Saturday, 23 November 2024, 11:16

Para aktivis dakwah di Rusia semakin menderita. Gelora semangat untuk menegakkan kemuliaan agama dibalas intimidasi kejam pemerintah Moskow. Isu terorisme pun dituduhkan pada kaum muslimin.

Judul di atas nggak main-main. Di kawasan Asia Tengah seperti Uzbekistan menjadi orang Islam yang istiqamah makin susah. Sebabnya tidak lain pemerintah Rusia dan sekutunya memainkan politik represif terhadap kaum muslimin?  khususnya mereka yang diketahui menjadi penggiat dakwah. Dengan dalih terorisme pemerintah Rusia menggelar operasi penangkapan besar-besaran terhadap para aktivis dakwah di sana. Tindakan serupa juga terjadi di wilayah-wilayah pecahan Uni Soviet. Komunisme tidak saja mewariskan ideologinya tapi juga kekejaman terhadap kaum muslimin.

Padahal, dalam sejarah dunia Islam, Rusia dan wilayah-wilayah bekas pecahannya dikenal sebagai tempat kemunculan berbagai ahli hadits dan fuqaha, ahli filsafat, fisika, matematika dan astronomi. Nama-nama seperti Al Khawarizmi, Al Biruni, Farabi, Abu Ali Ibnu Sina dan pionir hadits terkemuka, Imam Bukhari, adalah keturunan bangsa Uzbekistan yang mengharumkan tanah air mereka ke seluruh dunia. Pemikiran-pemikiran mereka tidak saja mendapat respon yang luar biasa dari kalangan umat Islam, akan tetapi juga dari kalangan Kristiani, Yahudi dan Budha.

Mayoritas umat Muslim di Rusia adalah: 1. Uzbekistan, 2. Tajikistan, 3. Azerbaijan, 4. Georgia and Armenia, 5. Kazakhstan, 6. Kirghizia, 7. Tatar dan Bashkar, 8. Caucasia and 9. Cremia. Jumlah mereka total mencapai 80 juta jiwa.

Sejarah Kebencian
Awal kaum Bolshevik berkuasa di Soviet mereka memberi janji manis pada umat muslim. Tapi di tahun 1920-an, pemerintah sosialisme mulai mencari cara untuk menghancurkan Islam. Mereka terlebih memecah kaum muslimin menjadi kelompok-kelompok kecil agar lebih mudah dikendalikan. Pemerintahan Bolshevik ini juga menguasai lembaga-lembaga keislaman di seluruh Soviet. Hasilnya, seluruh ulama yang duduk di lembaga-lembaga keislaman dikuasai oleh pemerintah. Hanya para ulama yang mendapat persetujuan pemerintah saja yang diizinkan mengajar di tengah-tengah masyarakat dengan kontrol materi yang sangat ketat.

Setelah beberapa tahun pemerintah komunis mulai melakukan intimidasi secara terang-terangan. Zakat dilarang, demikian pula menunaikan ibadah haji dan penggunaan bahasa Arab. Stalin bahkan memerintahkan aparat keamanan untuk mengeksekusi setiap muslim yang memiliki kopian Al Qur’an. Mesjid-mesjid ditutup dan diubah menjadi klub-klub hiburan dan rumah bordil. Selama 74 tahun berkuasa pemerintah sosialis telah mengeksekusi sekitar 50 ribu ulama dan para ustadz, serta menutup 14 ribu mesjid hanya di kawasan Turkistan. Sementara itu kaum muslimin dilabeli ‘Balmeek’, dimana setelah itu ia dapat dibunuh kapan saja.

Akibatnya umat Muslim kian jauh dari ajaran Islam. Banyak muslim di Soviet menjalankannya sholat wajib hanya sekali dalam sehari dari lima waktu yang diwajibkan, ibadah puasa Ramadlan dijalankan kurang dari sebulan, sementara ibadah haji yang memang sudah terlarang tetap dilakukan, tapi bukan ke tanah suci melainkan ke beberapa tempat ‘kramat’ di Soviet.

Dalih Terorisme
Peristiwa serangan 11 September terhadap gedung WTC di AS, yang disusul dengan seruan ‘perang melawan terorisme’, semakin membuat pemerintah Rusia dan negara-negara pecahannya bernafsu memburu para aktivis dakwah. Untuk menangkapi para aktivis dakwah pemerintah Rusia menggunakan cara-cara yang manipulatif. Biasanya korban ditangkap dengan barang bukti bom, senjata, dsb. yang amat diragukan kebenarannya sebagai milik tersangka. Modus penangkapan seperti ini berkembang di mana-mana, di seluruh Rusia dan negara-negara bekas koloninya. Human Rights Watch memperkirakan lebih dari 600 aktivis orang ditangkap karena kegiatan politik, dan sebagian mengalami penyiksaan hingga tewas.

Memang, para aktivis dakwah yang tertangkap mengalami berbagai macam penyiksaan yang brutal. Sejumlah laporan lembaga amnesti internasional bahkan media massa setempat beberapa kali menurunkan laporan-laporan soal penyiksaan yang tidak pantas dilakukan bahkan terhadap hewan sekalipun.

Sebut saja apa yang menimpa Muzavar Avazov (35 tahun). Aktivis dakwah dan ayah empat orang anak ini tewas setelah beberapa hari ditangkap oleh dinas kepolisian Uzbekistan, atau tepatnya pada tanggal 8 Agustus 2002. Human Rights Watch yang melakukan investigasi di Uzbekistan menuturkan bahwa 70 persen tubuh Muzavar mengalami luka bakar serius. Dokter yang memeriksanya menyatakan hal itu tidak mungkin terjadi selain dengan cara merendam korban ke dalam air mendidih. Menurut pengakuan sejumlah tahanan Muzavar disiksa hingga mati karena menolak perintah para algojo penjara Uzbekistan untuk berhenti mengerjakan sholat.

Lain lagi siksaan yang menimpa Abdul Khalil, 28 tahun, yang di tangkap di lembah Ferghana pada bulan Agustus tahun 2001. Pria ini divonis 16 tahun penjara karena “mencoba untuk mengubah struktur konstitusional”. Saat ayahnya melihat untuk pertama kali semenjak hari penangkapannya, ia terbaring di atas usungan di rumah sakit penjara. Kepalanya memar dan lidahnya bengkak. Ia hanya dapat berkata, “lama ditenggelamkan di air”.

Korban lain adalah seorang pengemudi taksi di Tashkent yang juga aktif dalam kegiatan dakwah Islam. Izzatullo Muminov nama pria tersebut. Pada sore hari tanggal 7 Oktober 2002, Muminov belum juga pulang ke rumah seperti biasanya. Baru pada tanggal 9 Oktober jam 1:30 setempat ia menelepon ke rumah dan mengatakan bahwa ia berada kantor polisi Sobir Rakhimov. Ia sempat memberitahu keluarganya untuk tidak perlu cemas karena ia akan segera pulang. Dan ternyata pada hari itu juga Muminov diantar pulang oleh polisi tapi dalam keadaan tak bernyawa. Polisi mengatakan bahwa Muminov tewas setelah gantung diri di dalam selnya.

Pada keluarganya, pihak kepolisian mengatakan bahwa Muminov terlibat perampokan bersama dua orang pria lain. Polisi juga memperlihatkan surat pernyataan kejahatan yang ditandatangani Muminov. Pihak keluarga mengakui bahwa surat itu ditulis oleh Muminov namun mereka menyangkal bahwa tanda tangan pada surat itu adalah buatannya.

Siapapun sulit untuk percaya bahwa Muminov meninggal akibat gantung diri. Sebabnya sekujur tubuh Muminov lebam, kulit di sekitar lehernya sobek, dan pada bagian tubuh yang lain terlihat genangan darah akibat penyiksaan. Rights Human Watch meyakini bahwa Izzatullo Muminov maupun Abdul Khalil adalah korban dinas rahasia Uzbekistan, SNB. Bagi polisi dan dinas intelejen penyiksaan dan pembunuhan adalah “teknik investigasi yang rutin” dilakukan terhadap para aktivis dakwah.

Kebijakan kejam tidak hanya berlaku pada para aktivis dakwah, tapi juga menimpa gerakan HAM yang kritis. Seorang aktivis HAM dari kelompok Human Rights Society of Uzbekistan, Yuldash Rasulov, ditangkap polisi pada tanggal 24 Mei 2002. Rasulov dituduh melakukan rekruitmen para pemuda untuk pelatihan teroris internasional. Sebuah langkah untuk mendiskriditkan gerakan HAM di Uzbekistan.

Dibela AS
Kekejian pemerintah negara-negara sosialis di Asia Tengah memang mendapat kecaman. Human Rights Watch beberapa kali memprotes perlakuan tidak manusiawi rezim Karimov terhadap para tahanan. Mereka menurunkan berbagai tulisan yang mengungkap terjadinya praktek penyiksaan yang amat brutal terhadap tahanan. Media massa pun mengungkap praktik kebinatangan tersebut. Mereka melakukan sejumlah investigasi kepada keluarga korban atau ke dalam penjara.

Ada hasilnya memang. Pada bulan Juni 2003 pemerintah AS dan Uni Eropa mengungkapkan perhatian mereka terhadap kematian sejumlah tahanan di Uzbek. Terakhir menimpa Orif Eshonov pada tanggal 15 Mei 2003. Dalam sebuah pernyataan petugas yang berwenang dari kedubes AS di Tashkent melalui Interfax, Douglas Davidson, ketua utusan misi AS untuk Dewan Tetap Organisasi untuk Keamaan dan Kerjasama Eropa (Permanent Council of the Organization for Security and Cooperation in Europe/OSCE) mengajukan pertanyaan kepada pemerintah Uzbekistan akan komitmen untuk standar kebijakan yang lebih tinggi dalam hak asasi manusia.

Davidson juga mengatakan bahwa pemerintah Karimov harus membuat perkembangan yang lebih cepat dan transparan dalam melaksanakan rekomendasi dari Pimpinan Khusus PBB Anti Kekerasan Theo van Boven, yang telah mengunjungi Uzbekistan di bulan November dan Desember tahun lalu.

Tapi lain di mulut, lain di hati, dan lain di lapangan. AS dan Uni Eropa tidak pernah melakukan tindakan apapun selain mengecam. Ini berbeda misalkan dengan sikap AS terhadap masalah Timor Leste atau pemerintah Myanmar, dimana AS demikian giat mengecam bahkan melakukan ancaman fisik. Ini adalah bukti kampanye �perang terhadap terorisme’ adalah ironis dan sistem internasional telah buta. Bukankah kebijakan keji pemerintahan Rusia dan Karimov juga termasuk kategori �terorisme’, yakni �state terorism’ atau praktik terorisme oleh negara terhadap rakyatnya?

Apa yang diterima oleh Karimov justru penghargaan dan bantuan keunangan. Presiden AS george W Bush telah menjadikan Karimov sebagai sekutu baru di kawasan Kaukasus. Tahun lalu AS telah memberikan dana bantuan sebesar US$ 500. Sebagian dari dana bantuan itu, yakni sebesarUS$ 79 juta dipergunakan untuk membiayai keamanan negeri tersebut alias untuk memburu dan menangkapi para aktivis dakwah Islam.

Kedekatan Bush dengan Karimov sangat nyata. Pada bulan Maret tahun lalu Karimov berkunjung ke Washington. Mereka menandatangani sebuah deklarasi jaminan keamanan dan berjanji untuk lebih memperkuat lagi “materi dan teknik dasar perwakilan pemberdayaan hukum�. Bahkan pada tanggal 2 Mei NATO menyatakan bahwa Uzbekistan dapat dipergunakan sebagai pangkalan militer bagi sekutu untuk menjalankan operasi menjaga perdamaian di Afghanistan. Tapi kedatangan pasukan AS ini menjadikan tindakan brutal rezim Karimov terhadap umat Muslim kian menjadi-jadi. Kini warga harus mengajukan izin jika hendak bepergian ke luar kota, dan pergi ke mesjid kemungkinan besar akan berujung pada penangkapan.

Seorang pejabat senior pemerintahan Barat mengatakan, “Di sini rakyat kurang memiliki kebebasan dibandingkan era Brezhnev (salah seorang pemimpin Soviet dahulu). Ironinya pemerintahan partai Republik AS justru mendukung sisa-sisa pengikut Brezhnev sebagai bagian upaya mereka melawan ekstrimis Islam.�

AS juga mendanai sejumlah kelompok HAM di Uzbekistan. Tahun lalu sumbangan sebesar US$ 26 juta diturunkan sebagai program demokratisasi karena AS menilai Uzbekistan telah “menunjukkan sejumlah langkah positif� dalam penegakkan HAM dan demokrasi.

Sikap AS bertentangan dengan pandangan Human Rights Watch. Matilda Bogner salah seorang aktivis Human Rights Watch berkomentar, “Saya menolak pandangan bahwa telah ada kemajuan yang riil. Tidak ada yang berubah di sini.�

Hakimjon Noredinov, 68, menyetujui pandangan tersebut. Pria ini terjun dalam aktivitas HAM setelah putranya yang tertua, Nozemjon, 33, menjadi korban kebrutalan dinas rahasia Uzbekistan. Putranya disiksa dan ditinggalkan begitu saja dengan tengkorak yang retak oleh para petugas dinas rahasia dengan harapan akan mati. Nozemjon masih hidup tapi sekarang ia dirawat di rumah sakit jiwa karena berteriak-teriak sepanjang malam akibat tulang tengkoraknya menganga setelah penyiksaan tersebut. Noredinov berkata, “Kehidupan rakyat di sini tidak menjadi lebih baik setelah keterlibatan AS. Berkat bantuan AS, Karimov justru menjadi semakin kaya dan berkuasa.�

Allah Sebagai Penolong
Berliku dan berkerikil tajam. Begitulah jalan yang harus ditempuh kaum perjuangan muslim Uzbekistan demi kemuliaan agama. Intimidasi, penangkapan dan penyiksaan nyaris sepanjang hayat dikandung badan. Dari zaman revolusi Bolshevik hingga rezim Karimov, tak ada yang menyisakan harapan akan kemenangan Islam.

Tentu saja karena kemenangan adalah hak prerogatif Allah Swt. Zat yang menurunkan agama ini. Dia telah menjanjikan kemenangan bagi Islam dan para pejuangnya. Baik kemenangan di dunia maupun kemenangan di akhirat. Apa yang kini menimpa para syabab muslim di Uzbekistan adalah satu harga yang harus dibayar oleh mereka dan akan dibeli oleh Allah dengan surgaNya. Pastinya, tidak ada kemenangan dan kenikmatan yang lebih besar selain balasan ridlo dan surga yang Ia janjikan.

Bersabarlah saudara-saudaraku di Uzbekistan! Sesungguhnya Allah bersama kalian dan kita semua! Tunggulah hingga saatnya tiba, saat Allah memenangkan agama ini dan menghinakan lagi meluluhlantakkan kesombongan kaum kuffar! Bagi kalian yang telah syahid menemui Rabb, sampaikan salam padaNya bahwa masih banyak hamba-hambaNya yang meniti jalan perjuangan. Berbahagialah kalian karena akan telah menemui janji-janji kenikmatanNya. Allah Mahatahu akan amal perjuangan kalian.

“Di antara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya),”(Al Ahzab [33]:23) [Iwan Januar, dari berbagai sumber]