Thursday, 21 November 2024, 20:03

bukusaft10.jpgKata orang, jadi tukang kritik itu menyebalkan. Belum lagi kalo cuma “omdo”. Tahu kan yang saya maksud? He..he.. iya, maksudnya omong doang. Hmm… kalo itu yang dimaksud, memang menyebalkan ya? Sebab, kalo bisanya cuma menyalahkan tapi nggak bisa berargumentasi, cocok diberi gelar “omdo”. Kenneth Taylor pernah bilang bahwa seorang kritikus itu, seperti seseorang yang tahu jalan tapi tidak pandai mengemudikan mobil. Nah lho. Padahal, nggak selalu kan ya? Justru menjadi kritikus itu adalah untuk memberi point plus-minus kepada sesuatu berdasarkan pengamatan dan penilaian yang bisa dipertanggung-jawabkan. Betul?

Sobat muda muslim, kalo ingin belajar melihat buku dengan objektif, dan kita ingin menjelaskan kepada orang lain tentang isi buku tersebut, cocok banget kalo kita belajar meresensi buku. Resensi? Apaan tuh?

Resensi itu asal katanya dari bahasa negerinya Ruud van Nistelrooy (dari kata recensie). Dalam bahasa Inggris, kamu bisa dapetin padanan katanya dengan istilah review (ini juga berasal dari bahasa Latin: revidere; re “kembali”, videre “melihat”). Dalam bahasa Indonesia, kita suka mengenal istilah timbangan buku, tinjauan buku, pembicaraan buku, belakangan muncul istilah populer: bedah buku. Sebenarnya meresensi nggak terbatas pada buku (baik fiksi dan nonfiksi) aja lho. Pementasan seni seperti film, sinetron, tari, drama, musik, atau kaset dan VCD juga bisa kita kupas abis isinya. Nggak hanya itu, resensi juga bisa dilakukan untuk pemeran seni macam seni lukis dan seni patung. Oke deh, itu cuma sekilas info soal asal mula kata resensi. Moga kamu makin ngeh dengan penjelasan ini.

Nah, sebagai salah satu komoditi dari menulis, meresensi adalah pekerjaan yang menyenangkan. Suer. Kagak bohong. Jika kamu berhasil meresensi sebuah buku bermutu. Maka, selain kamu bisa membaca dan menilai buku itu secara luar-dalam, kamu juga jadi dapat wawasan baru. Dan tentunya berkah baru. Berkah? Benar. Jika hasil resensi kita tentang suatu buku bagus dan dimuat di media massa, maka penerbit yang baik hati akan memberimu bingkisan. Mulai dari buku-buku baru, juga ada yang rela ngasih uang saku. Walah, uenak tenaan rek!

Itu sebabnya, sebagai sebuah keterampilan, meresensi buku juga bisa kamu geluti. Mungkin ada yang belum bisa gimana caranya meresensi buku. Coba tunjuk jari bagi kamu yang belum bisa meresensi buku. Oke deh, biar ‘adil’, saya akan ngasih sedikit tip hasil gabungan antara teori dan praktik berdasarkan pengalaman saya. BTW, gini-gini juga saya sering ngerensi buku lho.. (pede abis bo!) J

Omong-omong, apa sih tujuan utama kita meresensi?

  1. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (menyeluruh) tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah produk (buku, kaset, film, sinetron dan sejenisnya yang udah saya sebutkan di atas).
  2. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah produk.
  3. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah produk pantas mendapat sambutan masyarakat atau malah sambitan? J
  4. Menjawab pertanyaan yang (mungkin) muncul jika seseorang melihat produk yang baru diluncurkan (diterbitkan), seperti: (selain buku, sesuaikan dengan kategorinya)
    1. Siapa pengarangnya? (kalo film/sinetron/drama; siapa sutradara dan para pemainnya? Untuk seni luksi; siapa pelukisnya?).
    2. Mengapa ia menulis buku tersebut?
    3. Apa pernyataannya?
    4. Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama?
    5. Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis yang dihasilkan pengarang-pengarang lain?
  5. Untuk segolongan pembaca resensi yang:
    1. Membaca agar mendapatkan bimbingan dalam memilih-milih buku tersebut.
    2. Setelah membaca resensi produk berminat untuk membaca atau mencocokkan seperti apa yang ditulis dalam resensi.
    3. Tidak ada waktu untuk membaca buku kemudian mengandalkan resensi sebagai sumber informasi.

Nah, di sinilah kalo kita menulis sebuah resensi akan membantu teman-teman yang

Barangkali nggak punya waktu untuk memperhatikan buku, film, sinetron, dan sejenisnya jadi terbantu untuk mendapatkan sumber informasinya dari sebuah resensi. Asyik nggak bisa bantu orang?

Oya sebelum kamu ‘nekatz’ meresensi sebuah produk, katakanlah buku, paling nggak kamu udah memahami dasar-dasar meresensinya. Mau tahu? Silakan catet di bawah ini:

  1. Sebagai pereseni, kamu kudu memahami betul tujuan si pengarang buku tersebut. Untuk mengetahuinya, baca deh kata pengantar dari si penulis, biasanya di situ ada uraian singkat tentang latar belakang penulisan bukunya. Terus, kamu bisa lihat, bener nggak dengan apa yang ditulisnya itu dengan isi buku. Caranya? Kamu kudu menbaca seluruh bagian dari buku tersebut.
  2. Sebagai peresnsi, kamu menyadari sepenuhnya tujuan meresensi karena sangat menentukan corak resensi yang akan dibuat.
  3. Kamu juga dituntut untuk paham betul dengan latar belakang pembaca yang menjadi sasaranmu: selera, pendidikan, status sosial, dsb. Itu sebabnya, resensi pada setiap media massa nggak selalu sama gaya bahasanya. Jadi, jangan sampe ngirim naskah resensi kepada media dewasa, tapi malah menggunakan gaya bahasa remaja. Jadi tulalit kan nantinya?
  4. Sebagai peresensi, kamu tentunya kudu paham dengan visi dan misi setiap media massa. Tujuannya, supaya kita tahu harus dikirim ke mana jika naskahnya adalah begini dan begitu. Jadi jangan sampe tulalit lagi ya? Bener. Soalnya kasihan banget kan, ngirim ke media massa yang anti Islam, eh, malah ngirimin resensi tentang buku Islam, itu namanya siap dicuekkin. Atau salah sasaran seperti meresensi buku tentang beternak lele dumbo tapi dikirim ke media massa khusus politik. Dikacangin deh. Emang enak? J

Oke deh, kita ambil contoh buku untuk diresensi (untuk mersensi film, sinetron, seni lukis, kaset, VCD dan sejenisnya bisa menyesuaikan sendiri ya?). Yup, sekarang apa persiapan yang kudu disusun sebelum merensi or membedah buku? Langkah awal, jelas kamu kudu memilih dulu bukuyang kiranya pantas untuk diresensi. Kamu pilih buku yang kira-kira menarik untuk disampaikan informasi tentang isinya kepada khalayak. Langkah-langkah yang bisa kamu lakukan adalah sebagai berikut:

  1. Mengenali atau menjajaki buku yang akan kamu resensi.
    1. Mulai dari tema buku yang diresensi, disertai deskripsi (penggambaran) isi buku.
    2. Siap penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), fromat (ukurannya), hingga harga.
    3. Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan prestasi, buku atau karya apa saja yang ditulis hingga mengapa ia sampe nulis buku itu. Jadi cerita singkat tentang pengarangnya.
    4. Buku tersebut termasuk golongan buku yang mana: ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan, filsafat, sosiologi, psikologi dan sejenisnya.
  2. Membaca buku yang akan diresensi secara komfrehensif, cermat dan kunti (baca: tekun dan teliti). Pokoknya seditil-detilnya. Jangan sampe ada yang keliru. Malu dong kalo sampe keliru memberi komentar.
  3. Menandai bagian buku yang akan dijadikan sebagai kutipan dalam resensimu. Biasanya point-point yang menarik dari buku tersebut.
  4. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan kamu resensi.
  5. Menentukan sikap kamu sebagai perensi dengan menilai hal-hal berikut:
    1. Kerangka atau organisasi tulisan; bagaimana hubungan antar bagian, bagaimana sistematikanya, juga seperti apa dinamikanya.
    2. Isi pernyataan: bagaimana bobot idenya, bagaimana analisnya, bagaimana penyajian datanya, dan bagaimana kreativitas pemikirannya.
    3. Bahasa: bagaimana penerapan EYD-nya, bagaimana kalimat dan penggunaan katanya (terutama untuk buku ilmiah). Gaya bahasanya enak dibaca apa nggak, susah dipahami atau mudah dipahami.
    4. Aspek teknis: bagaimana tata letak, bagaimana desain sampulnya, kerapian dan sejenisnya dari buku itu.
  6. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar-dasar dan kriteria yang udah kita tentukan sebelumnya.

Nah, untuk film dan sinetron dalam penilaianmu bisa dibidik; skenarionya, alur ceritanya enak apa nggak (misalnya melompat-lompat apa mengalir enak), bagaimana dengan dialog-doalog di ceritanya tersebut, bagaimana akting dari para pemainnya, tata suara, tata gambar, dan latarnya bagus apa nggak. Wah, pokoknya kamu ulik deh segala detil yang ada di film tersebut.

Biar hasil resensi kita menarik, buatlah judul yang oke punya. Tentang judul, sebetulnya bisa mengacu kepada tip sebelumnya. Yakni pastikan judulnya menarik. Jadi, saya nggak usah bahas secara detil lagi ya? Oke?

Sobat muda muslim, saya masih sedikit lagi tip singkat untuk meresensi buku. Biasanya, setiap penulis suka kesulitan dalam memulai pembukaan tulisannya. Benar? Nah, untuk meresensi buku, bisa dengan kata-kata pembukaan sebagai berikut:

1. Bercerita tentang pengarangnya. Kamu bisa nulis begini: “Prof. Pulan bin Pulan sangat sangat akurat sekali menyajikan hasil penelitiannya. Ini sungguh sangat menggemparkan. Hasil kajiannya tentang atom ini mendapat sambutan dari berbagai kalangan…. dst …dst..”

2. Cerita tentang kekhasan sang pengarang. Kamu boleh juag menuliskan seperti ini: “Ciri khas Sdr. Ahmad dalam membuat buku adalah dengan judul-judul yang menghentak, bahkan terkesan sangat provokatif sekali. Buku-buku sebelumnya juga sudah sukses terjual dan masuk best seller… bla..bla..”

3. Menulis tentang keunikan bukunya. Boleh-boleh saja kamu menulis, “Sangat luar biasa, dengan ukuran buku saku yang ditulisnya ini, Mahmud berhasil menuangkan gagasannya yang besar dengan simple dan mudah dimengerti. Ia memanfaatkan keterbatasan ukuran buku saku itu dengan menuliskan seluruh pengalamannya dengan singkat dan padat, dan tetunya bermakna… dst..dst…”

4. Tentang tema buku. Untuk urusan ini, kamu boleh-boleh aja nulisnya begini, “Tema cinta selalu menarik untuk dibicarakan dan dituliskan. Bahkan sejak lama film, novel, cerpen, dan juga lagu tentang cinta melenggang dengan manis berkisah tentang cinta. Mengasyikan…. dst..”

5. Kelemahan buku. He..he.. nggak ada salahnya kamu langsung menuding dengan menuliskan, “Jelek sekali buku ini. Bukan hanya judulnya yang tak menarik, isinya pun membuat kita kurang bergairah membacanya. Meski ada data menarik di sana-sini, tapi itu sudah usang!.. dst…”

6. Kesan terhadap buku. Silakan menulis seperti ini, “Jangan anggap enteng hasil investigasi wartawan muda enerjik ini. Reportasenya tajam dengan gaya bertutur yang sangat enak dibaca… dst..dst..”

7. Penerbit buku. Jangan ragu menuliskan seperti ini, “Setelah menerbitkan buku kumpulan cerpennya yang menjadi best sellers ini, penerbit ABCD kembali meluncurkan novel terbarunya yang menghentak dari penulis mdua berbakatnya… bla…bla…”

8. Memulai dengan pertanyaan. Kamu boleh kok menulis, “Kamu suka memasak? Nggak ada salahnya untuk belajar membuat menu menarik yang terangkum dalam buku saku tentang tip memasak ini.. dst…”

Nah, setelah membuat pembukaan tulisan, kamu perlu membuat isi dan penutup resensi kan? Untuk ‘tubuh; resensi kamu bisa cerita tentang isi buku tersebut. Ambil kutipan seperlunya. Jangan terlalu banyak. Karena terlalu banyak, itu namanya memindahkan buku tersebut. Jadi, hati-hati. Dan ingat lho. Setiap media massa biasanya menyediakan ruangan yang sangat terbatas untuk sebuah kolom resensi. Cukup kamu cerita tentang kelebihan dan kekurangan buku tersebut. Gaya bahasanya, ejaanya, cara penulis tersebut menuturkan maksudnya dan lain sebagainya. Kemudian untuk mengakhir tulisan resensi, bisa kamu simpulkan dengan memberi ketegasan. Untuk siapa buku tersebut ‘wajib’ dibaca, bagaimana sikapmu terhadap isi buku itu; mendukung atau menolak, sampe menyarankan untuk ini dan itu kepada pembaca.

Intinya sih, supaya pembaca bisa menimbang-nimbang apakah akan membeli buku itu, atau malah memilih memasukkan uangnya ke tabungan. Itu terserah pembaca, tapi kamu kudu pembuat keputusan sesuai dengan pengamatan dan penilaian kamu. Subjektif memang. Tapi nggak masalah dan jangan takut selama yang kamu sampaikan benar adanya. Nggak ngarang dan memang kenyataannya seperti itu.

Sobat muda muslim, kalo saya membuat resensi biasanya berkaitan dengan kepentingan umat. Kebetulan aja sih gabung di sebuah majalah remja Islam, jadinya selalu membela Islam dong. Saya pernah meresensi kaset, film, sinetron, juga buku. Semua itu dinilai dengan sudut pandang Islam (penjelasan ini lihat tip: Tentang Subjektif dan Objektif).

Oke deh, siapkan energimu untuk menulis resensi. Kritis boleh, asal jangan “omdo”. Ayo kamu bisa menjadi perensi ulung. Menulis itu memang menyenangkan. Benar-benar menyenangkan. Sebagai bantuan, silakan baca tulisan resensi yang dibuat sama orang lain. Itu sangat membantu kamu untuk nyari inspirasi. Siap? Harus dong..! [O. Solihin]

14 thoughts on “Menulis Resensi, Belajar Mengkritisi

Comments are closed.