Friday, 22 November 2024, 08:23

gaulislam edisi 214/tahun ke-5 (2 Muharram 1433 H/ 28 November 2011)

Apa kabar remaja muslim di tahun 1433 H? Sudah merasa jadi muslim atau belum? Sudah bergerak untuk membuat perubahan yang berarti atau enak dengan gaya lama? Masih senang hidup dalam kondisi sekularisme menggerayangi setiap sudut kehidupan kita seperti sekarang ini dari tahun ke tahun atau sudah mencoba berjuang melepaskan diri dari kehidupan sekulerisme dan berupaya menggantinya dengan gaya hidup Islam? Ah, sayang banget Bro en Sis kalo kita betah atau makin tenggelam dalam kubangan kenistaan hidup. Meski dunia dalam genggaman dan merasa bahagia, tapi nggak ada jaminan kalo di akhirat kelak kita bahagia. Iya nggak sih?

So, di tahun baru 1433 H, masih di bulan Muharam pula dan baru tanggal 2 saat buletin kesayangan kamu ini terbit (atau bertepatan dengan tanggal 28 November 2011), kita harus bangkit dari keterpurukan kehidupan selama ini. Hidup di bawah naungan sekularisme yang tak memberikan manfaat dan kenikmatan yang barokah bagi kehidupan kita. Jangan malas untuk berubah menjadi baik kawan. Semoga momen tahun baru hijriah, 1433 ini, bisa mengingatkan kembali betapa perjuangan untuk kebangkitan Islam harus terus digelorakan, dan remaja macam kamu dan kita semua wajib menjadi pejuangnya.

Sudah banyak contoh bahwa kesejahteraan hidup hanya berputar pada orang-orang kaya saja. Orang miskin gimana? Ya, makin miskin dalam kondisi kapitalisme ini. Dalam kehidupan sehari-hari udah sangat jelas bahwa banyak orang yang nggak hidup layak. Di Jakarta saja, kolong jembatan layang bukan sebatas tempat berteduh di kala panas dan hujan, tapi sudah menjadi ‘surga’ untuk hidup di bawahnya, berkembang-biak, dan menyambung hidup di ganasnya belantara ibu kota.

Ssst… pernikahan anaknya Pak Presiden SBY aja begitu mewah, pasti miliaran rupiah dihamburkan. Ini bukan ngiri bin sirik lho. Cuma kok nggak empati dengan kehidupan umumnya rakyat Indonesia. Minimal yang di dekat Istana Cipanas deh. Demi hajatan royal (boros) tersebut banyak pedagang (kebanyakan dari warga tak mampu) yang terpaksa tempat mangkalnya ditutup (bukan sementara, tapi selamanya). Ckckck…kok bisa tega ya?

 

Akarnya sekularisme

Sekularisme adalah ‘akidahnya’ ideologi kapitalisme sobat. Ideologi ini, sebagaimana ideologi lainnya (Islam dan Sosialisme—termasuk komunisme) memiliki aturan main dalam kehidupan ini. Sebagai sebuah ideologi (Arab: mabda’), kapitalisme mempunyai akidah (ide dasar) dan ide-ide cabang yang dibangun di atas akidah tersebut. Akidah di sini dipahami sebagai pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.

Bro en Sis, perlu kamu ketahui juga sejarah munculnya sekularisme. Singkatnya begini, pada masa kegelapan gereja di Eropa pada abad pertengahan dimana para agamawan yang bersaing dengan para kaisar dalam upaya menguasai negara dan tidak jarang juga mereka berkolusi dalam mengendalikan kehidupan masyarakat Eropa, melahirkan berbagai kesengsaraan rakyat bawah.  Maka muncullah para intelektual yang setelah melihat realitas empirik kesengsaraan masyarakat, berkesimpulan bahwa sumber petaka bangsa Eropa adalah gereja dan agama Nasrani yang mereka bawa. Para ilmuwan yang bersikap keras bahkan mencap agama sebagai candu bagi rakyat, mereka menyerukan bahwa Tuhan telah mati. Mereka menjadi atheis.  Mereka menuntut penghapusan agama dan institusinya.

Konflik yang panjang antara para intelektual dan gerejawan pun terjadi. Sampai akhirnya disepakati suatu kompromi bahwa bangsa Eropa mengakui keberadaan Tuhan dan agama Nasrani, namun mereka membatasi peranan Tuhan mereka hanya di gereja saja. Masalah-masalah kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah wilayah gereja, melainkan urusan manusia, dalam hal ini kaisar. Itu sebabnya, mereka berdalih Tuhan telah menghendaki demikian.  Mereka mengutip salah satu ayat dalam Injil, “Berikanlah hak Tuhan kepada Tuhan dan hak Kaisar kepada kaisar”. Inilah asal mula munculnya faham sekularisme, mereka memisahkan agama dari kehidupan dan itu berarti memisahkan agama dari negara. Akhirnya, agama tetap diakui eksistensinya, hanya saja perannya dibatasi pada aspek ritual, tidak mengatur urusan kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Begitu sobat. Catet ya. Buat wawasan kamu.

Nah, di atas akidah (ide dasar) sekularisme ini, dibangunlah berbagai ide cabang dalam ideologi kapitalisme, seperti demokrasi dan kebebasan. Yakin deh, untuk yang satu ini kamu udah kenal banget. Oya, ketika cabang agama sudah dipisahkan dari kehidupan, berarti agama dianggap tak punya otoritas alias wewenang lagi untuk mengatur kehidupan. Jika demikian, maka manusia itu sendirilah yang mengatur hidupnya, bukan agama. Hadeeuh nekat bener dah!

Pantesan sekarang banyak orang menganggap dirinya paling benar hingga rela menyingkirkan aturan Allah dalam kehidupan ini. Jadi jangan kaget or heran kalo dari sinilah lahir demokrasi, yang berpangkal pada ide menjadikan rakyat sebagai sumber kekuasaan-kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) sekaligus pemilik kedaulatan (pembuat hukum). Wajar kan kalo hukum bisa diutak-atik saenake udele dhewek.

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, demokrasi ini selanjutnya membutuhkan prasyarat kebebasan. Sebab tanpa kebebasan, rakyat tidak dapat mengekspresikan kehendaknya dengan sempurna, baik ketika rakyat berfungsi sebagai sumber kekuasaan, maupun sebagai pemilik kedaulatan. Kebebasan ini dapat terwujud dalam kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah), kebebasan kepemilikan (hurriyah at-tamalluk), kebebasan berpendapat  (hurriyah al-ar‘y), dan kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah) (Abdul Qadim Zallum, ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1993).

Satu hal yang esensial alias penting dari pandangan mereka adalah bahwa demokrasi yang dilandasi oleh prinsip jalan tengah tersebut, adalah menjauhkan segala hal yang berbau gereja atau agama Nasrani dari  kehidupan bernegara. Itulah yang tampak dalam slogan revolusi Perancis: “Gantunglah Kaisar terakhir dengan usus pendeta terakhir!”. Itulah hakikat demokrasi.

Jadi wajar jika dalam pendidikan, ekonomi, dan politik  pun kudu dipisahkan dari agama. Itu memang hakikat sekularisme. Kamu mau ini terus berlanjut? Nggak lha yauw.

 

Pendidikan dan Islam

Bener, nggak usah diragukan lagi deh, Islam sebagai ideologi udah terbukti mampu memberikan solusi bagi problematika kehidupan ini, termasuk pendidikan. Nggak kayak sekarang, amburadul van semrawut! Maklum ini akibat ketidakbecusan kapitalisme mengatur kehidupan ini, sodara-sodara.

Kamu perlu ngeh bahwa dalam Islam, kurikulum pendidikan dibuat seimbang. Artinya, pembagian pengajaran untuk ilmu umum (iptek) dan tsaqofah Islam sama banyaknya (masing-masing sekitar 50 persen). Pengetahuan tsaqafah islamiyah (seluruh ilmu yang titik tolak pembahasannya dari akidah Islam atau al-Quran dan as-Sunnah) diajarkan dari mulai sekolah dasar sampe perguruan tinggi. Begitupun dengan iptek.

Sementara untuk tsaqafah selain Islam, semacam ideologi kapitalisme dan sosialisme, agama-agama, filsafat, dan kebudayaan lain diajarkan di perguruan tinggi untuk diketahui dan dibuktikan kepalsuan dan kesesatannya. Lha, kalo sekarang malah dipelajari untuk diamalkan. Celaka dua belas deh namanya!

Sobat muda ‘penggila’ gaulislam, dalam Islam, seorang mahasiswa kedokteran tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu kedokteran macam anatomi, farmakologi, parasitologi dll, tetapi ia pun mempelajari ilmu alam, matematika, kimia dan sejenisnya. Nggak cukup di situ, ia juga harus menguasai bahasa Arab lengkap dengan gramatikanya, juga ilmu Islam lainnya macam tafsir, hadits, qur’an, juga fikh. Dengan demikian diharapkan seorang dokter nggak berperilaku bejat, karena memang menguasai tsaqafah Islam. Minimal banget doi tahu fiqh yang berkaitan dengan bidang ilmunya seperti hukum aborsi, euthanasia, inseminasi, forensik, dan sejenisnya.

Pokoknya, nggak ada spesialisasi ilmu. Kalo sekarang malah timpang. Yang ngerti agama bolong ipteknya, eh, yang jagoan iptek malah buta agamanya sendiri. Kacau banget kan? Padahal, dengan kurikulum Islam yang memberikan ruang untuk pendidikan agama dan umum sama banyaknya udah melahirkan banyak ilmuwan muslim yang kesohor di mancanegara. Bolehlah disebut seperti Ibnu Sina (Avicena), Ibnu Rusyd (Averos), al-Kinid, Jabir ibnu al-Hayan, al-Idrisi, dan masih ribuan ilmuwan muslim lainnya.

Jadi jelas, ilmu pengetahuan, bukanlah bagian yang terpisahkan dari syariat Islam dan etika moral. Menurut Montgomery, nggak ada yang dapat melukiskan relasi antara ilmu pengetahuan, etika, dan agama daripada kata-kata filosofis Ibnu Rusyd. Filsafat, tak berarti apa-apa jika tak bisa menghubungkan ilmu pengetahuan, agama dan etika dalam suatu relasi harmonis.

Oke deh, kita jangan menyerah untuk berjuang menegakkan Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Sistem pendidikan Islam yang oke ini nggak bakalan bisa diterapkan kecuali dalam bingkai negara Islam, Daulah Khilafah Islamiyah.

Lagi pula, sekularisme mulai nggak laku lagi euy! Why? Hal yang mungkin tidak diduga oleh para pemikir sekularis adalah kenyataan bahwa sinyal Islam sebagai sebuah agama dan sistem politik bukannya melemah, tetapi malah semakin menguat. Propaganda Nietzsche bahwa Tuhan sudah mati tidak terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya. Propaganda itulah yang mungkin kini tengah sekarat.

Bro en Sis rahimakumullah, saat ini justru manusia moderen berbondong-bondong kembali pada agama (khususnya yang memilih memeluk Islam), seperti ramalan John Naisbit dan Patricia Aburdene dalam Megatrend 2000-nya yang menyebut Abad ke-21 sebagai abad kebangkitan agama. Bukan sekadar kembali pada kehidupan religi, banyak orang makin percaya bahwa Islam adalah solusi bagi kehidupan masyarakat moderen. Menguatnya kontraksi gerakan-gerakan Islam di sejumlah negeri-negeri kaum Muslim yang direspon positif oleh berbagai lapisan masyarakat bisa jadi merupakan  lonceng kematian bagi dominasi sekularisme. Siapkah kta menyambut kebangkitan Islam? Tetep semangat sobat! [osolihin | Twitter: @osolihin]

2 thoughts on “Saatnya Kebangkitan Islam!

  1. ,,subhanallah,,,artikel ini smakin mmbwt akuh merindukn khilafah,,,hm,,,afwan,,,artikel slanjutnya ttg AIDS/HIV bsa gak???? kn tgl 1 desember ni kn hri AIDS/HIV sdunia,,,,

    Terima ya Dewi atas komentarnya. Alhamdulillah, semoga bermanfaat ya. Utk artikel ttg AIDS, gaulislam sdh sering membahasnya, silakan browsing di website gaulislam dengan kata kunci “AIDS”. Terima kasih.
    Redaksi gaulislam

Comments are closed.