gaulislam edisi 136/tahun ke-3 (17 Jumadits Tsaaniy 1431 H/ 31 Mei 2010)
Suatu hari di tahun 711 M, armada berkekuatan 7.000 prajurit itu merapat di pantai Andalusia. Sang Panglima lantas memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh armada mereka. Sebuah orasi tersulut dari mulut Sang Panglima, “Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?…” Instruksi ini dimaksudkan agar semua pasukan membakar habis pilihan untuk menjadi pecundang dan pengecut. Mereka hanya diberi dua pilihan, memenangkan pertempuran atau mati syahid.
Ya, sebait episode di atas adalah sebuah epik tentang seorang Thariq bin Ziyad, panglima pembebas Andalusia, beserta pasukannya yang berhasil menaklukkan 25.000 prajurit Visigoth di bawah komando Raja Roderick Spanyol. Kemenangan yang diraih pasukan kavaleri Islam tersebut termasuk historical moment. Berkat perjuangan mereka, Islam menaungi benua Eropa. Nggak heran kalo akhirnya nama beliau diabadikan untuk menyebut sebuah bukit karang setinggi 450 meter di semenanjung pantai tenggara Spanyol, Jabal Thariq. Orang Barat menyebutnya Gibraltar.
Sobat muda, motivasi adalah salah satu kunci selain keimanan dan doa yang menjadi penentu kemenangan tersebut. Dalam bahasa Arab, motivasi diistilahkan sebagai al-quwwah. Mutlak dalam menjalani hidup, kita memerlukan motivasi. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam karir dan hidup, disinyalir dipengaruhi erat oleh motivasi yang dimilikinya. Itulah mengapa saat ini menjamur kemasan program-program training (pelatihan) dalam rangka memfasilitasi peningkatan motivasi berprestasi (achevement motivation). Termasuk salah satunya Training the Spirit of Soul-nya Segi3 Learning Centre (permisi, numpang promosi dikit, heuheu).
Tapi sayangnya, di saat yang bersamaan pula, kita saksikan betapa banyak remaja yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin masa depan, seolah kehilangan semangat dan motivasinya untuk berlomba mengukir prestasi serta mempersiapkan hari esoknya. Ada apa gerangan? Awal kisah kita mulai dari te-ka-pe…
Remaja, riwayatmu kini…
Seperti sedang berada di persimpangan jalan dan kebingungan, itulah gambaran remaja kiwari. Bak hidup segan mati tak mau. Kadang mengenaskan melihat rutinitas harian mereka yang nggak lebih dari sekedar having fun ’menikmati masa muda’, nyaris minus nilai. Bukan bermaksud mendikte apalagi usil sama urusan kamu, Pren. Anggaplah ini sekadar masukan konstruktif dari saya yang seumuran, atau lebih duluan hidupnya dibanding kamu, sebagai bukti care dan sayangnya saya. Moga kamu semua ikhlas nerimanya, ya.
Dalam perenungan, saya sering ketakutan terhadap eksistensi remaja ke depannya. Klop, seperti yang Allah Swt. firmankan (yang artinya): “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS an-Nisaa’ [4]: 9)
Ketakutan yang saya maksud bukan tanpa dasar. Semakin hari, kita semakin lemah. Baik dari sisi personal maupun persatuan umat. Dengan prestasi jeblok. Kita jadi asyik dengan aktivitas nafsi-nafsi. EGP. Saya sering menemukan remaja yang malah nggak peduli sama hidup dan masa depannya sendiri. Jangankan punya sense of belonging (rasa memiliki) untuk Islam, atau motivasi berprestasi dan jadi pemimpin hari esok, dirinya sendiri pun nggak apik ngelolanya. Apalagi buat masalah yang ada kaitannya sama mikirin masalah umat. Nggak ada semangat. Sayyid Quthb pernah mengibaratkan kondisi ini dengan mengatakan, “al-islamu syaiun wal muslimu syaiun akhar (Islam itu seperti sesuatu dan penganutnya seperti sesuatu yang lainnya)”. Itu artinya, dia sendiri nggak kenal sama jati diri sendiri dan Islam yang dianutnya. Nastaghfirullah…
Buat masalah pacaran, tawuran, vandalisme, seks bebas, narkoba, dkk, baru pada semangat nunjukin ’ke-aku-annya’. Prestasi yang ada malah untuk yang sifatnya negatif. Coba deh perhatiin gaya remaja sekarang yang katanya ’gaol’. Budaya malu seakan terkikis seiring perkembangan zaman. Nggak ada lagi akhirnya istilah ewuh pakewuh (sungkan) untuk melakukan perbuatan negatif di depan publik dalam kamus hidup mereka. Belum lagi ditambah fakta menyedihkan mengenai minimnya jumlah remaja yang bisa baca tulis al-Quran dengan fasih dan lancar. Gimana mau ngerti plus faham kandungan al-Quran, baca aja nggak bisa! Mungkin ada benarnya juga pepatah latin mengatakan Omnia mutantur nos et mutamur in illis (segala sesuatunya berubah dan manusia pun ikut berubah dengannya). Hal ini terjadi karena sebagian besar remaja kita nggak punya konsep dan tujuan hidup yang jelas. Victor Frankl, psikolog yang pernah disiksa oleh Nazi dan kemudian memopulerkan Logoterapi, mengemukakan “tujuan hidup yang jelas, membuat orang punya harapan serta tidak mengakhiri hidupnya”. Itulah sebabnya, nggak mengherankan jika dikatakan bahwa salah satu penyebab terbesar dari angka bunuh diri juga disebabkan oleh kehilangan arah atau pun tujuan hidup.Oalah rek!
Motivasi dan prestasi
Barangkali ada yang masih belum ngeh apa seh motivasi itu? Nah, menurut David C. McClelland (1961), psikolog asal Harvard University, motivasi diartikan sebagai “…is impertus to do well relative to some standard of excellence.” (Jhonson, 1984). Suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji.
Motivasi adalah bahan bakar yang dapat menggerakkan mesin kehidupan kita. Apa yang kita cita-citakan bisa tercapai kalo kita punya motivasi yang tak terhingga. Sebab, kemampuan tubuh kita terbatas. Tapi kekuatan motivasi nyaris nggak ada batasnya. Motivasi ini juga yang sekarang nyaris raib di dunia Islam, baik untuk motivasi hidup ber-Islam maupun berprestasi. Hmm…padahal kita umat terbaik.
Bro, sebagai bukti, kedahsyatan efek motivasi ini bisa kita lihat dari cuplikan kemenangan Italia pada World Cup 2006 silam. Masih inget nggak? Bicara soal skill pemain, kerjasama tim, dan strategi yang dipilih pelatih, pasti semua tim yang berlaga memilikinya dengan ciri khas masing-masing. Tapi yang membedakan adalah motivasi. Faktor inilah yang mendorong Italia berusaha sekuat tenaga untuk menang melawan Jerman di partai semifinal. Di lain pihak, tim yang berjuluk Panser itu sedang berusaha memaksakan supaya permainan berakhir seri lalu adu penalti. Karena di sanalah mereka berharap bisa mengalahkan lawan, seperti ketika melawan Argentina. Hasilnya? Hanya dalam dua menit sisa pertandingan, Italia berhasil menjebol pertahanan Jerman dengan dua gol. Jadilah Italia melaju ke final dan akhinya juara.
Gimana caranya melahirkan motivasi? Bisa melalui perenungan, pengalaman empiris dari sebuah peristiwa yang berkesan, bacaan, atau peniruan (imitasi/copy paste) dari orang yang lebih dulu memiliki motivasi tinggi. Tapi perlu digarisbawahi, karena motivasi terbagi dalam beberapa jenis, jangan asal atau salah memiliki. Menurut Syaikh Muhammad Muhammad Ismail dalam buku al-Fikru al-Islami, seenggaknya ada tiga motivasi yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan, yaitu motivasi fisik-material (al-quwwah al-madhiyah), motivasi emosional (al-quwwah al-ma’nawiyah), dan motivasi ilahiyah (al-quwwah ar-ruhiyah). Sebagai muslim, yang pantas untuk dimiliki hanyalah motivasi yang terakhir.
Berbicara motivasi dan tokoh motivator dunia, Muhammad Saw., nabi yang mulia, boleh disebut bapak motivasi numeru uno (nomor wahid) dunia. Karena Beliau adalah utusan panyampai wahyu dari Sang Mahamotivator, Allah ’Azza wa Jalla. Dari Beliau memang tidak lahir dari kerajaan bisnis, ketenaran, atau kekayaan pribadi. Tapi sebuah peradaban yang agung. Dari masyarakat jahiliyah yang nggak ngenal etika, dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan motivasi untuk melaksanakan titah Ilahi, Beliau membawanya menjadi masyarakat yang penuh takwa. Berbilang abad lamanya dan menaungi hampir ke seluruh pelosok dunia.
Sobat muda, prestasi bukan cuma ukuran di dunia, tapi juga akhirat. Kalo cuma berhubungan sama karir atau prestise, belum terlalu bernilai di hadapan Allah Swt. Maka kita harus mempersiapkan prestasi yang hakiki dalam bentuk ketaatan kepada hukum-hukumNya serta nggak lupa mengamalkannya agar bermanfaat. Langkah yang bisa ditempuh biar kita bisa melejitkan motivasi plus mudah menggapai prestasi adalah dengan cara mengenali diri, menerima diri, dan membangkitkan diri kita sekarang juga. Kewajiban kita hanya berusaha dalam proses semaksimal mungkin. Selebihnya (hasil) adalah hak Allah. Pepatah latin bilang, Ultra posse nemo obligatur (of tenetor), tidak ada seorang pun yang diwajibkan untuk melakukan sesuatu melebihi kemampuannya.
So, ayo tunggu apa lagi. Seorang muslim yang kuat nggak pernah putus asa. Inget, Philosophus non curat (seorang yang bijaksana nggak pernah menyerah). Begitu kaum Salsa menyatakan.
Tujuan kita memotivasi diri adalah tidak lain hanya untuk meraih prestasi yang tinggi di hadapan Allah Swt. Hanya muslim yang memiliki motivasi tinggi untuk bisa menjalani hidup di dunia dengan penuh takwa sembari terus berusaha meraih capaian spektakuler di berbagai bidang saja yang akan sampai pada predikat insan kamil (manusia paripurna) yang berhak meraih fauzul ‘azhim (kesuksesan besar di dunia dan akhirat). Semangan dan salam Mumtaz! [anto apriyanto, the spirit of soul | anto.mumtaz@gmail.com]