Bagi anak puteri, kayaknya agak sulit memutuskan, apakah akan nerusin sekolah, atau mau langsung kerja. Belum lagi soal tuntutan ortu di antara dua pilihan tersebut. Makin tambah pusing aja ya?Lalu gimana solusinya?
Pertanyaan itu mungkin sedang berkecamuk di benak kamu, khususnya yang baru nglepas seragam abu-abu putih. Maklum biar pun cewek, kita-kita tetap harus mikirin masa depan. Apalagi di jaman sulit kayak gini. Enaknya nglanjutin ke sekolah lebih tinggi, Apa langsung kerja ya? Atau…malah merit.
Menurut Dewi, pelajar yang baru lulus sebuah SMU negeri di Bogor ini, ngelanjuti ke PT hukumnya wajib (ceile, kayak sholat aja). Alasannya, untuk meraih masa depan lebih baik dan meraih cita-cita. “Biar dapet gelar sarjana sehingga gampang nyari kerjaan,” kilah gadis berkacamata minus ini. Menurutnya, bekal pendidikan itu sangat penting. Apalagi di era yang katanya globalisasi ini. “Biar kita cewek, sekolah musti setinggi-tingginya,” imbuh gadis yang mimpiin jadi dokter ini dengan semangat reformasi.
Lain lagi komentar Mona, temen kamu yang baru naik kelas 3 SMU swasta di Bogor ini. “Gua sih sebenarnya males sekolah lagi. Abisnya, pusiing! Tapi berhubung ortu nuntut gua musti jadi sarjana, terpaksa mo sekolah juga,” begitu katanya. Gadis yang mengaku rangkingnya pas-pasan ini sebetulnya lebih suka kalau disuruh langsung kerja aja. Apalagi, papanya punya dua unit usaha rental komputer dan internet. “Pengennya sih bantuin di rental aja. Bisa sambil maen, chatting, browsing, gitu. Jadi kerjanya nyantai. Tapi gimana nanti deh, ” imbuhnya sembari ngeloyor.
Lain lagi rencana Teti, juga lulusan SMU swasta. Doi pilih mau kerja aja. Soalnya dari sisi biaya, Teti ngaku nggak mungkin mampu menjangkau bangku kuliah. “Ayah kan cuma pensiunan guru SD, sementara saya punya adik 3 orang yang semuanya musti sekolah,” Teti bercerita. Karena tahu diri dengan kondisi ekonomi ortu, gadis berperawakan langsing ini pengen banget bekerja. Sekalian, bantu ekonomi keluarga. “Tapi mo kerja apa ya? Apa bekal ijasah saya laku? Saya cewek lagi,” ujarnya gamang. Teti emang pesimis, soalnya nyari kerja sekarang kan nggak gampang Tapi karena? tuntutan ekonomi, Teti nggak punya pilihan. Eh, tapi jangan nangis gitu dong Tet! Jadi ikut sedih nih!
Ehm, gimana kalau Teti merit aja? “Wah, boleh juga tuh usulnya,” cetusnya kembali sumringah. “Tapi, jangan ah! Belum siap. Lagian, saya kan nggak punya pacar,” ujarnya malu-malu. Emangnya kalau mo merit musti punya pacar, salah! Yang benar, ada calon suami, Tet!
Tak semata kejar gelar
Punya cita-cita mo jadi dokter, tukang insinyur, guru atau mungkin pengusaha, buat cewek, boleh-boleh aja. Asal kita nggak lupa kodrat kita sebagai wanita. Maksudnya jangan sampai kita bercita-cita jadi presiden seperti…tahu kan? Atau jadi peragawati laksana Arzeti, penyanyi bak Krisdayanti, or profesi lain yang diharamkan oleh Islam.
Nah, untuk meraih cita-cita itu, harus ditempuh banyak cara. Salah satunya, ya dengan sekolah itu. Kalau pengen jadi jadi dokter kayak Dewi misalnya, berarti harus sekolah di fakultas kedokteran. Tentu saja untuk itu dibutuhkan bekal macam-macam, seperti otak yang encer, minimal kayak Betty La Fea, keuangan yang memadai, dan fasilitas penunjang lainnya. Maklum nggak bisa sembarang orang bisa jadi dokter. Salah-salah bisa malpraktek tuh. Ih, ngeri banget.
Jadi, walaupun kita cewek, sekolah sampai setinggi-tingginya boleh-boleh aja. Apalagi dalam Islam, menuntut ilmu itu hukumnya wajib (fardhu). Ada fardhu ‘ain, yakni menuntut ilmu-ilmu Islam yang berkaitan dengan perbuatan kita sehari-hari. Ada pula yang hukumnya fardhu kifayah, yakni mempelajari ilmu-ilmu yang sifatnya umum. Misalnya belajar ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu gizi, dll. Nah, jika kamu sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan mempelajari ilmu-ilmu umum tersebut berarti kamu menjalankan fardu kifayah.
Tentu itu tidak cukup. Fardhu ‘ain untuk memuntut ilmu Islam jangan kamu tinggalkan. Kuliah bukan berarti menggugurkan kewajiban kamu buat belajar Islam. Apalagi, pelajaran agama Islam nggak bakal kamu dapetin dibangku kuliah, kecuali sedikit. Jadi, belajar bukan hanya di lembaga formal saja, tapi juga non-formal. Soalnya sistim pendidikan saat ini nggak memungkinkan kita untuk dapet belajar ilmu-ilmu Islam sebanyak-banyaknya. Sederhananya, jangan sampai gara-gara belajar ilmu umum, ilmu Islam kamu abaikan.
Selain hal itu bisa memenuhi tuntutan ortu untuk sekolah, juga bukan hal yang buruk. Hitung-hitung sebagai bentuk bakti kita sama ortu. Yah, kayak kasus si Mona itu. Yakinlah Insya Allah ortu itu menginginkan yang terbaik buat kita. Hanya saja, perlu dipertimbangkan dengan minat dan kemampuan kita. Jangan karena kita semata-semata memenuhi tuntutan ortu, lalu kita maksain milih bidang yang tidak sesuai dengan kemampuan kita. Yang penting ketika kita menjalankan itu semua harus tetap dilandasi keikhlasan dan dalam rangka mencari ridha Allah semata.
Ingat, sekolah bukan semata-mata untuk dapat gelar atau ijasah buat cari kerja. Sebab, gelar dan ijasah tak menjamin kita jadi mudah cari kerja. Banyak kok yang mengantungi gelar sampai es tiga, tapi susah dapat kerja. Sebaliknya, ada yang ijasahnya pas-pasan atau bahkan nggak berijasah, tapi rejekinya tetap lempeng. Jadi, niat sekolah itu dalam rangka kewajiban menuntut ilmu, bukan sebagai investasi buat nyari kehidupan yang lebih baik. Soalnya, rejeki itu di tangan Allah Swt.
Ilmu yang kita dapat di bangku sekolah, bakal bermanfaat untuk bekal hidup di masyarakat. Bentuknya tak melulu di lapangan pekerjaan, tapi juga di rumah dan lingkungan tempat tinggal. Misalnya, kelak ketika kamu merit, lalu jadi istri atau ibu. Makanya, buat yang pengen sekolah, akan lebih afdol bila kamu pilih studi yang mempelaajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kepentingan wanita. Misalnya soal kesehatan, gizi, pendidikan dan lain sebagainya.
Bekerja bagi wanita
Bagaimana dengan pilihan untuk bekerja atau dituntut bekerja oleh ortu? Jangan berkecil hati. Islam membolehkan wanita bekerja. Artinya, mubah (boleh) wanita mencari sumber penghasilan di berbagai bidang kecuali bidang tertentu seperti pemimipin negara atau profesi yang menanggalkan kodrat kewanitaan kita. Dalam hal ini tentunya Islam melarang. Misalnya jadi model (apalagi model VCD casting iklan sabun mandi, hi…!!!), jadi peragawati, pemain sinetron, pemandu sorak, dan lain-lain.
Ketika bekerja pun, wanita harus memperhatikan rambu-rambunya. Di antaranya, harus mendapat ijin wali atau suami, dan tetap melaksanakan kewajiban berjilbab, meski banyak perusahaan yang menolak karyawatinya yang berjilbab. Kemudian harus menghindari ber-khalwat (dua-duan dengan laki-laki yang bukan mahram), juga harus menghindari ikhtilat (campur baur antara laki dan perempuan). Tambahan lagi, kamu jangan sampai bekerja di sektor yang membahayakan kehormatan dan kesucian sebagai wanita. Misalnya bekerja di tempat hiburan, tempat biliar, dan lain sebagainya.
Yang jelas seorang wanita sebetulnya tak harus bekerja. Sebab, dia berhak mendapatkan nafkah dari ortunya sejak lahir sampai menikah. Ketika menikah itulah, nafkah wanita beralih menjadi tanggung jawab suaminya. Jadi, seharusnya kita-kita yang cewek nggak perlu pusing mikirin musti kerja. Solusinya….nikah? Ehm, kalau emang udah ada yang mau (dan serius), trus kamu juga udah siap fisik dan mental, pilihan terakhir ini juga nggak buruk. Malah, tergolong ibadah. Tentu, untuk ini juga harus banyak pertimbangannya.
Lantas, kalau kondisi kepepet kayak Teti misalnya, bagaimana? Memilih berkarir, boleh-boleh aja kalau memang ada peluang kerja. Lagipula, Allah berfirman dalam salah satu ayat-Nya yang artinya: “Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan” (TQS An-Nis? [4]: 32)
Yang perlu diingat, bekerja bagi wanita yang hukumnya mubah itu jangan sampai mengalahkan kewajiban yang lain, seperti menuntut ilmu Islam. Jangan sampai karena alasan bekerja trus nggak sempet ngaji. Toh kita masih bisa belajar tanpa meninggalkan kerja. So, pilih sekolah atau kerja, dua-duanya Insya Allah sama baiknya. Asal, jangan melupakan ngaji. Masih bingung? Mending ambil wudhu dan sholat istikharah! Minta kepada Allah, mana yang terbaik buat kita. [asri]
box—
Tips Memilih Sekolah
Jika kamu pengen ngelanjutin studi ke jenjang yang lebih tinggi setelah SMU, ada banyak pilihan. Nggak cuma di PT negeri, tapi bisa juga ke lembaga-lembaga pendidikan non formal setingkat PT yang sekarang menjamur. Misalnya ke Lembaga pelatihan ketrampilan (LPK), program ektension, kursus, dan sejenisnya. Yang pasti kamu musti pandai-pandai memilih biar nggak salah. Bagaimana caranya? Beberapa kiat berikut mungkin bisa jadi panduan kamu.
1. Cari informasi
Himpun informasi sebanyak-banyaknya tentang sekolah. Misal namanya, lokasinya, status (akreditasi, terdaftar, disamakan, dan lainnya), program studi yang diselenggarakan , staf pengajar, kurikulum, biayanya, dan sebagainya. Kalo perlu sejarah berdirinya, alumnusnya, dan prospek setelah lulus dari sekolah tersebut. Ini akan sangat membantu kamu untuk memilih sekolah sesuai minat dan kemampuan kamu. Misalnya sebisa mungkin pilih sekolah yang akredetasinya minimal diakui, kurikulumnya bagus dan alumnusnya juga oke. Soal lokasi makin dekat dengan tempat tinggal juga makin baik. Biar hemat ongkos jalan.
2. Kenali minat dan kemampuan kamu
Kamu harus bisa mengidentifikasi, kira-kira kamu cocok di bidang apa. Misal, kalau cenderung suka teknologi kamu bisa ambil bidang informatika, atau komputasi. Atau lebih suka manajemen, akuntansi, masak-memasak, desain grafis, dan lain sebagainya. Emang sih, sebetulnya semua orang punya potensi sama untuk mengembangkan diri di bidang apapun. Tapi, biar profesional, kamu musti memfokuskan diri pada satu bidang keahlian tertentu. Dan, bidang apa yang kamu pilih, tentu kamu yang paling tahu soal kemampuanmu. Jangan maksain sekolah di bidang yang kamu nggak bisa, atau nggak suka. Dan, nggak ada salahnya kamu minta pertimbangan ortu, kakak, kakak kelas atau sodara kamu. Mereka kan lebih pengalaman, jadi gambaran soal profesi barang kali lebih detil.
3. Sesuaikan dengan kondisi keuangan
Memilih sekolah, juga jangan asal bonafit aja. Ukur juga kemampuan keuangan ortu kamu. Jangan sampe udah masuk sekolah, terus mandek gara-gara keuangan seret. Pilih sekolah yang terjangkau saja. Jangan karena menuruti gengsi, kamu maksain diri masuk sekolah mahal. Bisa-bisa stres sendiri karena tekanan batin, nggak bisa ngikutin gaya borju anak-anak sekolah itu. Tapi yang pasti, jangan pilih sekolah yang asal murah, tapi mutunya tidak terjamin. Pilih yang kira-kira seimbanglah, antara kualitas dan biaya. Biaya pendidikan ini juga harus kamu prediksikan betul dan disiapkan sebaik-baiknya. Kalo merasa tidak mampu tapi ngebet ingin sekolah, nggak ada salahnya kamu nyari beasiswa, ortu asuh, atau nyari sekolah yang ikatan dinas. Lumayan lho, selain dijamin kerja, biaya juga ditalangin.
4. Jangan mudah tergiur promosi
Biasanya, masin-masing sekolah atau lembaga pendidikan punya beragam strategi untuk menjaring murid. Misalnya jaminan kerja setelah lulus, jaminan beasiswa sekian persen, lulusannya selalu diserap lapangan kerja, berafiliasi dengan sekolah terkenal di luar negeri, lulus dengan cepat, dan lain-lain. Kamu musti teliti betul, benarkah slogan-slogan tersebut, apa hanya retorika semata. Jika sesuai fakta sih, nggak masalah. Tapi kalo sekadar slogan, hati-hati. Karena, pendidikan sekarang hampir semuanya komersil, alias mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Itu sebabnya, mereka berlomba-lomba promosi besar-besaran. Nah, selamat menjadi mahasiswa! [asri]
[pernah dimuat di rubrik “Banaat”, Majalah PERMATA, edisi Juli 2002]
Dua – duanya…sangat baik,,kuliah atau kerja..yang penting,keseriusan kita dalam menjalankannya…