Monday, 25 November 2024, 05:17

Sejak hancurnya Khilafah Islamiyah di Turki tahun 1924, muncullah berbagai jamaah atau gerakan Islam yang berjuang untuk mendirikan kembali Khilafah Islamiyah di muka bumi. Hal ini tentu adalah suatu kewajaran, mengingat hanya dengan negara Khilafah itulah, seluruh ajaran Islam akan dapat diterapkan secara sempurna dan kaffah dalam segala aspek kehidupan. Sebaliknya di bawah tindasan sistem masyarakat sekular sekarang ini dan tanpa negara Khilafah, dengan sendirinya Islam akan mengalami reduksi dan distorsi yang ekstrem, sehingga yang tersisa dari Islam hanyalah ibadah mahdhah, muamalah yang terbatas (seperti nikah, talak, cerai, rujuk, waris) dan aspek moral (akhlaq). Kesadaran akan keharusan Khilafah inilah yang menjadi pendorong utama munculnya berbagai jamaah atau gerakan Islam yang ada di Dunia Islam.

Lahirnya berbagai gerakan Islam ini pada satu sisi merupakan fenomena positif, karena berarti pada tubuh umat masih ada vitalitas (daya hidup) meskipun mereka mendapat cobaan yang sangat berat. Namun di sisi lain, keberagaman gerakan Islam terkadang memunculkan efek-efek samping yang kontraproduktif yang seharusnya tak perlu terjadi, semisal adanya tindakan saling menyerang dan menyudutkan satu sama lain. Kondisi seperti ini mengharuskan kita berpikir kreatif untuk mencari sinergi positif antar gerakan Islam dan format kerjasama yang mungkin diwujudkan di antara mereka. Yang demikian ini adalah sesuatu yang diperintahkan syara’, karena sesama mukmin haruslah bahu-membahu serta tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan (mengerjakan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.� (Qs. at-Taubah [9]: 71).

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.� (Qs. al-Maa`idah [5]: 2).

Untuk mencari sinergi antar gerakan-gerakan Islam tersebut, kiranya akan lebih komprehensif dan efektif bila pembicaraannya difokuskan pada hal-hal berikut:

  1. Keabsahan keberagaman jamaah Islam (ta’addud al ahzab)
  2. Segi-segi apa yang wajib dipersatukan dan segi-segi apa pula yang tidak wajib dipersatukan.
  3. Format kerjasama antara berbagai jamaah Islam.

Pembagian segi-segi pembicaraan seperti ini dimaksudkan agar permasalahan yang ada dapat ditinjau secara lebih menyeluruh dan komprehensif, berdasarkan fakta yang ada serta senantiasa berpedoman dengan hukum-hukum syara’.

Keabsahan Keberagaman Jamaah Islam
Kalau kita meneliti berbagai jamaah/kelompok/organisasi Islam yang ada pada setiap masa, maka akan kita jumpai keberagaman yang majemuk. Keberagaman gerakan tersebut disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yakni (1) syara’ memang membolehkan adanya keberagaman jamaah Islam, dan (2) nash-nash syara’ yang zhanniyah ad-dalalah memang bersifat ijtidiyah sehingga memungkinkan lahirnya lebih dari satu pengertian, baik dalam pola pemahaman (fikrah) maupun pola operasional (thariqah).

Faktor Pertama, bahwa syara’ memang membolehkan adanya banyak gerakan/kelompok harakah Islam (ta’addud al ahzab). Misalnya munculnya gerakan politik seperti Khawarij, Harakah Abbasiyah, atau fenomena semisal itu seperti timbulnya berbagai madzhab seperti madzhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan Maliki, dan sebagainya sebagaimana yang telah dialami oleh kaum muslimin terdahulu.

Semua madzhab ini posisinya sama seperti jamaah/kelompok/gerakan Islam yang ada saat ini. Dasar kebolehan adanya beraneka ragam kelompok dakwah adalah firman Allah SWT:

“(Dan) hendaklah ada di antara kamu segolongan umat (jamaah, kelompok dakwah, partai Islam, atau istilah yang sejenis) yang menyeru kepada bebajikan (Islam), memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.â€? (Qs. Ali-lmran [3]: 104).

Lafazh “ummah� pada ayat diatas, tidak membatasi jumlah jamaah atau kelompok gerakan Islam misalnya hanya satu jamaah saja. Sebab, ayat itu tidaklah berbunyi “ummatun wahidatun� (jamaah yang satu), melainkan hanya “ummah� saja. Jadi ayat itu mewajibkan kaum muslimin secara fardhu kifayah untuk membentuk suatu jamaah yang melaksanakan tugas dakwah, sebagaimana yang tertera pada ayat di atas. Seandainya telah terbentuk suatu jamaah, maka kewajiban tersebut tidak lagi dibebankan kepada yang lain. Karena itu, tidaklah wajib membentuk dua jamaah. Dengan demikian, bila telah terbentuk suatu jamaah, maka tujuan dari ayat tersebut telah terlaksana. Kalau ternyata kemudian muncul jamaah yang kedua, maka pembentukan itu hukumnya mubah (boleh ada).

Begitu pula kata “ulaa-ika� (merekalah) dalam ayat tersebut sesungguhnya adalah “kata tunjuk� (isim isyarah) untuk bentuk jama’ (plural) yang merujuk kepada lafazh “ummah�, yakni bahwa jamaah-jamaah atau kelompok-kelompok dakwah yang ada semuanya adalah termasuk golongan “muflihun� (orang-orang yang beruntung). Jadi, dengan menunjuk kepada lafazh “ummah�, atau dengan digunakannya bentuk (sighah) jama’ “ulaa-ika�, berarti boleh terbentuk jamaah lebih dari satu, atau banyak jamaah yang beragam.

Faktor Kedua, setiap gerakan berdiri atas dasar pemahaman tertentu (fikrah) dan juga pola operasional dakwah (thariqah) yang tertentu pula, di samping pemahaman mereka dalam menentukan prioritas utama (aulawiyat) terhadap masalah-masalah vital umat. Mengenai pola operasional dakwah bagi suatu gerakan, memang nash-nash syara’ memungkinkan adanya lebih dari satu macam pemahaman. Sebab, nash-nash tersebut khususnya yang berkaitan dengan pola operasional gerakan, menunjukkan lebih dari satu pengertian, karena sifatnya zhanniyah ad-dalalah (memiliki makna yang zhanni/bersifat dugaan). Misalnya, ada gerakan yang menganalogikan situasi sekarang dengan situasi dakwah Rasulullah SAW di Makkah, sehingga mereka beranggapan bahwa menggunakan tindakan fisik (kekerasan/kelompok bersenjata) adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan dakwah Rasulullah SAW. Ada juga gerakan yang bersandar pada hadits-hadits yang mengharuskan umat menentang penguasa dengan pedang atau kekerasan. Mereka beranggapan bahwa hadits-hadits tersebut memang mengharuskan agar umat bertindak demikian. Dari sudut tinjauan lain, ada sebagian harakah Islam menganalisis bahwa penyebab utama munculnya berbagai krisis politik, ekonomi, militer, maupun pendidikan, dan krisis lainnya dewasa ini, adalah karena tidak adanya negara Islam (Khilafah Islamiyah). Selain itu, ada pula yang beranggapan bahwa semua krisis tersebut muncul karena lemahnya keimanan dan rendahnya tingkat kerohanian kaum muslimin. Sedangkan kelompok lain beranggapan bahwa kelemahan umat Islam pada masa sekarang disebabkan oleh lemahnya bidang penghidupan ekonomi, keterbelakangan umat di bidang pendidikan, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan dua faktor di atas, maka munculnya beraneka ragam gerakan merupakan suatu hal yang wajar. Bahkan menurut sunnatullah, ini merupakah suatu keharusan, sebagaimana firman-Nya:

“Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah Dia menjadikan manusia menjadi umat yang satu. Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhannya. Dan untuk itu, Allah menciptakan mereka.� (Qs. Huud [11]: 118-119).

Oleh karena itu, tidak boleh dipandang bahwa perbedaan pendapat antar gerakan sebagai sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Apabila ada seseorang atau kelompok dakwah tertentu yang berpendapat demikian, maka itu adalah suatu kesalahpahaman terhadap fakta nash-nash syara’, tabi’at manusia, hakikat gerakan, dan pola operasional dakwah. Semua faktor ini adalah sebab-sebab yang melahirkan perbedaan di kalangan jamaah Islam.

Sepengetahuan kami, tidak terdapat di dalam al-Qur`an maupun as-Sunnah satu dalil syara’ pun yang mengharuskan adanya kesatuan antar gerakan Islam; dalam arti bergabung dalam satu wadah gerakan di bawah perintah satu amir (pemimpin), dan menjalankan tugas dakwah dengan satu pemahaman (fikrah) serta satu pola operasional dakwah (thariqah).

Sungguh, tidak ada dalil syar’i pun yang mengharuskan kesatuan semacam ini. Oleh karena itu, tidak dilarang adanya berbagai macam gerakan Islam. Penyatuan berbagai gerakan ke dalam satu wadah, bukanlah merupakan tujuan yang harus dicapai. Sebab, sesungguhnya adanya keragaman tersebut justru dibolehkan. Bahkan wajar pula apabila suatu gerakan mencanangkan dan mengutamakan suatu pola operasional dakwah sesuai dengan pemahamannya sendiri.

Namun demikian, perbedaan paham dan pendapat yang terdapat dalam berbagai gerakan/harakah Islam tidak berarti boleh bertengkar dan saling memutuskan hubungan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah). Sebab, sikap tersebut telah diharamkan dan tidak boleh terjadi. Jika keberagaman gerakan merupakan hal yang wajar, maka pemutusan hubungan dan saling bertikai satu sama lainnya adalah hal yang tidak wajar bahkan wajib dicegah dan diupayakan agar tidak sampai terjadi. Sebab, Allah SWT berfirman:

“… (Dan) Janganlah kamu berselisih (berbantah-bantahan), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan (kekuasaan)mu…â€? (Qs. al-Anfaal [8]: 46).

Rasulullah SAW pun telah bersabda:

“Janganlah kalian saling dengki (hasad), saling membelakangi, dan saling memutuskan hubungan. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.� [HR. Muslim].

Satu hal yang juga patut diperhatikan adalah, perdebatan di antara kelompok atau kritik suatu kelompok terhadap kelompok lain –selama dalam batas-batas syara’– janganlah dianggap sebagai perpecahan, pertengkaran, atau kecaman kepada pihak lain. Sungguh jangan dianggap demikian, sebab semua itu dilakukan justru dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar atau saling nasehat menasehati sesama mukmin. Allah SWT berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam suatu kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.� (Qs. al- �Ashr [103]: 1-3).
Hal-Hal Yang Wajib Dipersatukan Dan Yang Tidak Wajib Dipersatukan
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa keberagaman jamaah adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syara’. Dengan kata lain, tidak ada kewajiban untuk mempersatukan berbagai jamaah Islam yang ada dalam satu wadah di bawah perintah satu amir (pemimpin), dan menjalankan tugas dakwah dengan satu pemahaman (fikrah) serta satu pola operasional dakwah (thariqah) yang sama. Jadi, tidak kewajiban mempersatukan jamaah-jamaah Islam ke dalam satu wadah.

Namun demikian, meskipun penyatuan gerakan bukan merupakan kewajiban, ada beberapa hal prinsip yang wajib dipersatukan di antara jamaah atau gerakan islam. Yang terpenting adalah:

  1. Jamaah-jamaah Islam wajib menjalankan tugas dakwahnya sesuai dengan ketentuan syara’ yaitu, semua pola pemikiran (fikrah) dan pola operasional dakwahnya (thariqah) wajib bersumber dari dalil-dalil syara’
  2. Jamaah-jamaah Islam wajib bertujuan melanjutkan kehidupan Islam, yakni menjadikan kaum muslimin berkehidupan secara Islami dalam semua tindakan/kegiatan mereka sehari-harinya.
  3. Jamaah-jamaah Islam wajib mendorong umat untuk bertahkim/merujuk hanya kepada hukum syara’ semata dalam semua urusannya, baik dalam persoalan-persoalan kecil maupun besar.
  4. Jamaah-jamaah Islam wajib menjauhkan diri dari sikap saling bermusuhan yang pada akhirnya menyibukkan mereka dalam hal-hal yang tidak perlu (semisal mengecam, menyebarkan isu-isu, mengembangkan fitnah, dan yang sejenisnya), sehingga melupakan tujuan utamanya.

Apabila hal ini bisa disepakati untuk dicapai oleh semua pihak, berarti tujuan penyatuan pokok-pokok pikiran gerakan telah tercapai. Memang yang kita inginkan adalah adanya pertemuan antara para jamaah, gerakan dan organisasi Islam, untuk duduk berdampingan dan membahas masalah-masalah penting yang dihadapi oleh umat pada setiap saat, kemudian disepakati cara memecahkan setiap kendala yang dihadapi oleh setiap gerakan guna meraih tujuan utama yang melatarbelakangi keberadaan setiap gerakan Islam, yaitu: melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Khilafah Islamiyah serta membimbing dan mengarahkan semua manusia kepada Islam. Inilah yang merupakan tugas utama umat, sebagaimana yang tertera di dalam firman Allah SWT:

“(Dan) demikianlah Kami jadikan kalian umat yang terbaik (bertindak adil) agar menjadi saksi bagi manusia, (bahwa kalian telah menyampakan Risalah Islam kepada mereka) dan Rasul juga menjadi saksi atas kalian (pada Hari Kiamat bahwa dia telah menyampaikan Risalah tersebut kepada umatnya).� (Qs. al-Baqarah [2]: 143).

Oleh karena itu, berbagai jamaah, kelompok, atau gerakan Islam, mempunyai kewajiban agar umat menjadikan Islam sebagai asas bagi kehidupan, serta menjadikan halal dan haram sebagai standar atas segala perbuatan. Selain itu, menjadikan ide-ide (afkar) atau persepsi-persepsi (mafahim) Islam sebagai suatu keyakinan yang mendominasi semua jamaah, kelompok, gerakan Islam tersebut.

Format Kerjasama Antar Gerakan
Demi keberhasilan gerakan-gerakan Islam yang ada sekarang, harus diupayakan adanya jalur komunikasi dan kerjasama, serta penyatuan tujuan bagi semua gerakan Islam yang ada di seluruh dunia demi untuk mengatasi problema utama umat, yaitu melanjutkan kehidupan Islam dengan cara menegakkan Khilafah Islamiyah. Oleh karena itu, masing-masing harakah/gerakan haruslah berupaya memecahkan problema utama tersebut, dengan semboyan: “Silakan masing-masing bergerak sesuai dengan pemahaman (fikrah) serta pola operasional dakwahnya (thariqah).� Sebab dalam hal mi, masalah melanjutkan kehidupan Islam adalah merupakan induk dari semua krisis yang muncul di tubuh umat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak dibolehkan suatu gerakan menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan sampingan yang dapat mengalihkan jamaah/gerakan dari tujuan pokoknya yang telah disebutkan di atas seperti antara lain, mencurahkan sebagian besar perhatian dan waktunya kepada dunia pendidikan, kesehatan, kesenian Islam, media massa dan percetakan buku-buku Islam. Atau, pembinaan jasmani, latihan militer, silat, senam kebugaran, berbagai cabang olahraga, dan yang lainnya. Juga, pembinaan rohani seperti bacaan wirid berjam-jam, dan sebagainya. Atau kegiatannya hanya berkutat seputar lembaga pendidikan; mengurusi balai pengobatan, studio rekaman, penerbitan; atau menjadi kelompok militer, perkumpulan senam, dan sebagainya. Memang semua itu adalah amal yang dibolehkan syariat, akan tetapi hendaknya itu tidak mengalihkan perhatian suatu gerakan dari upaya memecahkan problema utama umat Islam. Hal semacam ini tidak boleh terjadi pada suatu gerakan/harakah Islam, karena dapat mengalihkan mereka dari tugas pokoknya.

Adapun langkah taktis-strategis yang harus ditempuh untuk mewujudkan format kerjasama berbagai gerakan Islam, dapat dilakukan sebagai berikut:

Pertama, diadakan pertemuan antar gerakan, tetapi hanya terbatas pada tingkat pimpinan atau qiyadah gerakan dengan maksud agar saling memahami satu sama lain, serta untuk menghindarkan diri dari sikap berselisih, menyerang atau menyudutkan satu dengan yang lainnya.

Kedua, membahas segi persamaan dan perbedaan pada setiap kontak (pertemuan), baik di tingkat qiyadah/pimpinan, maupun anggota.

Dalam model pertemuan yang demikian itu, haruslah dibuat aturan main yang jelas. Misalnya, berbagai perbedaan yang terdapat di antara gerakan Islam yang masih dalam batas-batas yang dibolehkan syara’, maka tidak perlu dipersoalkan, apalagi sampai mengundang adanya perpecahan atau pertikaian. Namun apabila perbedaan itu terjadi karena menyalahi ketentuan hukum syara’, maka setiap gerakan wajib tunduk kepada pendapat yang benar.

Dalam hal ini semua jamaah/kelompok/gerakan dan organisasi Islam, hendaklah menganggap dirinya menjadi salah satu jamaah Islam yang merupakan bagian dari Jamaatul Muslimin (umat Islam secara keseluruhan). Tidak dibenarkan bagi salah satu dari gerakan atau jamaah menganggap dirinya sebagai Jamaatul Muslimin. Atau menganggap bahwa setiap orang yang berbeda pemahaman dan pola operasional dakwahnya dengan apa yang ada pada diri mereka adalah seolah-olah telah keluar dari Jamaatul Muslimin, atau dianggap telah memecah-belah persatuan umat!

Memang wajar bila setiap gerakan berhak menganggap pemahamannya terhadap Islam dan pola operasional dakwahnya adalah tepat (shawab) dan benar (shahih). Sebab kalau tidak demikian, tentulah gerakan itu tidak akan mempunyai pedoman gerak, karena tidak terikat pada suatu pemahaman dan pola operasional dakwah tertentu. Akan tetapi harus dibedakan sikap suatu jamaah/kelompok/gerakan yang menganggap dirinya lebih benar dibandingkan dengan yang lainnya, dengan sikap menganggap dirinya yang mutlak benar (paling benar) sedangkan yang lainnya sesat atau kafir. Atau, menganggap dirinya sebagai satu-satunya Jamaatul Muslimin, yang berarti bahwa berbagai jamaah di luar diri mereka tidak lagi termasuk Jamaatul Muslimin! Sikap yang demikian itu secara syari’ tidak dibenarkan. Sebab, Islam menganggap bahwa kaum muslimin secara keseluruhan adalah Jamaatul Muslimin. Dalam hal ini, kita telah diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah (potongan) Hadits Huzhaifah bin Yaman:

“…Tetaplah engkau bersama dengan jamaah kaum muslimin dan Imam (Khalifah) mereka.â€? [HR Bukhari].

Begitu pula tatkala Khalifah Utsman bin Affan terbunuh, seseorang bertanya kepada lbnu Mas`ud tentang bagaimana ia harus bersikap dalam situasi yang “labil� tersebut. lbnu Mas`ud radhiyallahu �anhu berkata:

“Tetaplah engkau (bergabung) bersama Jamaatul Muslimin. Sebab, Allah SWT tidak akan mempersatukan umat Muhammad ini dalam kesesatan.�

Perkataan lbnu Mas`ud tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “Jamaatul Musliminâ€? adalah umat Islam secara keseluruhan. Bila ucapan tersebut dikaitkan dengan Hadits Huzhaifah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Jama’atul Muslimin adalah masyarakat kaum muslimin yang berada di bawah kekuasaan seorang Imam/Khalifah, dan mereka ketika itu tidak bergabung dengan kelompok atau aliran sesat yang menentang Islam dan Khilafah atau berusaha memisahkan diri dari Jamaatul Muslimin.

Pengertian tentang Jamaatul Muslimin ini, sesungguhnya tidaklah berbeda dengan pendapat para fuqaha dan ahli hadits. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa Jamaatul Muslimin adalah seluruh umat Islam (Assawad Al A’zham), atau jamaah kaum muslimin yang menaati Imam/Khalifah mereka. Sedangkan siapa saja yang melanggar bai`at (baiat taat), maka ia dianggap telah keluar dari Jamaatul Muslimin.

Oleh karena itu, kepentingan pertemuan pada tingkat pimpinan merupakan satu keharusan dan perlu dibahas secara serius dan berdayaguna, dengan tujuan untuk menghilangkan perselisihan di antara gerakan-gerakan dakwah Islam, sekaligus sebagai upaya untuk menyatukan gerak dakwah khususnya dalam masalah-masalah strategis yang dihadapi oleh umat Islam sekarang. Semua itu tidak lain adalah untuk menemukan cara dan sarana yang tepat dan bijaksana demi mendorong kemajuan dakwah Islam.

Juga perlu adanya pertemuan secara informal pada tingkat anggota gerakan Islam itu sendiri, agar mereka dapat memahami bahwa dirinya juga merupakan bagian dari kaum muslimin sebelum mereka bertindak sebagai seorang pengemban dakwah. Dengan kata lain, seorang pengemban dakwah adalah seorang muslim, sebelum ia terlepas atau berada dalam suatu kelompok/jamaah/gerakan Islam. Juga, perlu dijelaskan kepada mereka bahwa hubungan antar sesama anggota gerakan haruslah berupa hubungan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah), dan bahwasanya setiap pengemban dakwah harus diingatkan pada firman Allah SWT:

“Berpegang teguhlah kalian semua dengan Dinul Islam (Hablullah) dan janganlah (kamu) bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan [di masa jahiliyah], maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu, karena nikmat Allah itu, orang-orang yang bersaudara.� (Qs. Ali-lmran [3]: 103).

Apabila para pengikut gerakan Islam tersebut menjadikan ayat di atas sebagai pusat perhatiannya, maka mereka akan menyadari bahwa hubungan antara pengikut gerakan tersebut adalah hubungan persaudaraann (silah ukhuwah) sekalipun terdapat berbagai bentuk perbedaan (ikhtilaf). Sebab, perbedaan yang demikian adalah perbedaan yang wajar terjadi di antara sesama kaum muslimin, tetapi hendaknya tidak sampai menimbulkan sikap saling bermusuhan satu sama lain. Mereka itu bersaudara.

Oleh karena itu perlu adanya pertemuan antar pengikut gerakan, misalnya di masjid, sekolah/kampus, rumah-rumah maupun kantor, atau di setiap tempat yang memungkinkan para pengemban dakwah dapat bertemu. Selain itu, satu sama lain hendaknya membicarakan tentang ide-ide Islam dan masing-masing berusaha untuk merealisasikan Islam dalam kehidupan.

Setiap orang dari mereka harus menyadari bahwa dakwah mereka wajib ditujukan untuk Islam, bukan untuk jamaah/kelompok/partai/organisasi, atau perorangan. Juga, sikap wala` (loyalitas) adalah untuk Islam semata, bukan untuk salah satu golongan atau perorangan tersebut.Kemudian setiap orang di antara mereka hendaknya menyadari bahwa dia bersama saudaranya berada dalam satu kubu untuk menentang kekufuran dan orang-orang kafir yang memusuhi Islam beserta umatnya.

Jika kesadaran ini telah muncul, maka insya Allah akan hilang fanatisme (ta’ashshub) terhadap golongan, partai, jamaah, atau fanatisme terhadap pemimpin gerakan. Sebab, loyalitas seorang muslim harus semata-mata untuk Islam. Begitu juga ketaatannya, harus merupakan ketaatan yang lahir atas dasar kesadaran, bukan taqlid buta. Oleh karena itu, bila telah terbentuk suatu kontak pertemuan antara para pemimpin dan pengikut masing-masing jamaah atau gerakan, maka berarti telah terbentuk pula satu kesatuan aktivitas atau kerja sama (ta’awun) yang akan mendatangkan keuntungan bagi dakwah Islam, sehingga ia menjadi pendorong dakwah untuk bergerak maju dengan kehendak Allah SWT.

Khilafah Adalah Untuk Seluruh Umat, Bukan Untuk Satu Jamaah Saja
Hendaklah semua gerakan Islam menyadari bahwa Khilafah (pemerintahan Islam) adalah semata-mata Khilafah Islamiyah, bukan Khilafah milik golongan/gerakan tertentu, baik Hizbut Tahrir, lkhwanul Muslimin, Jamaah Tabligh, Jamaah Islamiyah, dan lain-lain. Juga perlu disepakati bahwa Khalifah yang dibai’at oleh umat merupakan Imam (pemimpin) bagi kaum muslimin seluruhnya dan dialah yang mewakili umat dalam melaksanakan hukum syara’ serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad fi sabilillah.

Seorang Khalifah tidak boleh mewakili kepentingan satu golongan tertentu, dan tidak boleh pula mendahulukan kepentingan satu partai politik tertentu, yang pernah diikutinya atau masih aktif di dalamnya lebih daripada kepentingan kaum muslimin keseluruhannya. Karena, dengan terlaksananya bai’at (pengangkatan terhadap Khalifah), maka dia telah menjadi wakil kaum muslimin dalam melaksanakan seluruh Syariat Islam dan mengemban Risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad fi sabilillah. Di samping itu, ia harus mengatur dan memelihara urusan kaum muslimin secara keseluruhan, termasuk urusan ahlu zhimmah. Sebab, Khalifah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas seluruh rakyat, muslim ataupun non-muslim.

Ini berarti bahwa setiap gerakan harus beranggapan bahwa apabila salah satu gerakan telah berhasil menegakkan Khilafah Islamiyah, maka yang lain harus ikut tunduk kepada Khalifah yang diangkat oleh gerakan tersebut dengan membai’atnya (bai’at al-tha’at) selaku Amirul Mukminin. Juga, hendaklah setiap gerakan berusaha untuk menggabungkan semua wilayah yang menjadi pusat gerakan mereka dengan wilayah-wilayah Khilafah tanpa melihat lagi gerakan mana yang telah berhasil mendirikan Khilafah Islam.

Apabila Jamaah Islamiyah yang ada di Pakistan telah berhasil mendirikan suatu negara yang berbentuk Khilafah Islamiyah, kemudian negeri tersebut telah memenuhi semua persyaratan sebagai Darul Islam, yakni hukum yang diterapkan adalah hukum Islam serta keamanan (kekuasaan) masyarakat di sana yang tadinya berada di bawah naungan kekufuran telah berubah status di bawah keamanan (kekuasaan) Islam, maka pada saat itulah wajib bagi seluruh gerakan lainnya yang beroperasi di luar wilayah Pakistan, seperti Hizbut Tahrir, lkhwanul Muslimin, Kelompok Jihad, FIS (Front of Islamic Salvation), Jamaah Tabligh dan lain sebagainya untuk segera berbai’at kepada Khalifah serta berusaha menggabungkan negeri Islam lainnya dengan Negara Khilafah.

Oleh karena itu, tidak begitu penting siapa yang mendapatkan pertolongan Allah SWT (nashrullah) lebih dahulu, tetapi yang penting adalah pertolongan Allah SWT itu turun kepada salah satu gerakan Islam. Sebab, Khilafah adalah untuk kaum muslimin semuanya dan kemenangan itu diperuntukkan bagi semua gerakan yang ada di dunia, bukan untuk salah satu dari mereka. Dengan demikian, keberagaman gerakan merupakan faktor positif yang sebenarnya dapat menumbuhkan semangat bergerak dalam diri umat dan mendekatkan semua kaum muslimin kepada pertolongan Allah SWT yang diharapkan akan segera tiba dalam waktu yang dekat.

Penutup
Demikianlah garis besar format kerjasama antar gerakan Islam yang semua itu kiranya dapat dilaksanakan melalui diskusi atau pertemuan langsung (muwajahah/face to face), bukan melalui surat menyurat, atau cara-cara lainnya. Hanya inilah yang dapat membuka wawasan yang kuat antar gerakan Islam untuk berjuang melaksanakan kegiatan dakwahnya yang itu tidak mungkin dilaksanakan sendiri-sendiri.

Akhirnya marilah kita memohon kepada Allah SWT agar berkenan memberikan kekuatan dan taufiq kepada semua gerakan Islam untuk berjuang sesuai dengan apa yang diridlai-Nya, dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar menetapkan semua gerakan Islam di jalan yang haq dan benar (shahih), serta berupaya menegakkan Khilafah Islamiyah yang keberadaannya sangat penting bagi umat Islam. Bahkan, bagi semua umat manusia! Kita juga memohon kepada Allah SWT agar pencapaian cita-cita semua gerakan dapat terlaksana, yaitu dengan tegaknya Khilafah Islam dan terhimpunnya kekuatan kaum muslimin, serta terciptanya kesatuan antar negeri-negeri Islam.

Alhamdulillah, perasaan dan semangat Islam demikian telah mulai muncul dan bersemi di kalangan umat Islam yang kini cenderung untuk bangkit. Oleh karena itu, kita juga memohon kepada Allah SWT agar semua gerakan Islam dapat berhasil mencapai satu-satunya tujuan ini, dan selanjutnya lepas landas demi membebaskan manusia dari berbagai tindak kezhaliman, kerusakan, kenistaan, keresahan serta kekacauan. Tercapainya tujuan tersebut bukanlah suatu hal yang sulit bagi Allah SWT. [Muhammad Shiddiq al-Jawi]