gaulislam edisi 377/tahun ke-8 (21 Rabiul Awwal 1436 H/ 12 Januari 2015)
Keren bingitz kalo ada di antara kamu yang bisa ngerjain beberapa tugas dalam satu waktu (ngepel plus bersih-bersih halaman disambi nimba air di sumur). Cieee.. judulnya kok ada istilah multitasking, jadinya kayak di dunia IT ya? Hmm.. memang sih. Agak nyambung dikit. Oya, ini penting banget lho. Bukan ngajakin kamu jadi manusia super yang bisa mengerjakan banyak tugas dalam satu kali pengerjaan, tetapi sekadar ngasih gambaran bahwa di tengah persaingan hidup yang ketat dan kegiatan lainnya yang menuntut kesiapan diri dengan penuh tanggung jawab atas beberapa amanah dan pekerjaan, maka pilihan menjadi remaja multitasking akhirnya menjadi sebuah kebutuhan.
Sobat gaulislam, sebagai muslim kita memang dituntut untuk lebih kuat, lebih sabar, lebih semangat, lebih berani, lebih cerdas, lebih rajin, lebih peduli, lebih taat, lebih takwa, dan lebih-lebih lainnya (tapi tak termasuk lebih berat badannya—kalo ini sih kata orang Sunda disebut dewasa alias gede wadah sangu, hahahaha… itu sih gemuk namanya). Waduh, beneran tuh kudu lebih dalam segala hal? Idealnya memang begitu. Tetapi pada faktanya memang nggak semua orang, termasuk remaja muslim, yang bisa memiliki itu semua dengan sama bagusnya. Namun setidaknya, kita bisa berupaya untuk memilikinya meski tak semuanya. Udah termasuk bersyukur banget kalo ternyata kita diberikan kemudahan oleh Allah Ta’ala untuk memiliki semangat yang lebih dibanding yang lain, diberikan ketaatan yang lebih dibanding yang lainnya, diberikan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan tugas-tugas yang lebih banyak dibanding lainnya. Keempat kelebihan ini saja sudah bagus untuk ukuran zaman sekarang. Tetapi jika ternyata bisa memiliki lebih banyak kelebihan lainnya, itu keren banget!
Apa itu multitasking?
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Baik, meski udah sekilas dijelaskan di awal tulisan ini, tetapi ada baiknya saya jelaskan sekali lagi dengan agak lebih detil. Harapannya, tentu agar kamu jadi kian paham dengan apa yang sedang dibahas dalam edisi gaulislam kali ini.
Nah, di wikipedia tertulis seperti ini: multitasking adalah istilah teknologi informasi yang mengacu kepada sebuah metode dimana banyak pekerjaan atau dikenal juga sebagai proses diolah dengan menggunakan sumberdaya CPU yang sama. Dalam kasus sebuah komputer dengan prosesor tunggal, hanya satu instruksi yang dapat bekerja dalam satu waktu, berarti bahwa CPU tersebut secara aktif mengolah instruksi untuk satu pekerjaan tersebut. Multitasking memecahkan masalah ini dengan memjadwalkan pekerjaan mana yang dapat berjalan dalam satu waktu, dan kapan pekerjaan yang lain menunggu untuk diolah dapat dikerjakan.
Hehehe… ini memang pengertian dalam dunia TI (teknologi informasi). Tetapi nggak ada salahnya juga jika istilah itu kita terapkan pada manusia. Ya, maksudnya ada banyak manusia yang bisa melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Emang sih nggak mirip-mirip banget dengan cara komputer tersebut. Boleh dibilang jauh kayaknya. Tetapi, kita cocokkan saja untuk manusia dengan modifikasi, misalnya dalam satu hari bisa melakukan beberapa kegiatan, bukan melakukannya pada waktu yang bersamaan. Setuju ya? Kudu! *maksa nih!
Sobat gaulislam, maksud artikel ini sebenarnya bukan membuat kamu jadi terlihat keren karena mampu melakukan banyak pekerjaan dalam satu rangkaian waktu. Nggak. Tetapi berharap bahwa kamu bisa berbagi perhatian untuk banyak kegiatan. Nggak cuma satu doang yang dikerjakan. Misalnya nih, dalam sehari kamu mampu untuk sekolah, dakwah, aktif di pengajian, nulis di blog, mengelola mading, dan sejenisnya. Aktivitas kamu yang bejibun itu tentunya hampir tak menyisakan waktu untuk nyantai atau melakukan kegiatan tak bermanfaat. Jika kamu sudah seperti ini, bersyukurlah karena tak semua bisa seperti kamu. Eh, tunggu dulu. Kamu jangan keburu ge-er juga ya. Sebab apa? Sebab, yang terpenting adalah kamu bisa bertanggung jawab atas semua yang udah kamu lakukan. Ok?
Sip! Jadi sekarang kita setuju ya bahwa pengertian multitasking di sini adalah kamu bisa mengerjakan berbagai kegiatan dan aktivitas lainnya dalam sehari atau ukuran waktu lainnya. Supaya apa? Supaya kamu nggak kebanyakan ngelamun, atau malah ngerjain kegiatan yang nggak jelas dan nggak bermanfaat. Eh, ada yang lupa. Sebenarnya kalo kamu ngerjain banyak kegiatan yang buruk pun dalam sehari bisa dikatakan multitasking, tetapi nggak sesuai dengan yang seharusnya. Betul apa bener?
Ngaji, sekolah, dakwah, dan tebarkan manfaat
Sobat gaulislam, ketika saya ke Banjarmasin beberapa tahun silam (kalo nggak salah di tahun 2008), saya ngobrol dengan seorang kawan. Dia memang salah satu panitia yang menemani saya selama mengisi acara di sana. Satu hal yang sempat saya rekam dari obrolan dengannya adalah: “mahasiswa tipe kupu-kupu”. Saya tanya, apa maksudnya? Dia bilang, itu maksudnya tipe mahasiswa yang nggak punya kegiatan selama kuliahnya selain kuliah alias belajar doang. Maka digelari tipe kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang. Hehehe… bener juga ya. Maklum saya agak kuper waktu itu.
BTW, emang nggak boleh kalo jadi tipe mahasiswa kupu-kupu seperti yang dimaksud di atas? Atau kalo buat kamu yang masih sekolah, tipe siswa “sepu-sepu” alias sekolah pulang sekolah pulang (ini sih maksain banget ya?). Hmm.. gimana ya jawabnya. Bukan boleh atau nggak boleh, tetapi adalah sayang aja nggak mengembangkan potensimu di kegiatan lain selain belajar.
Nah, tipe kupu-kupu atau sepu-sepu itu cenderung hanya fokus pada pelajaran doang. Jadi, nggak ada kegiatan lainnya selain sekolah atau belajar saja. Nggak ikut OSIS, jangankan jadi pengurus Rohis, ikut kegiatannya aja kagak, apalagi kalo harus dakwah. Waduh, sayang banget kalo di masa sekolah kamu cuma fokus belajar doang. Nggak mau aktif di kegiatan lainnya. Padahal, banyak kegiatan yang kalo kamu ikuti bisa bikin kamu tambah wawasan. Percayalah, dengan banyaknya kegiatan yang kamu ikuti di sekolah dan di masyarakat akan menjadikan kamu punya ilmu yang lebih bagi kehidupan kamu kelak.
Yuk, jadi remaja yang ngaji oke, sekolah ayo aja, dakwah mau, dan semangat tebarkan manfaat lainnya setiap harinya atau setiap pekannya selama hidupmu. Wuih, keren banget! Jangan kalah dong sama teman kamu yang sekolah juga, jadi anak band, senang nonkrong, bela-belain dugem dan hot pacarannya. Idih, itu sih ‘multitasking’ yang menyimpang! Kudu dijauhi yang begituan mah.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Emang kamu nggak kepengen jadi remaja muslim yang prestasi sekolahnya kinclong tetapi juga rajin ngaji dan giat berdakwah? Saya pernah kenal dengan seseorang yang di sekolah itu termasuk murid yang cerdas, pinter lah. Tetapi, dia juga aktif berdakwah, rajin shalat, dan akhlaknya bagus. Wuih, itu tipe ideal. Kegiatannya pun super sibuk. Selain sekolah dan jadi aktivis Rohis, ia juga punya kegiatan dakwah di luar sekolah. Ngisi pengajian jadi jadwal rutinya. Ngaji untuk memperdalam ilmunya juga sudah ada jadwal tersendiri. Belum lagi kudu ngurus media massa yang dikelola bareng teman-teman Rohis. Wuih, itu artinya. Ini tipe ideal banget waktu itu. Jarang ada yang bisa seperti dia. Nah, kalo orang yang saya ceritakan ini bisa, rasa-rasanya bagi kamu semua juga punya kesempatan yang sama untuk menjadi pribadi yang multitasking dalam melakukan beragam kegiatan bermanfaat setiap harinya atau setiap pekannya. Nggak cuma sekolah, tetapi juga dakwah, ngaji dan menebar manfaat di masyarakat dengan beragam kegiatan positif lainnya. Keren!
Sekolah kehidupan
Sobat gaulislam, karena kita hidup di masyarakat dan kehidupan yang begitu luas, maka mau nggak mau, suka or nggak suka, pada akhirnya kita akan belajar dari sekolah kehidupan ini. Ya, benar. Sekolah kehidupan memang bisa mengajarkan dan membeberkan begitu banyak peristiwa dan fakta yang bisa kita rasakan dan bisa kita nilai. Ada yang baik, tentu banyak juga yang buruk. Berhadapan dengan dua fakta ini, kita seenggaknya bisa memilih dan menilai. Mana yang akan diambil, dan mana yang harus ditinggalkan. Pilihan dan keputusan ada di tangan kita dan kita memutuskan sesuai dengan pemahaman kita tentang kehidupan. Benar atau salah.
Karena menjadi dewasa adalah sebuah “pilihan”, maka tentunya harus direkayasa alias disiapkan. Nggak bisa dibiarkan alami. Karena memang jadi dewasa dalam cara berpikir itu bukan kebetulan, tapi pilihan. Itu sebabnya, ada pelatihannya juga. Memang sih, model pelatihannya nggak perlu dibuat semacam jenjang akademik, tapi melalui “schooling society” (sekolah kehidupan). Di sinilah kita belajar. Istilahnya, “learning society”. Belajar dari masyarakat.
Kita bisa membandingkan para pemuda Islam di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak pemuda di zaman itu yang rindu dan cintanya kepada Islam sangat besar. Salah satunya yang membuat mereka seperti itu adalah karena kondisi kehidupannya mendukung. “Sekolah kehidupan” telah mengajarkan dan membentuk kepribadian yang begitu hebat. Itu sebabnya, jika sekarang banyak remaja yang amburadul ketimbang remaja yang baik-baik, itu juga karena model kehidupan yang diajarkan di masyarakat nggak benar. Gimana pun juga, individu itu pasti akan terwarnai oleh kondisi masyarakat. Kalo masyarakatnya rusak seperti sekarang, kayaknya udah alhamdulillah banget kalo masih ada remaja yang selamat kepribadiannya.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Singkat kata, untuk menjadi remaja yang dewasa tentu satu-satunya cara adalah dengan belajar. Tanpa belajar, kita nggak akan tahu bagaimana cara berpikir yang dewasa dan islami, kita nggak akan ngeh juga seperti apa berbuat yang benar, dewasa, dan sesuai ajaran Islam. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” (HR Bukhari)
Meski demikian, karena di sekolah kehidupan ini memang nggak semuanya benar. Apalagi kehidupan saat ini adalah produk dari sistem kehidupan Kapitalisme-Sekularisme, maka belajar untuk dewasa dari sekolah kehidupan saat ini lebih berat dan harus lebih selektif lagi. Itu sebabnya, dibutuhkan bimbingan dan arahan dari mereka yang udah tahu dan paham mana yang keliru dan mana yang benar. Are you ready? Yes! (jawabnya kudu itu ya. Semangat!)
So, jika sekolah kehidupan ini dihubungkan dengan idealnya remaja yang bisa melakukan banyak kegiatan amal shalih dan bermanfaat pada setiap harinya atau selama hidupnya, itu baru namanya remaja muslim idaman. Siap ya jadi remaja ‘multitasking’? Sip! Kalo gitu, ayo sambil belajar di sekolah juga kudu siap ngaji dan aktif dakwah plus giat sebarkan opini Islam melalui tulisan. Itu super keren! [O. Solihin | Twitter @osolihin]