Wednesday, 4 December 2024, 00:13

Assalaamu’alaikum wr wb
Salam sukses buat semuanya…

Menulis itu gampang? Saya sendiri berani mengatakan gampang, bukan karena saya sudah bisa, tapi karena saya melihat banyak orang bisa menulis, berarti keterampilan ini bisa dipelajari. Menulis adalah keterampilan? Betul. Sama seperti naik sepeda atau mengendarai mobil. Makin sering dilatih, makin lihailah kita. Saya waktu kecil masih inget sering minjem sepeda adiknya nenek saya, sepeda ontel. Saya tertantang untuk bisa. Saya coba kayuh sekali, jatuh. Saya mencoba menyeimbangkan badan saat kaki sebelah kanan menginjak pedal sepeda dan kaki kiri masih menginjak tanah. Saja coba jalankan sepeda dengan kaki kanan menginjak pedal dan kaki kiri menginjak tanah. Terus seperti itu sambil mencoba menjalankan sepeda. Sesekali saya mencoba kaki kiri untuk ikut mengayuh pedal, tapi sepeda sempoyongan ke kiri. Gubrak! Saya jatuh. Tapi mencoba bangun lagi. Terus seperti itu. Saya lupa persisnya berapa hari berlatih naik sepeda, tapi seingat saya dua pekan setelah sering jatuh, saya mulai bisa menyeimbangkan badan dan mengayuh sepeda dengan dua kaki. Tapi saya masih “seureudeug” alias gerasak-gerusuk dan akhirnya, beberapa kali sukses masuk solokan ketika menghindari pejalan kaki. Hehehe..

Tapi, perjuangan dan motivasi saya untuk bisa naik sepeda akhirnya berbuah hasil. Tak sampai sebulan saya sudah bisa naik sepeda. Makin sering dilakukan, makin lihailah saya. Sampai-sampai berani untuk tak pegang stang sepeda. Cihuy! Akhirnya bisa juga naik sepeda!

Kembali kita bahas tentang menulis. Menulis itu bukan bakat. Menulis adalah keterampilan. Tak ada bukti-bukti khusus bahwa seseorang bisa menulis dilihat dari wajah, jari-jari tangan, atau keturunannya. Tidak sama sekali. Menulis itu dipelajari. Sementara cara belajar setiap orang pasti berbeda-beda. Tidak sama. Jika dikatakan bahwa dengan belajar orang menjadi bisa. Insya Allah memang akan bisa jika belajar. Tapi jika ditanya apakah semua orang yang belajar akan sama keahliannya, saya memilih menjawab tidak. Sebab, di sekolah sepakbola misalnya, orang belajar dengan pelatih yang sama, waktu belajarnya juga sama, di kelas yang sama. Buku panduan (jika ada) juga sama. Bayar biaya sekolah sepakbolanya pun sama. Tapi, kenapa ada yang menjadi bintang lapangan dengan keahlian yang di atas rata-rata pemain lain? Ini bukan bicara bakat, tapi latihan. Ronaldinho atau Cristiano Ronaldo, memiliki waktu khusus untuk menempa kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar. Berlatih lebih banyak dibanding pemain lainnya. Ini menjadi bukti bahwa keterampilan itu semakin diasah akan semakin bagus.

Menulis itu keterampilan, jadi butuh waktu khusus, butuh latihan khusus, butuh motivasi. Saya juga dulu tak bisa menulis. Bahkan sekadar menulis kata pertama untuk sebuah tulisan susahnya minta maaf (hehehe.. bosan pake kata “ampun”). Iya. Sering saya bermenit-menit memikirkan kata apa yag pertama kali harus ditulis. Ini ternyata sebuah kesalahan. Seharusnya langsung saja ditulis yang ada di benak kita saat itu. Sama seperti saya waktu belajar naik sepeda. Saya langsung nyoba. Tidak perlu berpikir lama menimbang-nimbang, saya harus mendorong dulu sepeda atau langsung menginjak pedal sepeda untuk mencoba menjalankan sepeda. Saya tidak peduli. Langsung coba. Nah, setelah tahu seperti itu, saya akhirnya menulis menjadi lebih cepat karena langsung menuliskan apa pun yang ada di pikiran kita.

Lha, bukankah akan berantakan nantinya? Benar sekali. Bisa dikatakan 90% pasti “acak-adut” tak karuan. Tapi, target saya waktu itu adalah bisa menuangkan gagasan melalui tulisan secepat mungkin. Saya terus melakukan seperti itu. Hingga akhirnya lancar menuangkan gagasan. Baru setelah merasa yakin bisa dengan mudah untuk memulai menulis, bagian berikutnya adalah membaca ulang naskah yang sudah ditulis. Jika ada yang kurang bagus, diperbaiki bahasanya, kalimatnya, isinya, pilihan katanya dan sistematikanya. Ini artinya, menulis bukanlah keterampilan instan. Tapi harus sering dilatih dengan serius. Latihannya apa? Tentu saja menulis. Selain juga membaca untuk menyiapkan “amunisinya” sebagai bahan tulisan. So, yang perlu diubah pertama kali adalah cara pandang dan motivasi. Ubah cara pandang kita selama ini bahwa menulis itu susah. Tolong ubah cara pandang tersebut. Kita harus berani katakan, bahwa menulis itu gampang, asal mau melatihnya. Menjadi penulis itu bukan impian, asalkan kita mampu mempertahankan dan meningkatkan motivasi yang kita miliki untuk berlatih dan belajar. Jadi, menulis itu memang gampang, tapi ada caranya.

Ok deh, sebelum mengakhiri tulisan singkat ini–yang mungkin terkesan sekadarnya saja–saya ingin menyampaikan informasi, bagi teman-teman yang ingin berbagi dan mencari ilmu tentang menulis, silakan klik saja: [http://menuliskreatif.osolihin.com]. Insya Allah banyak tips-tips seputar kepenulisan. Gratis.

Namun demikian, saya juga menyediakan tempat dan waktu khusus yang dikelola secara profesional dan berbayar bagi yang ingin serius belajar dan berkonsultasi seputar penulisan di Kursus Menulis Online. Informasi lengkapnya bisa dilihat pada LINK berikut ini:

====
Dibuka Kelas Baru. Kursus Menulis Online, Penulisan FIKSI.
INFO lengkap, silakan klik LINK berikut ini:
http://menuliskreatif.osolihin.com/2009/07/kelas-baru-kursus-menulis-online-penulisan-fiksi/

Dibuka Kelas Baru. Kursus Menulis Online, Penulisan NONFIKSI.
INFO lengkap, silakan klik LINK berikut ini:
http://menuliskreatif.osolihin.com/2009/07/kelas-baru-kursus-menulis-online-penulisan-nonfiksi/
====

Bagi teman-teman yang sudah mulai bisa menulis atau ingin mengasah kemampuan menulis, saya mengajak teman-teman untuk menjadi kontributor di website tersebut. Caranya mudah, jika Anda punya account Facebook, bisa langsung login di sana menggunakan email dan password Anda sendiri. Saya sudah “mencangkokkan” Facebook Connect di website Menulis Kreatif tersebut. Setelah login, secara otomatis Anda sudah menjadi kontributor di website komunitas Menulis Kreatif. Dan, ditunggu karya-karya Anda yang inspiratif, mencerahkan, bermanfaat dan memberi solusi untuk berbagi dengan siapa pun. Untuk lengkapnya, silakan baca terlebih dahulu FAQ-nya pada LINK di bawah ini:

http://menuliskreatif.osolihin.com/faq/

Ini saja dari saya. Terima kasih sudah sudi membaca pesan ini. Mohon maaf jika ada yang salah dan tak berkenan bagi teman-teman.

Salam sukses dan barokah,

O. Solihin
[http://osolihin.com | http://osolihin.wordpress.com]

4 thoughts on “Menulis itu GAMPANG, Tapi ADA CARANYA

  1. Assalamu’alaikum…..

    Salam ukhuwah…

    Saya juga mau bisa menyumbangkan tulisan saya di GAUL ISLAM ini,tapi bagaimana caranya??

    Mohon segera dibalas..

    Jazakillahu khoiron katsiir…..

    ‘alaikumussalam
    Salam ukhuwah juga..
    Silakan saja dikirim via e-mail: redaksi@gaulislam.com
    Syaratnya bermanfaat dan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Jenisnya boleh cerpen; esai; puisi; motivasi menulis; opini; tips menulis dsb. Dan, harus mengirimkan data diri lengkap Anda. Kami tunggu. Terima kasih.

    Salam,
    Editor GI

  2. menulis itu gampang. hanya saja kalau demi laris harus ikut pasar itu yang susah. bagaimana mengetahui selera orang?

    Setiap orang dalam menulis itu memang punya motivasi masing-masing, selama itu benar, silakan saja, termasuk agar tulisan kita diminati pembaca adalah harapan yang wajar. Untuk mengetahui selera orang, bisa dilihat buku jenis apa yang saat ini sedang laku di pasaran. Anda bisa bertanya ke pemilik toko buku di kota Anda. Nah, kita bisa menulis tema sejenis yang dikemas lebih menarik sesuai keinginan.

    Namun demikian, beberapa penulis ada yang idealismenya tidak mau mengikuti pasar. Justru mereka berprinsip bahwa tulisan yang dibuatnya SEHARUSNYA yang memang dibutuhkan pasar. Jadi, pasar ‘didikte’ untuk mengikuti selera si penulisnya. Maka, lahir banyak penulis yang tidak begitu peduli dengan keinginan pasar. Biasanya, golongan seperti ini adalah penulis yang memang menulis untuk dakwah, untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan sejenisnya. Bukan semata mengikuti keinginan pasar yang bisa dengan cepat laris manis dan berbuah materi. Intinya, menulislah dengan benar dan baik serta bermanfaat bagi kehidupan manusia untuk dunia dan akhiratnya, insya Allah akan barokah. Demikian tanggapan saya. Terima kasih.

    Salam,
    O. Solihin

  3. Seorang Ustadz, waktu saya masih di pesantren dulu, pernah memperkenalkan istilah “Konsep Gagal”. Sama seperti sewaktu kecil kita belajar naik sepeda. Kita jatuh, kita naik lagi, jatuh lagi, naik lagi. Atau seperti saat kita belajar berjalan untuk pertama kalinya. Tak kenal putus asa.
    Kenapa? Karena kita belum mengenal Konsep Gagal tsb. Kita baru mengenalnya setelah tumbuh dewasa, misalnya, sewaktu di kelas kita menjawab soal dan salah, maka kita akan ditertawakan. Nah, dari itulah Konsep Gagal timbul.
    Kalau sudah begitu, gimana caranya agar tetap bisa “survive”?

Comments are closed.