Sunday, 24 November 2024, 07:20

edisi 043/tahun I (16 Sya’ban 1429 H/18 Agustus 2008 )


Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan, katanya. Upaya untuk memperingati pun dilakukan dengan berbagai cara mulai dari lomba makan kerupuk hingga panjat pinang dan tangkap belut. Di setiap sudut kota, kampung dan desa dihias sedemikian rupa dengan warna dominan merah dan putih sebagai simbol bendera bangsa. Lampu-lampu dipasang warna-warni menyemarakkan suasana. Meriah!

Bro, kayaknya nih bulan bagi hampir seluruh rakyat Indonesia diperingati sebagai momen kemerdekaan. Bebas dari penjajahan secara fisik oleh Wong Londo. Pada tanggal 17 Agustus, konon kabarnya sebagai wujud rasa syukur atas kemerdekaan yang diraih diadain upacara peringatan detik-detik proklamasi. Tapi lucunya, begitu udah beres, eh malah lomba balap karung dan panjat pinang. Lebih seru lomba nginjek ranjau kali ya? Atau lomba manjat tiang bendera daripada panjat pinang. Tapi, itulah fakta saat ini. Memperingati kemerdekaan kok jauh dari makna merdeka itu sendiri. Kasihan bangsa Indonesia!

Merdeka, atau… mati?

Secara konstitusi, Indonesia dinyatakan merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945 yang dideklarasikan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta. Hal inilah yang diyakini oleh mayoritas manusia baik dalam maupun luar negeri tentang kapan hari kemerdekaan Indonesia. Sejak anak TK hingga professor sepakat menjawab dengan tanggal tersebut.

Faktanya, apa benar Indonesia sudah benar-benar merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945? Merdeka itu kan artinya bebas. Bebas dari penjajahan dalam bentuk apa pun juga. Nah, sekarang yuk kita telusuri apa benar kita sudah terbebas dari penjajahan alias merdeka dalam segala bidang?

Merdeka secara formal konstitusional (halah, bahasanya bikin lidah kelipet, hehehe..) Indonesia bisa dibilang sudah merdeka. Tapi merdeka secara hakiki alias bebas menentukan nasib sendiri tanpa didikte oleh bangsa lain, hmm… kayaknya belum deh. Why? Coba lihat aja hal-hal di sekitar kita yang dekat dengan kehidupan kamu. Ketika berangkat sekolah, berapa kamu harus bayar angkot mengingat kenaikan BBM yang makin mencekik akhir-akhir ini. Terus berapa uang SPP yang harus dibayar ortumu supaya kamu bisa tetap sekolah, harga buku, harga baju seragam dll. Walhasil, kalo kamu nggak bisa bayar itu semua, jangan harap kamu bisa menikmati bangku sekolah seperti saat ini. Makanya, pantas aja sampai-sampai ada buku terbit dengan judul ‘Orang miskin dilarang sekolah’ sebagai sindiran betapa mahalnya harga pendidikan di negeri ini.

Pulang sekolah, kamu pasti merasa lapar apalagi bagi mereka yang uang sakunya pas-pasan jadi nggak bisa jajan di kantin sekolah. Sesampai di rumah, makanan belum ada karena ibumu pusing dengan harga minyak tanah yang melambung tinggi. Sudah mahal, tuh minyak hilang pula dari pasaran. Mau beli elpiji, nggak punya uang untuk beli isi satu tabung hijau kecil itu, yang bagaimana pun harganya lebih mahal daripada minyak tanah. Duh pusing….katanya Indonesia kaya akan tambang minyak bumi, tapi harga minyak malah melambung tinggi.

Fenomena antrian minyak tanah yang sampai puluhan meter di banyak daerah di Indonesia, mengingatkan kita pada zaman penjajahan Jepang dulu. Belum lagi antrian yang lainnya semisal beras murah, minyak goreng murah hingga pembagian BLT yang masih pro dan kontra itu. Persis kayak zaman Indonesia tempo dulu ketika kebutuhan pokok sulit diperoleh karena memang itu adalah salah satu taktik penjajah dalam mengendalikan tanah jajahannya. Bedanya kalo di zaman penjajahan dulu itu para pemimpin mencari cara untuk merdeka hingga titik darah penghabisan, lha kalo pemimpin kita sekarang malah merdeka sendiri sambil duduk di kursi empuk sembari menikmati tetesan keringat dan darah rakyatnya. Waduh!

Pemerintah sering berdalih kalo semua kebijakan menaikkan harga BBM adalah untuk mengurangi angka kemiskinan. Angka kemiskinan memang berkurang drastis karena banyak rakyat mati akibat kebijakan yang sarat dengan nuansa pesanan asing ini. Kalo rakyat miskin banyak yang mati kelaparan, secara statistik hal ini akan mengurangi angka kemiskinan yang ada di negeri ini. Ironis! Bukan merdeka, tapi mati!

Seperti inikah potret merdeka yang dicita-citakan oleh negeri ini? Terus, kalo dipikir-pikir, kenapa juga negeri ini seakan-akan sulit sekali meraih kemerdekaan hakiki dalam makna yang sebenarnya, bukan hanya merdeka semu yang setiap tahun diperingati dengan lomba murahan dan upacara. Ternyata semua itu ada jawabannya loh.

Duh, nyatanya kita masih terjajah

Yup, Indonesia sebetulnya belum benar-benar merdeka dalam arti sesungguhnya. Negeri ini masih terjajah dalam banyak segi atau bahkan di semua segi kehidupannya. Mulai dari perekonomiannya yang sangat kapitalistik dengan sistem riba, pendidikan yang sekuler pol, kehidupan sosial yang egois dan mementingkan diri sendiri, kebudayaan yang bisanya cuma membebek asing, politiknya berlaku hukum rimba siapa kuat dia yang menang, pertahanan keamanan yang masih tergantung pada kebijakan Amerika dan sekutunya, penegakan hukum yang setengah hati, dll. Belum lagi ideologinya yang nano-nano alias campur-baur antara kapitalis, sosialis dan sedikit Islam.

Pernah nggak di sekolah kamu mendapat dogma dari pelajaran PPKN bahwa Indonesia bukan negara agama tapi juga bukan negara sekuler. Terus apaan tuh? Karena semua serba bukan, Indonesia akhirnya jadi negara yang bukan-bukan kayak sekarang ini. Nggak jelas mau berpijak kemana or melangkah kemana. Ibarat orang mau membangun rumah, bentuk pondasinya kacau balau dan nggak tahu apa yang dimau. Semua serba setengah hati. Karena pondasi atau dasar yang nggak jelas, akhirnya banyak masuk pesanan asing mendikte apa mau mereka untuk dipaksakan pada pondasi dan bangunan yang akan didirikan.

Indonesia pun masih terjajah. Selamanya negeri ini akan terjajah bila tak ada kemauan kuat dari masyarakatnya untuk keluar dari penjajahan ini. Ironisnya, sangat sedikit orang yang sadar bahwa bangsa ini masih terjajah. Mayoritas yang ada malah bersikap sebaliknya, yaitu bersuka-ria karena menganggap bahwa bangsa ini sudah merdeka sehingga sulit diajak nyadar dan berpikir. Lomba-lomba sekadar lucu-lucuan giat dilaksanakan, semisal lomba balap karung, sepakbola pake sarung, menangkap belut, makan krupuk, dll. Semua itu hanya hiburan sesaat untuk melupakan beban hidup yang berat. Setelah lomba selesai, masyarakat dihadapkan lagi pada masalah hidup yang menghimpit. Sungguh, negeri ini benar-benar belum merdeka!

Yuk, raih kemerdekaan!

Bro en Sis, kamu udah pada ngeh kan bahwa negeri ini tuh masih belum merdeka dan terjajah dalam semua segi kehidupan? Hanya manusia hidup saja yang enggan hidup dalam kondisi terjajah. Dan cuma mayat hidup saja yang pasrah dengan nasib buruk sebagai bangsa terjajah. Saya yakin kamu semua bukan termasuk golongan zombie ini. Jadi ayo, mulai sekarang kita bergerak untuk keluar dari penjajahan ini. How?

Pertama mula, merdekakan pikiran kamu dari semua hal berbau penjajahan. Bebaskan diri kamu dari mental sebagai orang terjajah. Buang pemikiran rusak dan bobrok dari penghambaan kepada hawa nafsu berganti menjadi penghambaan pada Allah Swt. saja. Campakkan sikap membebek pada ideologi dan gaya hidup selain Islam untuk kemudian meyakini bahwa hanya Islam yang pantas jadi ideologi dan gaya hidup seorang muslim. Emang ada yang lain? Nggak mungkin!

Kedua, bila keyakinan ini telah menancap kuat dalam benakmu, jangan diam. Meraih kemerdekaan bukan kerja satu orang, tapi kerja bersama melibatkan banyak orang dari berbagai kalangan. Ayo sebarkan keyakinan bahwa kita harus meraih kemerdekaan ini hanya dengan kembali pada Islam dan aturannya saja. Ideologi dan gaya hidup Islam ini hanya bisa terwujud dalam sebuah institusi bernama Khilafah Islamiyyah.

Jangan takut susah dan menderita dalam perjuangan meraih kemerdekaan yang hakiki ini. Karena sungguh, tak ada yang namanya jalan enak bagi para pejuang. Terjal dan berliku adalah sunatullah perjuangan. Dan hanya satu saja yang membedakan mental pejuang sebenarnya dengan yang pura-pura sok jadi pejuang. Pejuang sejati tak kenal kompromi dengan para penjajah. Sedangkan pejuang gadungan selalu mencari dalih agar kerasnya perjuangan bisa diperlunak dengan beribu alasan.

Perbedaan yang lain adalah, kalo perjuangan standar biasanya berbumbu nasionalisme, perjuangan kita kali ini berskala internasionalisme. Dengan melakukan langkah di atas, kita tak cuma membebaskan Indonesia dari penjajahan namun secara bertahap, kita membebaskan dunia secara keseluruhan. Yakinlah, saudara-saudara kita di belahan bumi yang lain juga sama-sama berjuang menuju kemerdekaan hakiki dengan Islam. Dan yang lebih asyik lagi, kemerdekaan yang akan kita raih, tidak hanya berdimensi dunia saja namun bakal kita bawa hingga akhirat kelak berupa pahala dan surgaNya. Wow…keren kan?

So, perjuangan belum berhenti, teman. Perjuangan meraih kemerdekaan ini harus dilaksanakan tanpa kekerasan. Jangan mau kamu diadu-domba sesama muslim oleh kaum kafir dengan tudingan terorisme. Jangan pula kamu mau dijebak dengan isu bom dan sebutan Islam garis keras, radikal, ekstrimis dan berbagai julukan menyudutkan lainnya. Perjuangan kita adalah perjuangan pemikiran yaitu membebaskan umat dari pengaruh dogma rusak semacam penyakit demokrasi dan sipilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme). Kita nggak butuh bom untuk menyerang paham-paham rusak di atas. Yang kita butuhkan hanya pemikiran yang kuat dan tajam, bukti akurat dan pemahaman Islam yang utuh, nggak separuh-separuh. Itu saja senjata kita. Plus tentunya keimanan yang mendalam sehingga pertolongan Allah akan segera terwujud di tengah-tengah kita.

Semoga tulisan sederhana ini mampu menyadarkan kamu-kamu yang dulunya percaya bahwa negeri ini telah merdeka. Dan semoga tulisan ini bisa menjadi bekal kamu untuk menularkan semangat perjuangan meraih kemerdekaan hakiki dari tangan penjajah kapitalis dan sistem kufurnya. Yuk sama-sama kita tekadkan di hati bahwa hidup terjajah itu nggak asik. Hidup sebagai budak ideologi sekuler itu nggak keren. Emang kamu nyaman bisa khusyu shalat sementara begitu kelar sholat langsung pamer aurat? Ih, memalukan! Yang asik dan keren nih cuma ketika kita menjadi makhluk bebas dan merdeka dalam sebuah sistem sempurna yaitu syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Untuk menuju ke sana, tentu butuh perjuangan kita bersama.

Pertanyaannya, maukah kamu menjadi salah satu pejuang itu? Imbalannya bukan hanya mulia di dunia saja namun kebahagiaan akhirat pun telah menunggu kita, insya Allah. Jadi, tak ada alasan lagi kan bagi kita untuk mangkir dari meraih kemerdekaan hakiki dalam naungan ilahi? Iya nggak sih? So, merdeka? Ih, mau dong! [ria: riafariana@yahoo.com]

4 thoughts on “Merdeka? Ih, Mau Dong!

  1. Assalamu’alaikum wr wb.
    Jelas indonesia lum merdeka.hny org buta ktika mlhat keadaan negri ini dktakan merdka. Karena kmerdkaan menurut para pgusung nasionalisme tdk brkah sama skali.krn tdk ada ridho dr Allah SWT.Bgmana mw dridhoi sistmy az myekutukan Allah SWT.Mbo jd manusia jgn bdoh2 amat?
    tp sbgai muslim adl kwjbn qt tk mengakan daulah islamiyah.afwan dlm perjuangan menegakkan dien ini tdk ckup hny dg pmikiran sj.bgmanapun org kafir tdk akn pernah ridho dg islam hngga qt mgikuti millah mrk.so perang past trjadi.
    wassalamu’alaikum wr wb

  2. yach..kita perang lagi ya mas muslim.
    kalo kita blom merdeka, berarti kita masih dijajah donk. lalu kapan kita perang melawan penjajahnya?
    kalo kita dah menegakkan daulah islamiyah, berarti kita dah merdeka ya mas muslim? dan apakah akan ada peperangan lagi kalo daulah islamiyah dah tegakk?

  3. Ass,
    wah! bener banget tuh, saya setuju ma pendapat mbak bahwa indonesia belum merdeka, dan kita pasti bisa merdeka kalau nerapin syariat islam betul ga?

    Hidup Syariat, tegak Khilafah Allahu Akbar!!!

    Wass

Comments are closed.