mukmin, kecuali orang-orang yang masuk surga tanpa hisab (lihat tafsir Qurtubi, juz 12, hlm. 258-260).
Sementara Imam ats-Tsa’labi dalam kitab tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa Allah Ta’ala akan menanyai semua manusia di hari kiamat tentang perbuatan mereka di dunia (Tafsir ats-Tsa’labi, juz 5, hlm. 354).
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya), “Barang siapa yang membuat-buat suatu hukum (perkara) baru dalam urusan kami ini, maka perkara tersebut tertolak.” (HR Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Nah, dari dalil ini bisa kita pahami bahwa hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah hukum syara’, al-ashlu fî al-af’âl at-taqayyudu bi al-hukmi asy-syar’iy (hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syariat).
Adapun hukum syara’ tersebut kita kenal dengan istilah ahkamul khamsah alias hukum yang lima, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Hukum-hukum inilah yang selalu terkait dengan seluruh perbuatan manusia. Itu sebabnya, dalam seluruh aspek kehidupan manusia, kaidah ini berlaku. Manusia terikat dengan ketentuan syariat Islam dalam seluruh perbuatannya. Jadi, kreativitas pun nggak boleh asal dikerjakan, tetapi akan dilihat apakah sesuai dengan tuntunan syariat Islam atau nggak. Kalo yang dansa cowok dan cewek, udah gitu bukan mahram, pegangan dan pelukan pula, ditampilkan di depan umum, ya jelas itu nggak boleh, terlarang. Maka, aneh aja kalo ada yang bilang bahwa yang dilakukan dua pelajar itu adalah bagian dari seni dan kreativitas, apalagi sambil bilang jangan bawa-bawa agama, deh. Lha, terus pengennya bebas tanpa batas, gitu? Apa nggak takut dihisab kelak atas pembelaaan terhadap perilaku yang salah?
Sobat gaulislam, perilaku kita itu akan dihisab. Nikmat yang Allah Ta’ala berikan juga akan dimintai pertanggunganjawabnya. Apakah nikmat tersebut digunakan untuk melakukan ketaatan atau malah untuk kemaksiatan? Kalo kita diberikan kenikmatan tubuh yang sehat, ya kita gunakan untuk shalat, puasa dan hal baik lainnya. Jangan malah digunakan untuk berbuat maksiat, apalagi beralasan atas nama kreativitas.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS at-Takatsur [102]: 8)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan (sebagaimana dikutip di laman rumaysho.com), bahwa nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar kalian telah mensyukurinya, disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan nikmat yang lebih mulia dan lebih afdhol.
Atau kalian malah tertipu dengan nikmat tersebut? Malah kalian tidak mensyukurinya? Bahkan sungguh celaka, kalian malah memanfaatkan nikmat tersebut dalam kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): “Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan.” (QS al-Ahqaf [46]: 20)
Demikian diterangkan dalam Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 933.
Di antara nikmat yang akan ditanyakan pada hamba di hari kiamat nanti adalah nikmat sehat. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sungguh nikmat yang akan ditanyakan pada hamba pertama kali pada hari kiamat kelak adalah dengan pertanyaan: “Bukankah Kami telah memberikan kesehatan pada badanmu dan telah memberikan padamu air yang menyegarkan?” (HR Tirmidzi no. 3358)
Nah, pertanyaanya nih, untuk apa nikmat sehat kita salurkan? Apakah untuk melakukan keburukan dan kemaksiatan di dunia? Ataukah dimanfaatkan untuk ketaatan? Silakan dipikirkan.
Namun, memang kebanyakan manusia itu lalai dari nikmat sehat tersebut. Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR Bukhari no. 6412)
Menutup pembahasan edisi pekan ini, bahwa kreativitas atau seni atau lomba dan prestasi harus diselaraskan dengan aturan Islam, baik atau buruk, boleh atau nggak, halal atau haram, terpuji atau tercela. Sebab, selama kita menjadi muslim, maka kita senantiasa terikat dengan akidah dan syariat Islam. Justru kita wajib menjadikan Islam sebagai rujukan dalam segala aktivitas kehidupan kita.
Nah, kalo kamu kebetulan punya kemampuan seperti yang dilakukan dua pelajar itu, jangan ditampilkan di depan umum alias banyak orang dan berpasangan dengan yang bukan mahram. Nggak boleh. Haram. Di rumah aja di hadapan orang tuamu, atau saudaramu yang kategori mahram, atau nanti kelak dilakukan bersama istri atau suamimu. Kudu bersabar, ya. Memang harus sabar dalam ketaatan dan juga sabar agar tidak jatuh kepada kemaksiatan. So, kreativitas memang kudu ada aturan dan batasannya, yakni sesuai tuntunan akidah dan syariat Islam. Catet! [O. Solihin | IG @osolihin]