“Saya jatuh cinta pada Harry dan tak sabar ingin membeli seri terbarunya”, ujar Stevie Dickinson kepada GATRA. Gadis 10 tahun itu datang jauh-jauh dari wilayah Victoria’s Dock di pingiran London ditemani ibunya saat peluncuran serial ke-5 Harry Potter di London, Inggris, 21 Juni 2003. (Gatra, 30/06/2003)
Stevie adalah satu dari jutaan kutu buku penggemar serial Harry Potter di seluruh jagat raya. Meski penyihir cilik ini bukan anaknya The Flash atau adiknya Gundala Putra Petir, petua-langannya melawan kekuatan sihir jahat Lord Voldermont bikin para pembacanya kesengsem.
Sejak serial pertama “Harry Potter and the Sorcerer’s Stone� yang keluar di Inggris, Juni 1997 hingga buku ke-5 “Harry Potter and the Order of the Phoenix�, hasilnya cukup men-cengangkan. Udah? diterjemahin ke dalam 61 bahasa termasuk latin dan huruf braille di 200 negara. Dan laris terjual sejumlah 250 juta kopi lebih di seluruh dunia. (Detik.com, 12/01/2003)
Omzet penjualan bukunya yang duilee banget, menjadikan J.K. Rowling layak memasu-ki jajaran orang terkaya di Inggris, bersanding dengan Ratu Elizabeth. Padahal buku? itu dimu-lai dari? coretan? pada selembar kertas, dan dibuatnya saat ia dan anaknya tengah meng-hadapi tekanan kondisi keuangan keluarga. (Warta Ekonomi, 13/01/2004).
Dibalik Kesuksesan Harry Potter
Sobat muda muslim, bukan cuma kita yang penasaran ama kehebatan sihir bocah dengan lambang petir di jidatnya itu. Potter-mania ngerasa nggak enak kalo buku itu ketinggalan di rumah. Pengennya selalu nongkrong dalam tas. Biar bisa dibaca di mana saja, kapan saja. Kalo perlu, dalam mimpi juga kudu baca serial ini. Deeu…segitunya!
Para kritikus sastra menuturkan,? buku ini banyak digemari karena adanya tokoh-tokoh pahlawan bersejarah, dongeng, dan mitos di dalamnya. Pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan dongeng dan fakta sejarah sering menjadi faktor kesuksesan karya sastra. Banyak penulis yang menggunakan dongeng, kepercayaan timur, sebagai sumber inspirasi buku atau tulisannya. Contohnya, penulis besar Shakespeare dan Shiller.
Selain itu, sukses besar buku ini juga didukung oleh jauhnya budaya Barat dari spiritualitas dan tenggelamnya mereka dalam dunia materi. Apa aja yang berbau nonmateri atau metafisik, selalu menarik minat masyarakat Barat. Mereka percaya banget keberadaan makhluk seperti Vampire, Werewolf, atau monster yang sering diangkat ke layar lebar. Seperti dalam film “Underworld� alias dunia tanpa matahari. Ciieee…
Beberapa catatan rekor dianugerahkan atas booming penjualan buku serial Harry Potter ke-5. Sebagai buku terlaris sepanjang masa. Cetakan pertama seri kelima ini, yang berjumlah 8,5 juta eksemplar, sebagian besar dipesan sebelum naik cetak. Juga dinobatkan sebagai buku paling cepat terjual sepanjang sejarah. Toko buku WHS Smith di pusat Kota London rata-rata menjual delapan sampai sembilan buku per detiknya dengan harga antara 10,99 sampai 12,99 poundsterling. (Gatra, 30/06/2003).
Tajirnya bisnis �sihir’
Untuk urusan bisnis di dunia metafisik, negeri kita nggak jauh beda. Para mbah dukun yang dulu dikenal sebagai juru sembuh kini kian berani unjuk gigi menawarkan produk-produknya yang berbau magis bin mitos. Gelar paranormal meningkat-kan status sosial mereka di tengah masyarakat. Udah nggak jamannya sosok dukun atau paranormal di-identikkan dengan bau kemenyan, kembang setaman, atau kamar remang-remang yang terkesan seram dan misterius. Yang ada sosok parlente dilengkap jas, dasi, nggak ketinggalan ponsel. Mirip banget ama sales yang hoby door to door. Hehehe..
Untuk meraih pasar kalangan atas, mereka turut memanfaatkan kemajuan teknologi dengan beriklan melalui situs internet, menggunakan jasa perbankan untuk cara pembayaran, sampai pelayanan konsultasi via e-mail bahkan buka praktik di mal-mal. Lewat iklannya yang bejibun di media massa, masing-masing mengklaim dirinya yang paling sakti. Se-sakti drumernya Sheila on Pitu. Tengok style mereka yang beriklan di majalah Misteri. Keren se’ep (maksudnya keren abis).
Ada Imam Suroso atau Mbah Roso dari Pati yang menggunakan julukan komersial “Pangeran Pengasihâ€? dengan kostum pangeran memegang keris. Atau kostum pendekar yang dilingkari kerangka tulang manusia melekat erat dalam sosok Ki Joko Bodo. Nama-nama komersil lainnya juga mirip tokoh fiksi lawan main-nya Wiro Sableng. Seperti Ki Singalodra, Ki Erlangga, Ratu Dewi Kusumawati, dan Ki…ki…ki…(ini ketawanya Nini Pelet).
Praktik perdukunan emang nggak bisa dipisahin dari makhluk gaib sejenis jin yang jadi karyawannya. Kesaktian jin inilah yang konon kabarnya banyak dicari orang-orang yang lemah iman. Mulai dari jasa tenung, santet, atau pelet sampai konsultasi spiritual. Ada juga pejabat pemerintah atau selebriti yang pake jasa paranormal untuk menimbulkan kewiba-waan, daya tarik lawan jenis, kelancaran bisnis, karir, jabatan, kehidupan rumah tangga sampai menumbuhkan rasa percaya diri. Padahal biar PD, tinggal pake close up atau rexona roll on aja. Gitu aja kok repot! (eh, ini iklan ya? Hihihi)
Orang berani bayar mahal asalkan keinginannya terpenuhi. Nominal-nya bukan puluhan ribu lagi, tapi udah ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Jadi nggak usah kaget kalo kehi-dupan paranormal layak-nya selebriti. Wong, Imam Saroso alias Mbah Roso aja mengalokasikan dana Rp 100 juta per bulan untuk bayar iklan di media massa. (Minggu pagi Online, 09/11/2003). Kebayang dong omzet usahanya?
Nggak cuma mentok di bisnis
Sobat muda muslim, fenomena Harry Potter bukan sebatas bisnis hiburan. Gitu juga dengan jasa para-normal. Semuanya melibatkan dunia lain di luar manusia yang perlu kita cermati. Ilmu sihir, supranatural, metafisik, mistik, klenik, atau jasa paranormal erat sekali kaitannya dengan kekuatan ghaib yang rawan keterlibatan jin atau setan di dalamnya. Media massa yang ngulik hal-hal di atas sangat berpotensi menggoyang pola pikir pembaca atau pemirsa televisi.
Bagi kutu buku Harry Potter yang didominasi remaja dan anak-anak, petualangan sihir ciptaan JK Rowling bisa merusak pola pikir mereka. Efeknya, mereka bisa sulit bedain alam imajinasi dan dunia nyata. Seolah setiap kesu-litan hidup bisa diatasi dengan “sim salabim� atau “alakazam�. Atau malah pengen dibeliin sapu terbang atau tongkat ajaib. Berabe khan?
Kekhawatiran seperti inilah yang memicu beberapa kelompok masyarakat untuk memprotes kehadiran novel serial Harry Potter ini. Sebuah lembaga pendidikan Kristen di Australia telah melarang peredaran buku-buku karya J.K.Rowling yang saat ini amat digandrungi anak-anak di seluruh dunia, Harry Potter, karena kisah-kisahnya menceritakan petualang seorang anak laki-laki yang memiliki ilmu sihir, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi pola pikir pembacanya yang masih anak-anak. (Gatra.com, 02/07/2003)
Bahaya yang sama juga muncul dengan maraknya bisnis paranormal di negeri Nini Pelet ini. Kaum Muslim terpancing untuk mencari jalan pintas keluar dari permasalahan hidup yang dihadapi. Posisi Allah sebagai zat yang layak disembah dan dimintai pertolongan tergantikan oleh paranormal. Seolah nggak ada urusan yang nggak beres dengan bantuan paranormal. Padahal mereka sendiri nggak bisa meng-hindari azab atau ajal dari Allah yang menciptakan mereka. Ente takabbur, tak kubur sampean!
Menjinakkan tukang sihir
Udah waktunya para tukang sihir kembali ke alamnya dan insyaf dari kekhi-lafannya. Kalo nggak, bukan cuma doi yang bakal ngetem di neraka, tapi juga para klien-nya. Naudzubillahi min dzalik deh!
Sakadar ngingetin, Islam menentang keras perbuatan sihir dan tukang sihir. Tentang orang yang belajar ilmu sihir, Allah Swt. berfirman: Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (TQS al-Baqarah[2]: 102)
“Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: �Rasulullah saw. bersabda: �Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw.� (HR. Al-Bazzaar, dengan sanad jayyid).
Nah, selain tukang sihir dan klien-nya yang lemah iman, kita juga kudu nyadar kalo nggak mungkin ada asap kalo nggak yang bakar-bakaran. Artinya, nggak mungkin orang �bero-bat’ ke klinik paranormal kalo nggak ada yang ngasih tahu bin ngomporin. Media massa-lah yang jadi tukang sundut orang untuk mempercayai pa-ranormal.
Lewat media massa opini kekua-tan ghaib kian mendapatkan tempat di ma-syarakat. Ter-utama dalam majalah Mis-teri yang pan-tas dijuluki maja-lah iklan paranor-mal! Majalah kok isinya iklan mulu, piye toh? (tapi emang dari iklan sih hidupnya ye?)
Udah seharusnya kita bareng-bareng melawan opini merebaknya penyakit TBC alias Takhayul, Bid’ah, dan Churafat (maksa banget ya?). Opini tentu kudu dilawan dengan opini. Biar imbang. Cuma masalahnya, ke manakah media massa Islam yang mampu mengimbangi dan membentengi akidah kaum Muslim? Kok sunyi senyap aja? Atau mungkin mereka tengah mempersiapkan diri untuk berperang di dunia jurnalistik melawan opini kekuatan ghaib itu. Siip dah! Kalo gitu kita dukung. Semangat ye!
Selain mengoptimalkan peran media massa Islam, pemerintah pun kudu ambil bagian. Jangan diem aja, sok netral menam-pung semua aspirasi. Emangnya tempat sam-pah? Sebab dalam Islam, negara wajib menjaga kaum Muslim dari tindakan pengrusakan akidah. Salah satunya lewat ilmu sihir dan sanak kerabatnya. Media massa klenik wajib dibredel, para pelaku dan konsumen jasa paranormal juga kudu diganjar.
Selain itu, negara juga wajib memangkas pemicu orang untuk minta bantuan para-normal. Salah satunya faktor ekonomi, pendidikan, atau kesejahteraan rakyat. Ribet banget ya? Ya iya, sebab masalahnya bukan cuma sihir, tapi nyangkut sistem yang dipake negara untuk mengatur rakyatnya. Begitchu…
Nah, sobat muda muslim, sampai kapan pun ilmu sihir dan pelakunya nggak akan punya tempat dalam ajaran Islam. Kita harus bisa berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri sebagai muslim yang steril dari dunia mistik. Jangan sampai kita lebih kagum tokoh fiktif Harry Potter daripada tauladan Muhammad al-Fatih, pemuda muslim yang pada usianya yang ke-23 berhasil memimpin penaklukan Konstan-tinopel. Wuih, asyik juga tuh!
Oke deh, sekarang kita sama-sama giat-kan belajar Islam agar kita bisa meneladani Muhammad al-Fatih, bukan malah mengagumi tokoh fiktif Harry Potter. Setuju? Napa nggak, go..go..go..![hafidz]
(Buletin Studia – Edisi 180/Tahun ke-5/2 Februari 2004)