gaulislam edisi 666/tahun ke-13 (6 Dzulhijjah 1441 H/ 27 Juli 2020)
Sobat gaulislam, alhamdulillah jumpa lagi ya di buletin kesayangan kamu edisi pekan ini. Seperti dalam judulnya, karena juga menjelang Idul Adha, temanya dicocokkan. Biar nyambung. Cuma, saya kasih judul yang agak panjang. Bukan sekadar bahas qurban (kurban), tetapi juga tentang korban dan dikorbankan. Bingung? Baca aja ampe tamat, ya.
Hari ini, saat buletin ini terbit, adalah hari ke-6 di bulan Dzulhijjah 1441 H. Berarti Idul Adha bentar lagi. Tanggal 10 Dzulhijjah hari Jumat nanti. Pastikan kamu paham juga ya, keutamaan hari-hari pertama di bulan Dzulhijjah. Supaya apa? Supaya kamu bisa tahu besarnya pahala ketika melaksanakan amal shalih di dalamnya.
Selain itu, di tulisan ini juga mau bahas tentang korban. Korban ini lebih kepada siapa yang jadi korban atau korban akan sesuatu, bisa luas pembahasannya. Namun, nanti kita batasi, ya. Nah, kalo dikorbankan mau bahas apa? Hmm… bahas tentang pihak yang teraniaya atau sengaja dikorbankan untuk kepentingan tertentu. Ruwet? Nggak juga sih. Nanti kita bahas pelan-pelan, ya. Jadi, tema kali ini agak luas. Kamu bakalan diajak jalan-jalan lebih jauh. Insya Allah nggak nyasar kok.
Amalan terbaik
Saya sekadar menulis ulang dari informasi yang berserakan di berbagai sumber, khususnya di internet. Dipilah mana yang pas dan termasuk penting sesuai konteksnya. Campuran dari berbagai sumber.
Oya, keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijjah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut (yang artinya), “Tidak ada satu amal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shalih yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR Abu Daud no. 2438, at-Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas)
Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijjah adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan demi malam yang sepuluh.” (QS al-Fajr [89]: 2)
Berdasarkan penjelasan di rumaysho.com, dituliskan bahwa: di sini Allah menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah.
Makna ayat ini, ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram.
Malam (lail) kadang juga digunakan untuk menyebut hari (yaum), sehingga ayat tersebut bisa dimaknakan sepuluh hari Dzulhijah.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijjah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.
Lantas manakah yang lebih utama, apakah 10 hari pertama Dzulhijjah ataukah 10 malam terakhir bulan Ramadhan?
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad memberikan penjelasan yang bagus tentang masalah ini. Beliau rahimahullah berkata, “Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari ‘Arafah dan terdapat hari tarwiyah (8 Dzulhijjah).” (Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, Muassasah ar-Risalah, cetakan ke-14, 1407, 1/35)
Apa saja amalan terbaik, selain tentunya berqurban di tanggal 10 Dzulhijjah (boleh di hari tasyrik, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah)?
Pertama, puasa. Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal shalih ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan shalih.
Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya—hitungan hijriah” (HR Abu Daud no. 2437)
Di antara sahabat yang mempraktikkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijjah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti al-Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Latha-if al-Ma’arif, hlm. 459)
Kedua, memperbanyak takbir dan dzikir. Betul, yang termasuk amalan shalih juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak doa. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan, Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijjah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah.”
Selain berqurban dan bertakbir serta berdzikir, di sepuluh hari awal bulan Dzuhijjah juga seringlah bertaubat. Bagi yang berkesempatan melakukan ibadah haji dan umrah, tentu amalan ini juga sangat bernilai tinggi.
Yuk, manfaatkan beberapa hari menjelang Idul Adha ini di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah untuk melakukan berbagai amal shalih. Semoga dimudahkan, ya.
Siapa jadi korban?
Sobat gaulislam, ini konteks yang lain, ya. Di awal tulisan sudah dijelaskan bahwa akan luas pembahasannya, tetapi akan dibatasi. Korban di sini adalah terkait kondisi, bisa orang, bisa binatang yang menjadi menderita, mati, atau sebagainya akibat suatu kejadian, perbuatan jahat dan sebagainya. Setidaknya menurut kamus begitu.
Kalo qurban atau kurban diartikan sesuai tulisan di awal, adalah persembahan sebagai tanda ketaatan kepada Allah, berupa menyembelih hewan qurban (unta, sapi, domba). Jadi ini berbeda dikit ya.
Nah, omong-omong tentang korban, tentu kamu yang doyan baca or berselancar di internet pernah nemuin judul berita: “Hamil Duluan, 240 Siswa SMA di Jepara Kompak Minta Dispensasi Nikah”. Ini akibat perbuatan atau korban perbuatan? Ini korban siapa? Salah siapa? Tanggung jawab siapa? Widih banyak bener pertanyaannya kayak wartawan aja banyak tanya.
Hamil duluan? Kok bisa? Berarti ada pelanggaran, khususnya pergaulan. Iya, kan? Nggak mungkin tiba-tiba hamil gitu aja. Apalagi kemudian yang 240 siswa itu (siswi, kali ya?) yang hamil duluan itu kompak minta dispensasi nikah.
Hmm… jadi mikir nih. Waktu pacaran sampai bablas bergaul bebas lalu berbuah kehamilan, pas hamil baru heboh minta dispensasi nikah. Kenapa nggak dari awal aja minta dispensasi nikah (bagi yang masih sekolah), ini malah milih pacaran. Pacaran dianggap wajar pula sama mereka. Padahal, itu namanya petaka diundang sendiri. Buktinya, ya begitu tadi.
Ini yang salah bisa banyak: remajanya, orang tua mereka, lingkungan, dan negara. Remajanya nggak belajar agama, atau belajar tapi nggak serius mengamalkan, orang tua yang lalai, kurang pengawasan, lingkungan yang emang udah rusak (sekolah, masyarakat umum) yang memang tidak islami. Plus, negara yang memang tidak menerapkan syariat Islam. Itu semua bertanggung jawab.
Saya sendiri, dan insya Allah banyak kawan lain, berupaya memberikan edukasi agar para remaja tak menjadi korban kehidupan saat ini yang jauh dari ajaran Islam. Kami menganjurkan agar para remaja giat mengkaji Islam dan mengamalkan ajaran Islam.
Nah, karena saya diberikan oleh Allah Ta’ala keterampilan untuk bisa menuangkan ide lewat tulisan, maka saya bikin tuh banyak tulisan. Selain di buletin ini, juga di beberapa buku untuk remaja, khusus terkait pergaulan aja ada banyak: Jangan jadi Bebek, Jangan Jadi Seleb, Jangan Nodai Cinta, Jangan Bilang Cinta, Save Our Soul, Gaul Tekno Tanpa Error, Ngaji Sampai Nanti Sampai Mati, Jomblo’s Diary, Lupakan Mantanmu! dan lainnya. Tujuannya, insya Allah untuk berbagi ilmu dan pahala. Semoga ada manfaatnya.
Kalo semuanya ditulis seputar korban (selain yang gaul bebas tersebut), rasanya nggak bakalan cukup dalam satu tema. Banyak. Jadi saya batasi ini saja contohnya. Semoga kamu bisa memahami, ya.
Awas dikorbankan!
Sobat gaulislam, ini dalam konteks lain juga. Bila menggunakan kata “dikorbankan” berarti dijadikan korban. Emang ada yang mau? Saya pikir nggak ada yang mau jadi korban, ya. Jadi kelinci percobaan pun pada nggak mau walau dibayar. Misalnya, lagi rame nih, wacana menguji vaksin covid-19, konon kabarnya pemerintah seudah menyiapkan ribuan relawan. Hati-hati ah!
Menurut berita di portal berita kompas.com tadi pagi hari ini (27/7/20), dikabarkan bahwa pemerintah akan segera menggelar uji klinis tahap tiga vaksin Covid-19 asal China, Sinovac.
Masih menurut portal berita ini, pemerintah telah menerima 2.400 vaksin. Uji coba dilakukan pemerintah bekerja sama dengan PT Bio Farma.
“Rencana kita awal Agustus kalau lancar itu sudah bisa dilakukan uji klinis tahap tiga,” kata Corporate Secretary PT Bio Farma Bambang Heriyanto dalam diskusi yang digelar secara virtual, Minggu (26/7/2020).
Setibanya di Indonesia, vaksin itu harus lebih dulu dikarantina sehingga tidak bisa langsung digunakan. Sebanyak 2.400 vaksin diperuntukkan bagi 1.620 sukarelawan. Adapun satu vaksin Sinovac digunakan untuk satu orang.
Tidak dijelaskan, siapa relawan yang berjumlah 1.620 orang itu. Namun perbincangan di media sosial rame pro dan kontra. Mereka yang awalnya provaksin pun, khusus untuk vaksin Covid-19, ogah untuk divaksin. Kenapa ya?
Perlu hati-hati lah. Kita kan nggak tahu isi vaksin itu apa. Halal atau nggaknya juga perlu diteliti lebih lanjut. Jangan sampai jadi korban karena dikorbankan. Beneran. Waspada. Oya, ini satu contoh dari sekian banyak contoh. Semoga mewakili.
Itu sebabnya, bagi kita, kaum muslimin, doa dan dzikir jangan dilupa dalam menghadapi pandemi ini. Sudah saya tulis di beberapa edisi dalam buletin ini. Nggak perlu lah pake vaksin. Insya Allah, selama gaya hidup sehat diamalkan, aman. Selain itu, shalat Subuh berjamaah (bagi yang laki) dirutinkan, dzikir pagi dan petang jangan ditinggal, dan jauhi segala maksiat. Insya Allah akan selamat. Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula waani’man nashir (Cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami).
Akhirul keyboard, semoga kita bisa berqurban/berkurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Semoga diterima ibadah qurban kita. Kita juga berdoa agar terhindar dari kejahatan orang lain yang membuat kita jadi korban atau dikorbankan atas kejahatannya tersebut. Naudzubillah min dzalik.
Selain itu, agar kejahatan dan keburukan sistem kapitalisme yang diterapkan di banyak negeri muslim saat ini tidak memakan banyak korban, maka perbaiki diri dengan belajar Islam dan mengamalkan ajaran serta berdakwah agar banyak orang paham tentang Islam lalu sadar untuk menolak dan melawan sistem selain Islam. Yuk, ngaji dan dakwah. [O. Solihin | IG @osolihin]