gaulislam edisi 295/tahun ke-6 (8 Sya’ban 1434 H/ 17 Juni 2013)
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, alhamdulillah bisa ketemuan lagi pekan ini. Hmm… mungkin di antara kamu ada tanya-tanya bingung atau heran dengan judul edisi 295 ini. Hayo ngaku! Hehehe.. judul yang kamu baca ini nggak salah. Buletin gaulislam akan bahas topik hangat seputar rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat ini. Maka, rasa-rasanya kita juga perlu bahas soal ini. Kenapa? Sebab, kamu sebagai remaja juga kudu paham masalah-masalah beginian. Jangan ngeh soal game online doang, nggak cuma paham sinetron, musik, sepak bola, dan idola aja. Ayo, pahami kondisi sekitar, baca fakta dan peristiwa yang hadir di depanmu.
So, ini artinya adalah kamu juga harus memikirkan nasibmu sendiri. Gimana pun juga, kalo harga BBM jadi naik, ortu kamu juga pusing. Pusing karena kudu menghemat keuangan keluarga tersebab harga-harga kebutuhan pokok juga bakalan merangkak naik sesuai kurva kenaikan BBM, ongkos transportasi otomatis naik (biasanya kan ongkos angkot dua rebu rupiah sekali jalan, kalo BBM naik ya nambah lagi). Itu baru dari dua sisi lho, sembako dan transportasi. Belum, lagi biaya lainnya seperti kebutuhan berobat (kesehatan) dan biaya pendidikan (buku dan sejenisnya). Jadi, ini semacam efek domino. Kamu tahu kan efek domino itu apa? Hehehe.. kalo belum ngeh gini deh. Pernah nggak nyusun kartu domino diberdiriin dan berderet memanjang. Nah, ketika satu kartu dijatuhkan, maka kartu di belakangnya akan ikut jatuh dan merembet terus sampai akhirnya jatuh smeua. Gitu lho, analoginya. Eh, bisa aja sih kamu pake istilah sendiri, misalnya efek papan penggilasan. Kamu berdiriin deh papan penggilasan berderat memanjang seperti pada kartu domino, terus kamu jatuhin satu papan penggilasan agar semua papan jatuh. Cuma masalahnya, itu terlalu repot nyari papan penggilasan dan berat kali ye (hehehe…).
Oke, kita balik lagi ke soal kenaikan BBM. Yup, naiknya harga BBM pasti akan diikuti dengan kenaikan harga yang lain karena polanya begini: Ketika harga BBM naik, maka akan mengakibatkan kenaikan harga transportasi yang kemudian mengakibatkan kenaikan biaya pengiriman barang, dan akhirnya mengakibatkan kenaikan harga barang-barang, akhirnya tentu saja menguras kocek pembeli. Saya yakin pemerintah sudah tahu soal ini. Itu sebabnya, seperti pola sebelumnya, diantasipasi oleh pemerintah dengan menyiapkan program kompensasi sebagai satu paket program menaikkan harga BBM bersubsidi, seperti pemberian beras miskin, program keluarga harapan, program bantuan siswa miskin, program bantuan langsung sementara masyarakat dan program infrastruktur dasar. Tetapi, apa akan bertahan lama? Rasa-rasanya tidak. Justru program semacam ini rawan malpraktek karena akan dijadikan alat untuk mendongkrak popularitas partai tertentu di pemilu mendatang dengan pura-pura jadi pengawas program tersebut. Korbannya? Ya, rakyat lagi.
Benarkah subsidi salah sasaran?
Sobat gaulislam, akhir-akhir ini pasti kamu sering dijejali dengan iklan di televisi tentang kampanye alasan menaikkan harga BBM. Salah satu yang menggelitik adalah: 80% subsidi salah sasaran, dengan kata lain justru dinikmati orang kaya. Nah, apakah benar seperti itu? Bagaimana kalo sebaliknya, yakni jika harga BBM dinaikkan yang terjadi adalah 80% rakyat akan jadi korban? Nah, gimana deh tuh?
Soalnya gini deh. Memangnya kalo rakyat miskin udah dapetin beras miskin atau bantuan langsung masyarakat, program keluarga harapan, bantuan siswa miskin dan sejenisnya lalu masalah beres? Nggak lah. Memangnya kalo bepergian nggak naik kendaraan umum (angkot dan bis)? Padahal ongkosnya jadi naik. So, tetap aja kan kudu bayar dengan duit lebih (karena nggak bisa bayar pake daun), maka uang dari kompensasi kenaikan BBM bersubsidi jadi nyublim dah. Hadeeeuh.. pusing juga kan pada akhirnya?
Oya, ngomongin soal subsidi, sebenarnya memang tugas negara melayani dan mengayomi rakyatnya. Maka, subsidi sebenarnya bukan cuma untuk rakyat miskin, tetapi semua rakyat yang menjadi tanggungan negara. Sebab, kalo kebutuhan dasar (pokok) rakyat—seperti pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, dan perumahan, semuanya dijamin oleh negara (karena memang itu hak rakyat dan kewajiban negara), rakyat yang tak punya penghasilan karena sudah pensiun, tetap akan aman dan nyaman. Kalo sekarang? Bisa jadi, mereka yang awalnya kaya pun, lama-lama akan jatuh miskin karena dimiskinkan oleh kebijakan negara, dan yang miskin kian menderita.
Tidak bersyukur, jauh dari barokah
Kamu dan juga banyak kaum muslimin rasa-rasanya sudah sering dapetin keterangan dalam ajaran agama kita, bahwa kalo kita bersyukur, niscaya Allah akan tambah nikmat buat kita. Kalo kita kufur, maka tunggulah azabNya yang amat pedih. Nah, lebih jelasnya silakan buka al-Quran, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7)
Nah, gimana caranya bersyukur? Tentu bukan semata mengucapkan “alhamdulillah” ketika mendapat nikmat. Tetapi kudu dibarengi dengan ibadah dan amal shalih serta ketaatan kepada Allah Ta’ala. Seseorang yang udah bersyukur atas nikmat Allah kepadanya, maka ia akan rajin ibadahnya, rajin shadaqahnya, giat dakwahnya, taat terhadap syariat, memelihara akidahnya, getol usahanya dan senantiasa semua itu diniatkan untuk menggapai ridho Allah Ta’ala. Bagi orang seperti ini, maka Allah Swt. pasti akan menambahkan nikmatNya dan tentunya keberkahan.
Sebaliknya, kalo seseorang itu kufur nikmat (ingkar alias nggak bersyukur) terhadap nikmat Allah, maka Allah akan membalasnya dengan azab yang pedih. Naudzubillah. Banyak kasus juga kan, orang yang kaya raya, tetapi nggak bersyukur? Yup, bisa saja hartanya akan habis digerogoti biaya pengobatan penyakitnya, rumahnya kebakaran, anaknya nyusahin dia, istrinya selingkuh, dan semua keburukan lainnya.
Bagaimana dengan konteks negara? Kamu kudu paham juga dong. Indonesia ini negeri yang kaya raya. Coba deh hitung sendiri: tambang emas melimpah, batubara banyak, hutan paling lebat, kekayaan laut bejibun, nikel, timah, besi, tembaga, termasuk minyak bumi dan gas. Subhanallah, seharusnya pemimpin dan juga rakyat negeri ini bersyukur. Bukan semata mengucapkan kata “alhamdulillah”, tetapi juga ibadah dan melaksanakan syariatNya. Pemimpin negara bukan semata muslim, tetapi dia wajib menerapkan syariat Islam. Jika tidak, maka faktanya seperti sekarang. Barang tambang yang merupakan milik umum (milik rakyat), malah diserahkan kepada pihak asing, yakni negara lain untuk mengelola dan mengendalikannya.
Padahal seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya: Telah memberitahu kami Ali bin Ja’ad al-Lu’lu’iy. Telah memberitahu kami Hariz bin Ustman, dari Hibban bin Zaid al-Syar’abiy, dari laki-laki yang berasal dari Qarn. Telah memberitahu kami Musaddad. Telah memberitahu kami Isa bin Yunus. Telah memberitahu kami Hariz bin Ustman. Telah memberitahu kami Abu Khidasy. Dan ini adalah lafadh Ali dari laki-laki di antara kaum Muhajirin, di antara sahabat Nabi saw. Ia berkata saya mengikuti Nabi saw berperang sebanyak tiga kali, sedang saya mendengar beliau bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api.“
Secara sederhananya, semua itu adalah milik kaum muslimin: padang rumput yang luas dimana semua ternak kaum muslimin boleh makan rumput di situ dengan gratis, air yang jumlahnya banyak sehingga semua kaum muslimin bisa memanfaatkannya dengan mudah dan gratis pula, serta yang dimaksud “api” di sini adalah semua yang kaitannya dengan energi: minyak bumi, gas, listrik, batubara dan sejenisnya. Sehingga, untuk semua kepemilikan tersebut, negara yang mengelolanya demi kesejahteraan rakyatnya.
Bro en Sis rahimakumullah, ‘penggila’ gaulislam, masalahnya sekarang justru semua kepemilikan itu tak membuat rakyat sejahtera. Negara malah berbisnis dengan rakyatnya sendiri, dan mahal pula. Anehnya lagi, milik kaum muslimin justru dijual oleh negara, atau setidaknya negara berbisnis dengan pihak asing untuk eksplorasi minyak bumi dan gas yang hasilnya tentu saja lebih besar untuk mereka. Ironi tak bertepi dari negeri yang kaya minyak bumi dan gas, tetapi justru harga BBM-nya mahal dan membebani mayoritas rakyatnya. Dengan kata lain, hasilnya tak dinikmati rakyatnya, justru rakyat harus menanggung beban dari hasil korupsi para pejabat negaranya. Memilukan.
Inilah akibat tidak bersyukur—apalagi jika ditambah tidak beriman dan tidak bertakwa, sehingga keberkahan jauh dari negeri ini. Allah Swt. berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah (ketika mereka lalai dengan nikmat yang Allah berikan kepada mereka sebagai bentuk istdroj kemudian Allah datangkan adzab yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS al-A’raaf [7]: 96-99)
Imam al-Hasan al-Bashri yang dicantumkan Ibnu Katsir asy-Syafi’i rohimahumallah dalam tafsirnya untuk ayat ini, “Seorang mukmin (sejati) adalah orang yang beramal ketaatan dan ia takut dan khawatir (amalnya tidak diterma Allah dan takut dari makar Allah). Sedangkan orang yang fajir adalah orang yang berbuat maksiat dan ia merasa aman (dari makar Allah)” (dalam tulisan di alhijroh.com)
Sobat gaulislam, mengakhiri tulisan ini, kita seharusnya merenung: apakah kita sudah bersyukur selama ini? Apakah para pemimpin negeri ini sudah membuktikan keimanan dan ketakwaannya? Jika kita dan para pemimpin negeri ini sudah beriman, bertakwa dan besyukur, namun tetap mengalami kondisi sulit, semoga itu adalah ujian dari Allah agar kita semua makin kuat. Tetapi bagaimana jika sebaliknya? Kita—dan terutama para pemimpin negeri ini—justru tak menunjukkan buah dari keimanan kita, tak bertakwa dan bahkan kufur nikmat (dengan menerapkan aturan buatan manusia, yakni kapitalisme-sekularisme dengan instrumen politiknya bernama demokrasi), maka kesulitan-kesulitan yang mendera saat ini adalah bagian dari azabNya. Naudzubillah.
Itu sebabnya, kita mempertanyakan nih, kenapa harus menaikkan harga BBM bersubsidi sebagai solusi defisitnya APBN? Mengapa tidak membasmi mafia pajak, memberantas praktek korupsi di semua level pemerintahan, lalu menasinaliosasi perusahaan-perusahaan pertambangan minyak, itu jauh akan lebih efektif untuk mendapatkan pemasukan bagi keuangan negara, ketimbang membebani rakyat dengan efek domino dari kenaikan harga BBM.
Lalu solusinya apa? Ganti sistem! Ya, campakkan sistem kapitalisme-sekularisme, lalu terapkan syariat Islam sebagai buah konsekuensi dari keimanan, ketakwaan dan rasa syukur kita semua. Sehingga keberkahan dan kemudahan hidup akan selalu kita dapatkan. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS ath-Thalaaq [65]: 2-3)
Ayo, para pemimpin negeri muslim (semuanya, bukan hanya di Indonesia), termasuk kita semua seluruh kaum muslimin untuk membuktikan buah keimanan, ketakwaan dan rasa syukur kita dengan menerapkan syariat Islam sebagai ideologi negara, bukan sekadar di tingkat individu. Tentu, agar Allah memberikan kelimpahan rizki dan keberkahan senantiasa menaungi kita semua. Wujudnya? Terapkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw., para khulafa ar-Rasyidin, dan para pemimpin kaum muslimin selama 14 abad. Syariat Islam ini akan mengatur kehidupan umat manusia, termasuk mengelola sumber daya alam (seperti BBM) agar bermanfaat bagi kehidupan yang lebih baik. Jadi, tak perlu jmenaikkan harga BBM, kan? [solihin | Twitter @osolihin]