Pemilihan presiden putaran pertama telah berakhir sejak 5 Juli lalu. Hasilnya pun kita udah tahu. Rakyat Indonesia memilih….. Joy Tobing sebagai Indonesian Idol. Ups! Sorry maksudnya, tiga kandidat ca(wa) pres kudu rela angkat kaki dengan kebesaran hati karena tereliminasi. Foto pasangan Wiranto-Wahid, Amin-Siswono, dan Hamzah-Agum nggak akan lagi menghiasi surat suara dalam pilpres putaran kedua.
Di sana hanya akan terpampang foto pasangan SBY-Kalla di sudut biru partai demokrat dan Mega-Hasyim di sudut merah PDI-P. Keduanya siap bertarung memperebutkan kursi Presiden untuk masa jabatan lima tahun mendatang.
Bisa jadi bakalan banyak yang berduyun-duyun masuk ke TPS pada tanggal 20 September untuk memberikan suara sambil membawa kartu pemilih sebagai karcis tanda masuk (ini pilpres apa kejuaraan sabuk emas RCTI sih? Hehehe)
Pascaputaran pertama usai, genderang perang opini pun ditabuh bertalu-talu oleh kedua kubu. Masing-masing kembali berlomba-lomba meraih simpati pemilih. Biar target perolehan suara minimal 50% + 1 di putaran kedua nanti bisa mereka raih. Tim sukses masing-masing kubu sibuk menggaet pemilih yang jagoannya kalah di putaran pertama. Koalisi dengan partai-partai besar, parpol gurem, atau ormas pun dibentuk.
Dukungan kepada pasangan Mega-Hasyim mengalir deras dari PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, dan PDS yang tergabung dalam Koalisi Kebangsaan. Keempat partai besar ini rela �memaksa’ para kadernya untuk memenangkan pasangan Mega-Hasyim. Mengkritisi hal ini, Mahfud MD (wakil ketua umum DPP PKB) berpendapat: “Koalisi itu sama dengan upaya para elit politik untuk merampas kembali hak rakyat dalam pemilihan langsung saat ini. Sekarang ada upaya elit politik kembali merampas hak rakyat, dalam pemilihan langsung. Itu dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat. Padahal dulu kita mengamandemen UUD agar rakyat bisa memilih langsung,� (Kompas, 20/08/04). Sebenernya masih LUBER gak sih asas pemilu di sini?
Sementara dukungan kepada pasangan SBY-Kalla juga nggak kalah hebohnya. PKS yang pada putaran pertama menjatuhkan pilihannya pada pasangan Amien-Siswono, rupanya bertolak belakang dengan KLA Project yang tak bisa pindah ke lain hati. Parpol pimpinan Hidayat Nur Wahid ini secara resmi justru mendukung penuh pasangan SBY-Kalla. (Liputan6.com, 01/09/04). Dukungan juga diberikan oleh pengurus Partai Demokrat, PBB, PKPI, Dewan Masjid Indonesia (DMI), Solidaritas Independen Gabungan Advokat Pemilihan Presiden (SIGAPP), dan Keluarga Cendana. (Kompas, 20/08/04). Eit, yang terakhir kayaknya kenal deh. Keluarga siapa ya?
Golput yang bikin ribut
Di lain pihak, gelombang golput yang membayangi pilpres putaran kedua sempet bikin ketar-ketir beberapa pengamat politik. Apalagi sikap netral alias nggak mendukung salah satu kandidat ini secara jelas dan resmi ditunjukkan oleh PAN, PKB, Gus Dur, serta pasangan Wiranto-Wahid. Bisa-bisa pilpres putaran kedua nanti dimenangkan oleh golput nih!
Bisa jadi. Karena menurut catatan eramuslim.com, 16/07/04, pemilu legislatif kemarin jumlah Golput diperkirakan mencapai 16 persen, sementara dalam pilpres putaran pertama 5 Juli 2004, Golput diperkirakan mencapai 20 hingga 30 persen, dari total pemilih sebanyak 155.048.803 orang.
Menurut pengamat politik Indra J Piliang, ada 3 kelompok Golput dalam kategori ini, yaitu Golput ideologis, yang terdiri dari orang-orang yang anti demokrasi dan anti sistem dan kebanyakan massa elit. Kemudian Golput pragmatis, yaitu pemilih yang kecewa. Namun kelompok kategori ini bisa berubah kalau capres yang bertarung di putaran selanjutnya masih dalam kriteria pilihannya. Dan kelompok ketiga adalah Golput secara politik, jumlahnya paling besar karena mereka adalah orang-orang yang kecewa karena capres pilihannya tidak lolos dalam putaran selanjutnya. (Eramuslim.com, 16/07/04). Eh, kamu termasuk yang mana neh? Ideologis dong ya.
Sobat, rupanya fenomena golput selalu bikin ribut di setiap pemilu. Termasuk menjelang pilpres putaran kedua. Seperti Gusdur bilang, “Seharusnya sikap untuk tidak memilih itu juga dihargai sebagai satu pilihan.�
“Tapi kan, sayang kalo hak pilih kita nggak dipake…â€?
Ah, masa sih? Ngasih suara justru bertanggung jawab langsung dalam masalah tersebut. Beda dengan yang nggak milih alias golput, mereka nggak terlibat. Lebih cerdas malah. Kata Pak Amin Rais: “Pada pemilu presiden penghitungannya bukan sekadar mubazir atau tidak, tetapi bagaimana tanggung jawab yang lebih dalam� (Kompas, 23/08/04). Catet tuh!
Virus EGP biangnya individualis
Sobat muda muslim, ngikutin perkembangan politik bagi remaja memang bukan suatu hal yang menarik. Kebanyakan kita lebih gape untuk ngobrolin penobatan Joy Tobing sebagai Indonesian Idol, tren busana menggoda �Secret of Eve’-nya Kanaya Tabita, atau film seru bin hebohnya �Alien vs Predator’. Boro-boro ngotak-ngatik panggung politik, sekadar peduli ama nasib anak-anak jalanan yang putus sekolah aja kudu ditugasin bikin kliping dulu ama guru. Ini bukan pujian lho. Hehehe…
Gara-gara virus EGP, banyak remaja muslim yang ketularan sikap individualis. Mereka paling ogah kalo diajak mikirin kondisi negeri zamrud khatulistiwa yang makin terpuruk ini. Mahalnya biaya pendidikan atau tingginya jumlah pengangguran cuma sebatas informasi yang numpang lewat doang. Parahnya, saat mereka diajak atau diingetin untuk bersikap sedikit lebih peduli bin kritis, mereka malah nyiapin jawaban standar masyarakat Barat. “Emang Gue Pikirin …!â€? Hmm… berarti selama ini emang nggak mikir. Gubraks! (jangan marah kalo dipuji gini ya…)
Eh, padahal kudu kita pikirin juga, lho. Soalnya kita hidup di negeri ini. Bukan di negeri dongeng, negeri awan, atau negeri impian. Itu berarti baik-buruknya kondisi negeri ini akan banyak mewarnai hidup kita. Memang sih, udah tugas pemerintah untuk ngatur negeri ini. Tapi bukan lantas kita nggak ngingetin mereka dong yang tengah kasmaran ama sistem sekuler. Masa kita diem aja dengan maraknya kapitalisasi di bidang ekonomi dan pendidikan atau kebebasan berekspresi yang mendongkrak jumlah penduduk miskin, SDM yang berkualitas rendah, dan kebejatan moral di tengah masyarakat. Childish banget gitu lho kalo kita masih cuek. Bener tuh!
Makanya wajar bin wajib untuk menghadirkan sikap kritis bin peduli dalam diri kita. Apalagi bagi seorang muslim. Seperti sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh al-Hakim: “Siapa saja di pagi hari tidak memikirkan urusan kaum muslimin, maka bukan termasuk golongan mereka (kaum muslimin)�.
Menjelang pilpres putaran kedua nanti, kita juga wajib pikirin dengan penuh kepedulian dan sikap kritis. Karena pasangan yang terpilih nanti bakal turut melukiskan potret masa depan negeri kita. Apa masih tetep bermuram durja, tambah amburadul, atau berhasil dipermak jadi ciamik? Wallahu a’lam.? Yang pasti kita kudu punya karakter pemimpin ideal seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para khalifah sesudah beliau wafat buat ngebandingin hasil pilpres entar. Setuju? Pasti!
Pemimpin pilihan kita
Keberadaan seorang pemimpin bagi kita selaku muslim merupakan suatu keharusan. Sama pentingnya dengan air dalam kehidupan kita. Sebab seperti kata Rasul, dengan adanya pemimpin, kaum muslimin akan terlindungi dan kebutuhan hidupnya terpenuhi dengan layak.
Untuk melahirkan karakter pemimpin ideal, maka seorang pemimpin kaum Muslimin itu seharusnya:
- Memenuhi syarat-syarat menurut syariat Islam. Yaitu: Muslim, laki-laki, balig, berakal, adil/tidak fasik (konsisten dalam menjalankan aturan Islam), merdeka, dan mampu melaksanakan amanat Kekhalifahan.
- Menjadikan kekuasaan negeri ini independen/mandiri. Bebas dari ketergantungan negara-negara kafir imperialis. Juga steril dari pengaruh orang-orang kafir. Makanya nggak pantas bagi parpol Islam (bukan cuma berlabel Islam) berkoalisi dengan parpol sekuler dalam rangka membentuk pemerintahan baru. Itu sih sama aja ngasih ikan ke kucing garong yang udah seminggu puasa. Bahaya bin gaswat. Firman Allah Swt.:
ï???ˆ???„???†?’ ?????¬?’?¹???„?? ?§?„?„?‡?? ?„???„?’?ƒ???§?????±?????†?? ?¹???„???‰ ?§?„?’?…???¤?’?…???†?????†?? ?³???¨?????„?§?‹ï?›
Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin. (QS an-Nisa’ [4]: 141). - Menjadikan keamanan dari gangguan luar dan dalam negeri di tangan kaum Muslimin sendiri. Nggak boleh ada campur tangan negara kafir imperialis terhadap tentara dan polisi. Apalagi sampai ngasih izin mreka buat bikin pangkalan militer. Nggak lah yauw!
- Segera menerapkan Islam secara serentak dan menyeluruh serta segera mengemban dakwah Islam.
ï???ˆ???£???†?? ?§??’?ƒ???…?’ ?¨?????’?†???‡???…?’ ?¨???…???§ ?£???†?’?²???„?? ?§?„?„?‘???‡?? ?ˆ???„?§?? ???????‘???¨???¹?’ ?£???‡?’?ˆ???§?????‡???…?’ï?›
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (QS. al-M?¢idah [5]: 49) - Mencegah disintegrasi dan menyatukan negeri-negeri kaum Muslimin di seluruh dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Sebab, umat Islam adalah satu tubuh dan kepemimpinannya pun harus satu.? Nabi saw. bersabda:
?«?¥???°?§?? ?¨???ˆ?’?????¹?? ?„???®???„?????????????’?†?? ?????§?‚?’?????„???ˆ?’?§?„?¢?®???±?? ?…???†?’?‡???…???§?»
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim)
Tapi sayangnya, dua calon pemimpin yang bakalan berlaga pada 20 September 2004 nggak masuk kategori ini! Lagian ini bukan dalam sistem Islam, tapi kapitalisme. Nggak bakalan bisa nyetel. Kalo pun ada yang punya niat belain Islam. Mungkin saja niatnya bener, tapi caranya nggak sesuai ajaran Islam. Itu sama aja bo’ong. Di dieu yeuh, bahayana!
Nggak asal nyoblos
Sobat muda muslim, kita semua pasti sudah ngerti kalo Allah bakal menyidang kita di yaumul hisab kelak. Setiap sisi perbuatan kita di dunia akan dimintai pertanggung jawaban. Dari kita bangun tidur sampe tidur lagi, nggak ada yang luput dari pengawasan Allah. Begitu juga dalam pilpres nanti. Siapa pilihan kita, alasan memilih, hingga harapan di balik sumbangan suara kita, Allah pasti tahu dan akan meminta pertanggungan jawab dari kita.
Karena itu kita juga wajib sadar kalo dalam pemilu itu nggak cuma bolongin kertas suara. Tapi ada tanggung jawab yang kita pikul di hadapan Allah terhadap pilihan kita. Di sinilah pentingnya kita mengenal lebih dekat calon pemimpin kita itu. Agar kita bisa mengetahui kesesuaiannya dengan karakter pemimpin ideal yang diatur oleh Islam. Kalo sesuai, jangan sungkan bin ragu untuk memberikan suara kita. Tapi kalo belum alias mereka sendiri masih betah dengan sistem sekuler yang selama ini mengatur dan menyengsarakan hidup kita, nggak usah dipilih. Malah seharusnya mereka berani rela untuk bilang ke kita-kita “aku bukan pilihanâ€? (Iwan Fals banget nih). Tapi, mana mungkin mereka mau jujur? Hehehe…
Trus gimana dong kalo karakter pemimpin ideal itu belum kita temukan dalam pilpres putaran kedua nanti? Hmm…yang pasti jangan tanyakan hal ini pada rumput yang bergoyang. Karena doi belon pernah ikut pemilu. Tapi tanyakan pada diri sendiri. Jika kita menginginkan air susu yang bikin tubuh kita sehat tapi ternyata dikasih 2 pilihan yang isinya racun semua. Satu racun serangga, satunya lagi racun tikus, apa yang akan kita lakukan?
Kita yang masih berakal sehat pasti setuju kalo sikap untuk tidak memilih salah satu racun itu masuk dalam pilihan yang pertama dan utama. Awas lho kalo gak setuju! (lagian golput bukan kriminal kok, hehehe). Oke, deh, sekarang kamu udah cerdas dan insya Allah atas nama ideologi alasan golputnya. Sebab, Islam tak bisa disatukan dengan kekufuran, dan tentunya nggak bisa diperjuangkan lewat jalan kekufuran juga. Islam ya Islam. Jadi, yuk kita kampanyekan Islam untuk diterapkan sebagai ideologi negara. Kobarkan revolusi! [hafidz]
(Buletin Studia – Edisi 212/Tahun ke-5/13 September 2004)