Midun memanen sekeranjang protes dan penentangan. Meskipun prestasi di sekolahnya secerah bintang tapi tidak bisa memberikan cahaya. Dia dikenal sebagai siswa yang cerdas, berotak panjang, dan berakal seribu. Berbagai piala dalam bidang sains seperti piala lomba kimia, fisika, dan matematika berjejer di rumahnya. Wajar saja yang mengkilat bukan rambutnya tapi jidatnya alias kribo, kriting agak botak. Di luar semua itu, Midun adalah sosok yang menyedot perhatian kalangan siswa aktivis Islam. Pasalnya, Midun dengan segala prestasinya justru hadir sebagai pembawa obor pengerdilan Islam. Dengan nada sombong yang dibumbui sinis, dia selalu mengatakan bahwa menurunnya prestasi siswa dikarenakan mereka terlalu sibuk mengikuti pengajian keislaman. Sehingga tidak ada waktu untuk mengembangkan prestasi. Bahkan jilbab menurut dia dapat menurunkan daya tahan tubuh karena menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam tubuh. Wah..wah.. baru agak botak saja sudah menendang agama, bagaimana kalau sudah gundul plontos?
Lain Midun, lain pula Kacong. Di kalangan siswa, Kacong dikenal sangat alergi pada matematika, fisika, dan kimia. Setiap ada jadwal pelajaran itu, dia seperti berada dalam gerbong kereta api kelas super ekonomi banget. Dada terasa sesak, mata berkunang-kunang, dan duduk tidak tenang seperti orang kena tujuh bisul. Tapi akhir-akhir ini ada sedikit keanehan pada diri Kacong. Dia mulai sering bicara soal agama, bahkan menyerukan untuk melupakan pelajaran matematika dan saudara-saudaranya. Bahkan terkadang sangat atraktif, pada saat pelajaran matematika dia keluar kelas kemudian masuk ke mushalla untuk berdo’a. Mungkin ingin memberikan pesan pendek bahwa pelajaran sains tidak lagi perlu, sekarang yang penting menyiapkan diri untuk menyambut ajal tiba nanti. Menurutnya, malaikat tidak akan bertanya tentang sinus dan kosinus, apalagi menanyakan rumus kimianya glukosa atau konsep gaya sentrifugal. Kasihan Kacong, akhirnya dituduh sebagai orang yang tidak ikhlas, menjadikan aktivitas agama sekedar untuk menutupi segala kekurangannya dalam bidang saintek (sains dan teknologi).
“Midun dan Kacong hidup sekeping sekeping“, komentar pendek Tuan Sufi. Midun tumbuh pada sekeping sains dan memandulkan diri dalam masalah agama. Sementara Kacong menuju sekeping kelemahan yang hanya bertumpu pada do’a. Mereka yang sealiran dengan Midun akan menjadi manusia bebas yang hanya bertumpu pada kemampuan dan perkembangan saintek. Sementara agama (Islam) hanya sebatas pelengkap penderita, itupun kalau dianggap perlu. Sedangkan yang sejalan dengan Kacong juga akan meredupkan cahaya Islam, karena aktivitas keislaman baru sekedar pelarian dari segala kekurangan.
Kata Tuan Sufi, tidak kurang dari 14 abad Khilafah Islamiyah telah menjadi pusat peradaban dunia. Saat itu umat Islam bersatu membangun dan mengembangkan saintek demi untuk memajukan dan menguatkan harkat dan martabat umat di mata bangsa-bangsa di dunia. Sementara syari’at Islam diterapkan secara kaaffah sebagai problem solving dalam segala aspek kehidupan, ibadah, akhlak, pendidikan, budaya, sosial, hukum, ekonomi, dan juga politik. Jadi, mestinya siswa Muslim itu menjadi hamba yang tangguh meninggikan kalimat Allah sekaligus unggul dalam saintek. Memang, agar tidak mandul, sekolah dan pengajian mutlak dipadukan. [Sadik]
[diambil dari Majalah PERMATA, edisi September 2003]