gaulislam edisi 378/tahun ke-8 (28 Rabiul Awwal 1436 H/ 19 Januari 2015)
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Jumpa lagi dengan buletin kesayangan kamu ini. Yup, semoga kamu semua mendapat pencerahan setiap pekan melalui artikel-artikel gaulislam yang bisa bikin kamu tambah wawasan. Hmm… edisi ke-378 ini gaulislam bakalan ngebahas tentang “move on”. Tetapi gaulislam menilainya dari sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan orang ngomongin soal move on. Bener. Sebab, kalo ngobrolin soal “move on” biasanya yang dibahas adalah seputar masalah cinta dan mantan. Hehehe… misalnya, kalo ada di antara kamu yang nggak bisa melupakan mantan, lalu dibilangin sama teman-temanmu supaya move on. Selain itu, bisa juga soal kenangan buruk yang udah menimpa, banyak orang menyarankan supaya kamu bisa move on dari mikirin kenangan buruk tersebut.
Nah, dalam artikel gaulislam kali ini, sesuai judulnya saya akan ngajak kamu untuk berani ninggalin kehidupan jahiliyah, meskipun kehidupan tersebut banyak kenangan manis membaluri sekujur pikiran dan perasaanmu. Contohnya nih yang lagi pada hot pacaran. Meskipun pacaran bikin enak, tetapi harus segera move on ninggalin kemaksiatan tersebut. Pacaran kan maksiat, Bro en Sis. Jadi kudu kamu jauhi. Ini baru contoh soal pacaran lho, yang terkategori bagian dari kehidupan jahiliyah. Ada yang lainnya? Banyak. Ambil satu contoh lagi soal gaya berpakaian. Nah, kalo kamu sekarang masih senang pake pakaian yang nggak menutup auratmu, berarti kamu masih ada di kehidupan jahiliyah. Itu sebabnya, segera move on dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan islami sebelum ajal datang. Ini bukan nakut-nakutin lho. Sebab, ajal datangnya nggak bilang-bilang. Sumpah!
Tinggalkan maksiat, lalu bertaubat
Sobat gaulislam, emang kita kudu berani ninggalin maksiat. Kalo tiap hari kamu selalu berbuat maksiat dan kamu betah dengan perbuatan tersebut, berarti kamu merasa nyaman dengan kehidupan jahiliyah. Buruan move on dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan yang islami. Jangan sampe kamu baru ngeh pentingnya menjaga diri dari maksiat, ketika udah terlambat saat diri sedang sekarat. Naudzubillah min dzalik.
Oya, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Ta’ala”
Rupanya ungkapan ustadz saya itu melumerkan kengototan saya waktu itu, bahwa orang yang bertakwa selalu benar dalam hidupnya dalam pandangan saya. Ini juga semakin menumbuhkan keyakinan dalam diri saya bahwa meski kita tak boleh salah dalam hidup ini, bukan berarti akan lolos dari kesalahan. Karena yang terpenting adalah menyadari kesalahan tersebut dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi sambil mohon ampunan kepada Allah Ta’ala.
Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Seorang hamba tidak dapat mencapai kedudukan muttaqin kecuali jika dia telah meninggalkan perkara-perkara mubah lantaran khawatir terjerumus ke dalam dosa” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sobat gaulislam, dalam keterangan lain, orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menjaga dan membentengi diri. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan bahwa muttaqin adalah orang-orang yang berhati-hati dan menjauhi syirik serta taat kepada Allah. Sedangkan Hasan Bashri mengatakan bahwa bertakwa berarti takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Menjaga benar-benar perintah dan menjauhi larangan. Sedangkan Ibnu Mu’tazz melukiskan sikap yang mesti ditempuh seorang muslim agar mencapai derajat muttaqin dengan kata-kata sebagai berikut: “Tinggalkan semua dosa kecil maupun besar. Itulah takwa. Dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di tanah yang penuh duri, selalu waspada. Jangan meremehkan dosa kecil. Ingatlah, gunung yang besar pun tersusun dari batu-batu kecil”.
Ampunan Allah jauh lebih besar dari murka-Nya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Why? Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Ayolah, segera move on dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan yang islami!
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pujian buat kita-kita yang takwa dan taat pada ajaran Islam. Apalagi sebelumnya kita ahli maksiat. Betul nggak? Indah nian ungkapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lima belas abad yang lampau: “…ada kaum yang akan datang sesudah kalian (para sahabat radhiallahu ‘anhu). Mereka percaya kepada (sekadar) kitab yang dibendel, lalu percaya dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Mereka lebih utama daripada kalian. Mereka lebih besar pahalanya daripada kalian.” (HR Ibnu Mardawih dalam Tafsir Ibnu Katsir)
Ayo, move on!
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Hidup ini penuh dinamika. Penuh warna, penuh liku, penuh lubang dan mendaki (Iwan Fals banget neh!). Ada juga yang bilang bahwa hidup adalah untuk mati. Bisa dipahami, karena akhir dari kehidupan adalah kematian. Nggak salah-salah amat kok. Tapi, kita juga wajib ngeh, untuk apa kita hidup. Untuk apa kita ada dunia ini. Dan, akan ke mana setelah bersuka-cita, termasuk berduka-derita di dunia ini?
Kehidupan ini pasti akan berakhir. Wak Haji Rhoma Irama juga tereak: “Pesta pasti berakhir” (kalo disebut nama ini, kamu jangan langsung menggoyangkan jempol tangan dan kaki ya, hehehe…). Hidup di dunia ibarat menempuh sebuah perjalanan panjang dan melelahkan. Banyak sekali cerita terukir di sana. Cerita suka, duka, derita, bahagia, sedih, gembira, kecewa, optimisme, putus asa, peduli, kasih-sayang, cinta, dan seabrek pernak-pernik dan kerlap-kerlip kehidupan dunia yang melengkapinya.
Perjalanan panjang di dunia ini pasti akan berakhir. Ada terminal akhir yang merupakan tempat kita berlabuh. Allah Ta’ala udah menyediakan dua tempat; surga dan neraka. Surga untuk para pengumpul pahala, sementara neraka adalah kelas ‘eksklusif’ para pendosa.
Nah, mumpung kita masih bisa bernapas, mumpung kita masih bisa tertawa, selagi kita masih punya kesempatan banyak, di saat kita masih muda usia, sebelum air mata penyesalan mengalir deras dari kedua mata kita, ada waktu untuk kita perbaiki diri. Jangan putus asa juga buat para pendosa. Yakinlah, selama hayat masih di kandung badan, kalian punya kesempatan yang sama untuk menuai pahala. Bertobat dari berbuat maksiat, itu keputusan tepat. Setelah itu mari belajar agama. Pahami, cermati, dan amalkan dalam kehidupan. Segera move on!
Islam juga mengajarkan agar kita senantiasa berbuat baik. Jika kebetulan berbuat maksiat, bertobatlah segara. Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu, berkata: Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kamu telah membunuh seramai sembilan puluh sembilan orang manusia, lalu dia mencari seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia terus berjumpa pendeta tersebut kemudian berkata: Aku telah membunuh seramai sembilan puluh sembilan orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta tersebut menjawab: Tidak. Mendengar jawapan itu, dia terus membunuh pendeta tersebut dan genaplah seratus orang manusia yang telah dibunuhnya. Tanpa putus asa dia mencari lagi seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang Ulama, dia terus berjumpa Ulama tersebut dan berkata: Aku telah membunuh seramai seratus orang manusia. Adakah taubatku masih diterima? Ulama tersebut menjawab: Ya! Siapakah yang boleh menghalang kamu dari bertaubat? Pergilah ke Negeri si polan, kerana di sana ramai orang yang beribadat kepada Allah. Kamu beribadatlah kepada Allah Ta’ala bersama mereka dan jangan pulang ke Negerimu kerana Negerimu adalah Negeri yang sangat hina. Lelaki tersebut beredar menuju ke tempat yang dinyatakan. Ketika berada di pertengahan jalan tiba-tiba dia mati, menyebabkan Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab bertelingkah mengenainya. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah Ta’ala. Manakala Malaikat Azab pula berkata: Dia tidak pernah melakukan kebaikan. Lalu Malaikat yang lain datang dalam keadaan berupa manusia dan cuba menghakimi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak di antara dua tempat. Mana yang lebih hampir, itulah tempatnya. Lantas mereka mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut lebih hampir kepada negeri yang ditujunya. Akhirnya dia diambil oleh Malaikat Rahmat” (HR Bukhari dalam Kitab Kisah Para Nabi, hadis no. 3211)
Oke deh, bertaubat lebih hebat ketimbang tetap berbuat maksiat. Kamu bisa kok. Yakin deh. Itu sebabnya, jangan tunda-tunda lagi untuk move on jauhi maksiat dan move on ninggalin kehidupan jahiliyah menuju kehidupan yang islami penuh barokah. Semangat! [O. Solihin | Twitter @osolihin]
Izin Copas Untuk Bahan Buletin Sekolah