Di pertigaan jalan itu ada janur kuning melambai. Karnaval ondel-ondel? Bukan, di penghujung jalan itu Shinta dan Dono sedang dinobatkan menjadi ratu dan raja sehari alias dinikahkan. Suasananya cukup meriah. Penyanyi organ tunggalnya mendayu-dayu dengan nada dasar burung pipit kejepit alias melengking. Pagar ayunya berjejer meniru model Kylie Minogue dengan senyum manis asem asin. Makanan dan minuman disajikan dengan berbagai aroma kelezatannya. Agar nampak agak berbeda, minumannya bukan es krim tapi juice pacekap mengkudu. Dan yang lebih heboh lagi, malamnya akan dipentaskan wayang golek millenium dengan lakon ?Hanoman Kera Metropolitan’.
Pada pintu depan ada tulisan wilujeng sumping yang maknanya setara dengan welcome. Sementara di pelaminan Shinta dan Dono senantiasa menebar senyum kepada hadirin yang sebagian besar kalangan remaja. Tapi tunggu, ada keanehan mencolok pada pernikahan ini. Aneh karena bapaknya Shinta sekarang bisa senyum diantara kumisnya yang setebal ulat bulu? Aneh karena Shinta berbusana muslimah padahal biasanya dia mengumbar KUD (ketek, udel, dada)? Bukan itu. Aneh karena para aktivis remaja Islam dan Tuan Sufi tidak hadir dalam acara pernikahan ini. Padahal biasanya mereka selalu hadir dalam berbagai acara pernikahan di daerah situ dan seringkali Tuan Sufi yang memberikan ceramah nikah. Kalau acara sakral seperti ini Tuan Sufi tidak mau datang maka orang-orang akan menduga-duga ada sesuatu yang tidak beres.
Menurut kabar yang bisa dipercaya 100 persen, pernikahan Shinta dan Dono disebabkan oleh terjadinya hubungan korsleting yang kebablasan. Saat ini perut Shinta sedang mlendung. Tidak sembarang mlendung, karena menurut hasil USG, itu adalah positif bayi yang sudah menginjak usia 3 bulan. Kenapa ada bayi dalam perut Shinta? Dono pasti lancar menjawabnya. Sebelumnya mereka dua sejoli yang menyusuri ?panasnya’ asmara pacaran. Hatinya senantiasa bergelora dengan berbagai aroma bunga, meski ternyata itu bunga bakung yang liar. Film serial televisi Baywacth Hawaii II dan Bollywood India telah memberikan dorongan kasmaran yang getarannya di atas 7.5 skala richter. Memangnya gempa lokal? Ditambah lagi dengan penampilan Shinta yang full aurat dan stil Dono yang full urat. Menurutnya ini bukan nekat tapi jalan hidup, meniru motto Melly Guslow. “Pacaran itu gabungan antara seni dan keindahan serta pancaran jiwa yang murni. Karenanya, pacaran itu mutlak bagi remaja, tidak bisa diamandemen lagi“, tandas Shinta yang langsung di-OK oleh Dono.
Kenyataan mlendung inilah yang menjadi alasan kenapa Tuan Sufi dan remaja aktivis Islam tidak ikut menghadiri acara pernikahan Shinta dan Dono. Mereka khawatir akan menjadi validasi terhadap opini sinetron Pernikahan Dini, yang tidak menampik perzinahan asalkan mau dinikahkan jika ternyata hamil. ?Opini yang dibawa oleh sinetron-sinetron seperti itu sebenarnya telah mencabut persepsi ajaran Islam dari generasi muda Islam. Perzinahan maupun yang nyerempet-nyerempet ke situ seperti pacaran adalah haram. Pelaku zina ghairu muhshan bukan dinikahkan, enak banget, tetapi dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun (QS. An Nuur: 2). Kalau kita mengharapkan kemuliaan, maka ketahuilah bahwa kemuliaan itu hanya ada dalam syari’at Allah, Tuhan Pencipta Alam (QS. Fathir: 10)‘, komentar Tuan Sufi di tempat terpisah. Dan secara berkelakar, kata Tuan Sufi pacaran itu dapat mempunyai dua dampak positif, yaitu positif dosa dan positif ngidam bayi.
Jamuan di resepsi itu hampir-hampir menutupi segala kenyataan yang kelabu. Masakan lezat membuat lidah bergoyang, dan organ tunggal menggoda kelingking kaki bergoyang. Nasihat penghulu agar mempelai mampu membangun keluarga sakinah wa rahmah terasa hambar, karena menutupi suatu perkara yang sangat besar di sisi Allah, yaitu zina. Di pelaminan itu, Shinta dan Dono tersenyum sumbringah. Namun jauh di sudut hatinya ada rasa beban dosa yang kian menggumpal dan cengkraman kehinaan yang makin mendalam. Andai mampu, Shinta ingin menjerit dan membeberkan beban hatinya yang tidak tertahankan lagi. Mungkin itu bagian dari peringatan Allah ?Azza wa Jalla. (Sadik)
[diambil dari Majalah PERMATA, edisi September 2002]