Friday, 22 November 2024, 00:27

gaulislam edisi 370/tahun ke-8 (2 Safar 1436 H/ 24 November 2014)

 

Wuih, heboh tentang prestasi antara dunia dan akhirat mencuat akhir-akhir ini. Dunia maya pun ramai terbagi dalam kubu pembela ini dan itu. Ungkapan-ungkapan semisal, “Lebih baik merokok dan bertato tapi dermawan daripada sok alim tapi korupsi.” Atau lainnya, “Lebih baik nggak berjilbab tapi bisa kerja daripada berjilbab tapi makan uang rakyat.” Ungkapan lainnya, “Lebih baik urakan tapi baik hati daripada kalem tapi dengki.” Dan, banyak kalimat sejenis bertebaran sebagai pembenaran atas kondisi yang ada.

Sobat gaulislam, membandingkan hal-hal di atas itu sangat tidak pada tempatnya. Ibaratnya kalau istilah sekarang sangat nggak ‘apple to apple’. Nggak nyambung, gitulah bahasa gampangnya. Ini sama saja seperti ungkapan anak-anak ABG yang masih belum utuh pola pikirnya. Sering sekali saya mendengar remaja mengatakan hal yang kurang lebih sama. Misal, “Lebih baik nggak salat tapi ramah daripada salat tapi judes.” Atau “Lebih baik nggak pake jilbab tapi juara kelas daripada berjilbab tapi bloon.” Selain itu, “Lebih baik nggak puasa tapi sabar daripada puasa tapi suka marah-marah” dan sejenisnya.

 

Makan buah simalakama

Tahu buah simalakama? Dimakan bapak mati, tak dimakan ibu mati. Serba salah. Untunglah buah ini tak ada ujud nyatanya karena alangkah hebohnya dunia bila kita dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama buruknya. Ini hanya sebuah peribahasa untuk menggambarkan satu kondisi sulit.

Ya, kita dihadapkan pada pilihan yang sama-sama tak layak untuk dipilih. Padahal kehidupan ini menyediakan begitu banyak pilihan tersaji. Bila kita bisa memilih opsi selain keduanya, mengapa tidak?

Tak usah jauh-jauh. Ketika di sekolah pun, mereka yang juara kelas, juara basket, debat bahasa Inggrisnya oke, ketua OSIS akan jauh lebih terkenal daripada mereka yang hapalan Qurannya banyak, tilawahnya bagus, akhlaknya terpuji, berbusana muslimah tapi tak mempunyai prestasi duniawi.

Suara-suara semisal ‘yang penting bisa kerja’, ‘yang penting membawa harum nama sekolah’, yang penting berkarya menjadi satu melodi yang seolah sama nadanya. Padahal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)” (HR Ibnu Majah)

Nah, dari hadits ini saja telah jelas bahwa ada prioritas yang harus dilakukan bahwa setiap langkah dan pilihan itu harus dilandaskan pada kehidupan akhirat. Bila diharuskan memilih mereka yang salat dengan yang tidak, tentu saja harus yang salat. Apalagi bila pilihannya adalah muslim atau kafir sebagai pemimpin atau sahabat, maka tak ada opsi lain kecuali memilih yang sama-sama mengimani tentang keesaan Allah dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya. Tak ada tawar-menawar dalam hal ini.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Namun demikian, bukan berarti mereka yang kafir tidak kita jadikan teman. Tentu saja kita boleh menjadikannya teman, bukan sahabat. Sebab, yang namanya sahabat adalah tempat kita curhat. So, jangan sampai kita mencari selain sesama muslim untuk menampung keluh kesah kita. Why? Sebab, sesungguhnya sesama muslim itu bersaudara, dalam ikatan iman dan akidah yang sama.

Nah, ketika ada yang mengeluhkan bahwa banyak muslim yang tidak bisa dipercaya, tak memberi bantuan ketika dibutuhkan, eits…nanti dulu. Tak bisa dimungkiri bahwa tidak semua muslim mempunyai sifat dan sikap sebagaimana yang diajarkan Islam. Tapi ketiadaan karakter itu dalam dirinya bukan berarti tak ada ajaran itu dalam Islam. Masih banyak sosok indah yang menampilkan keindahan Islam apabila kita mau mencarinya. Satu lagi, ada kalanya kualitas diri sedang diuji dengan kondisi ini.

Oya, jangan heran kalo ada orang yang berpaling dari jalan Islam hanya karena dia kecewa terhadap sikap pemeluknya. Padahal bisa jadi itu karena ia lupa atau tidak tahu bahwa siapa pun yang menggantungkan diri dan hati pada selain Allah maka siap saja untuk kecewa. Manusia itu tempat salah dan lupa. Di sinilah ujian Allah itu nyata bagi mereka yang mengaku beriman. Apakah mereka bisa begitu saja mengaku beriman tanpa diuji lebih dulu?

 

Lakukan langkah nyata

Bila kita berada dalam kegelapan, jangan cuma bisa mengutukinya. Nyalakan korek api (syukur-syukur kalo ada lilin yang tersisa) untuk berusaha memberi terang meskipun sedikit.

Perumpamaan ini bisa diambil hikmahnya. Ketika sosok muslim yang taat dan berprestasi itu masih langka di zaman ini, maka tampillah menjadi salah satu lilin. Meskipun tak bisa berprestasi di bidang olimpiade fisika dan matematika, bukan kandidat ketua OSIS, basket tak bisa, teater apalagi, maka carilah jalan lain. Gali potensi yang ada di dirimu.

Ketika saya menjadi salah satu anggota di klub bahasa Inggris, saya berusaha menyalakan lilin. Ketika ajakan untuk merayakan paskah dan natal bersama mulai gencar kepada teman-teman yang muslim, maka saya dan beberapa teman berinisiatif untuk mengadakan kajian Islam tapi dalam bahasa Inggris. Waktu itu wawasan Islam kami minim dan komunikasi bahasa Inggris pun parah. Lalu, bagaimana solusinya?

Kami berbagi tugas. Ada yang mencari ustadz dengan kemampuan ceramah berbahasa Inggris. Ada yang mencari native speaker atau bule untuk jadi pembicara tamu. Umumnya para bule ini sangat suka belajar tentang Islam. Ada yang mengelola konsumsi, menyediakan tempat, bikin undangan, dan lain-lain. Kami tidak melakukan konfrontasi terbuka terhadap pihak yang mengajak natalan bersama kecuali menjawab bahwa kami adalah seorang muslim. Plus membuat acara tandingan tersebut. Ketika paskah dan natal berlalu, kajian ini sempat berjalan beberapa saat.

Sobat gaulislam, ketika sekolah tidak mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan, lakukan sesuatu. Daripada merutuki saja maka mulailah saya mengambil langkah pertama yang sesuai dengan minat. Mendirikan mading (majalah dinding) sekolah. Dari sini kemudian muncul ide untuk membuat majalah sekolah yang terbit satu semester sekali.

Oya, problem negeri ini selalu berulang dalam lingkaran yang sama. Ganti pemimpin, menteri, DPR mau sampai berapa kali pun tetap tak akan menyentuh akar permasalahan, karena emang bukan di situ masalahnya.

Permasalahan terbesar negeri ini adalah menolak syariat yang telah Allah beri petunjuknya. Bahkan bila dirunut ke belakang, ada pengkhiatan terhadap perjuangan para ulama dan pejuang muslim yang telah berkorban jiwa dan raga agar negeri ini bisa tegak dalam sistem Islam. Sistem inilah yang membentuk manusia.

Tak ada sistem yang sesempurna, kecuali dari Allah Yang Maha Sempurna. Lihatlah betapa sangat pantas menjadi teladan mereka yang berada dalam naungan sistem Islam. Mulai dari pemimpinnya (khalifah), menteri dan para gubernurnya, hingga sosok perempuannya. Muslimahnya pun tak diragukan lagi kualitasnya. Salihah dan cerdas, baik hati dan tegas, ramah dan suka menolong. Itu semua ada dalam paket pribadi muslimah pilihan.

 

Finally….

Inilah zaman penuh fitnah. Seperti yang dikatakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidlah turut bicara.” Lalu beliau ditanya,”Apakah Ruwaibidlah itu?” beliau menjawab: “Orang-orang bodoh yang mengurusi perkara orang banyak.” (Sunan Ibnu Majah)

Orang bodoh bukan berarti orang yang tidak pernah bersekolah. Orang bodoh adalah orang yang mengabaikan hukum Allah dan menggantinya dengan hukum jahiliyah. Makna jahil sendiri adalah bodoh. Inilah bentuk kejahiliyahan modern, yaitu ketika pembangkangan terhadap syariat Allah dipoles sedemikian rupa seolah-olah legal dan formal.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai pemuda dan pelajar? Banyak. Mulai dari diri sendiri untuk patuh pada aturan Allah tanpa pilih-pilih. Maksimalkan potensi sehingga muncul prestasi yang itu semua hanya karena Allah semata. Serulah teman-temanmu untuk sadar terhadap kondisi ini dan segera bangkit. Dengan ilmu, amal dan doa. Ketiga poin ini harus seiring sejalan demi mewujudkan prestasi dunia akhirat. Catet ya!

Bro en Sis, ada poin-poin yang bisa dijadikan renungan kita bersama. Ungkapan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu: “Aku kawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan. Keyakinan hanya tinggal pemikiran, yang tidak berbekas dalam perbuatan. Banyak orang baik tapi tidak berakal, ada orang berakal tapi tidak beriman. Ada lidah fasih tapi berhati lalai. Ada yang khusyuk tapi sibuk dalam kesendirian. Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis. Ada ahli maksiat, rendah hati bagaikan sufi. Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat. Ada yang banyak menangis karena kufur nikmat. Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat. Ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut. Ada yang berlisan bijak tapi tidak memberi teladan. Ada pezina yang tampil jadi figur. Ada orang punya ilmu tapi tak paham. Ada yang paham tapi tidak menjalankan. Ada yang pintar tapi membodohi. Ada yang bodoh tapi tidak tahu diri. Ada orang beragama tapi tidak berakhlak. Ada yang berakhlak tapi tidak memiliki akidah. Lalu, di antara semua itu, di mana aku berada?”

Nah, sobat gaulislam, ayo tunjukkan prestasi dunia-akhirat. Semoga tulisan ini bermanfaat ya. [Ria Fariana | email: riafariana@gmail.com]

1 thought on “Prestasi Dunia-Akhirat

Comments are closed.