Friday, 22 November 2024, 03:38

edisi 041/tahun I (2 Sya’ban 1429 H/4 Agustus 2008)

Kamu masih inget kan dengan berita pembunuhan berantai yang dilakukan seorang pria bernama Ryan? Korban kekejaman pemuda asal Jawa Timur itu udah menghiasi headline harian nasional dan daerah. Soalnya, jumlah korban yang diduga kuat dibunuh sama Ryan ini mencapai 10 orang. Malah, ada korban yang sampe dimutilasi segala. Tahu kan mutilasi? Tubuh korbannya dipotong-potong. Ryan melakukan itu kepada korban bernama Heri Susanto yang dimutilasi tubuhnya menjadi 7 bagian lalu dimasukkan ke koper gede dan dibuang di sekitar Ragunan, Jakarta Selatan. Wuih, sadis banget tuh!

Bro, tentu ini kabar yang bikin bulu kuduk kita berdiri dan nggak mau duduk lagi. Terus berdiri saking ngeri en takutnya ngebayangin kalo sampe menimpa diri kita. Ih, naudzubillahi mindzalik. Jangan sampe deh!

Sebenarnya sih, kasus pembunuhan yang disertai mutilasi bukan kali pertama terjadi. Udah puluhan kasus lain yang pernah ada. Hanya saja, ini bisa dibilang lebih sadis karena korbannya banyak dan seperti pembunuhan “berseri”. Banyak nyawa yang dihabisi oleh pria ini. Memang nggak semua dimutilasi, tapi tetap aja ujungnya dibunuh. Pokoknya, sadis abis dah!

Sobat muda muslim, tentu saja kita wajib prihatin dengan fakta seperti ini. Soalnya, ini menandakan bahwa masyarakat udah sakit banget, parah lagi. Gimana nggak, kok masih ada orang yang tega mencincang tubuh manusia. Kayaknya dingin banget tuh waktu motongin bagian tubuhnya satu per satu. Weleh, sori berat nih nulisnya begini kalo sampe kamu jadi pengen mumun alias mual muntah.

Ini memang kejadian nyata, bukan fiksi. Jadi efek ngerinya emang terasa banget. Meski sebenarnya kita udah sering sih dijejali kekejaman, keganasan, dan kebuasan melalui layar kaca dan juga film layar lebar. Film yang isinya berdarah-darah dan adegan kekerasan banyak juga lho ditayangkan dan jadi konsumsi publik. Parahnya, kengerian itu ternyata dinikmati. Makin ngeri dan kejam makin diminati kayak adegan pembunuhan dengan menggunakan gergaji mesin. Idih, nggak usah disebutin deh judul filmnya, entar kamu malah nonton. Tapi bagi yang udah pernah lihat, tulisan ini bukan bermaksud membangkitkan ingatan kamu tentang kengerian itu. Wis pokoknya, sadisme ada di sekitar kita. Baik yang nyata maupun khayalan. Waspadalah!

Sadisme yang jadi hiburan

Boys and gals, nggak jauh-jauh kayaknya kalo content sadisme ternyata ada di video game dan film. Tindak kriminal pun banyak yang terilhami dari adegan-adegan di video game atau jalan cerita di film. Mungkin ada di antara kamu yang masih ingat atau paling nggak pernah baca informasinya tentang kasus Eric Harris (18) dan Dylan Klebold (17), dua pelajar Columbine High School di Littleton Colorado, Amerika, yang menewaskan 11 rekannya dan seorang guru dengan cara menembaki mereka pada 20 April 1999. Dari keterangan temannya diperoleh, Dylan Klebold bisa berjam-jam main game yang tergolong penuh kekerasan seperti Doom, Quake, dan Redneck Rampage.

Untuk film kayaknya banyak banget yang bisa disebut. Tapi intinya, kebanyakan film yang memuat unsur sadisme adalah jenis film laga. Pasti ada banyak kekerasan. Kalo sekadar tubuh ditembus peluru sih efek ngerinya nggak hebat, tapi gimana kalo ada penggambaran adegan kepala orang yang terpisah dari tubuhnya setelah kena sabetan pedang? Sadis!

Belum lagi film kartun tuh, sebut aja Tom and Jerry yang penuh adegan kekerasan. Juga Tweety and Silvestre, Power Ranger, Pokemon, Tazmanian Devil, Sonic Hedgehog,Road Runner, dan sejenisnya. So, video game dan film bertema kekerasan dan sadisme dinikmati sebagai hiburan. Duh, kacau banget tuh. Bukan tak mungkin lho kalo akhirnya bisa menginspirasi para gamer maupun penikmat tayangan kekerasan itu. Iya nggak sih? Ati-ati!

Sobat, berarti emang ada yang error dalam pikiran kita. Awalnya mungkin ngeri, tapi akhirnya jadi hiburan dan menikmatinya. Ih!

Berita kriminal yang jadi inspirasi

Sobat muda muslim, dalam dunia jurnalistik, khususnya teknis pemberitaan ada kaidah details make clear alias terperinci itu menjadi gamblang. Cuma masalahnya gimana jadinya kalo pemberitaan tentang kriminalitas jadi kayak di film. Seringkali diperagakan adegan dari mulai hendak melakukan pembunuhan, saat melakukan pembunuhan, termasuk aksi apa saja setelah melakukan pembunuhan. Terperinci sekali. Bahkan berita yang ditampilkan bukan lagi eksploratif, tapi sudah mengarah kepada eksploitatif. Terlalu overact bin vulgar, gitu lho.

Ya, sudah jadi rahasia bersama kalo banyak orang bisa saling terinspirasi satu sama lain. Nggak sedikit kasus pembunuhan justru terinspirasi dari berita tentang pembunuhan yang rekonstruksi alias reka ulangnya digambarkan dengan detil banget. Dampaknya bisa positif seperti pemirsa bisa tahu sesadis apa orang tersebut melakukan kejahatannya, tapi juga bisa berdampak buruk karena dengan mengetahui kedetilan seperti itu bagi orang yang punya pikiran dan niat ke arah sana jadi ada inspirasi. Dengan demikian berita itu bukan lagi informatif, tapi sudah inspiratif. Bahaya banget tentunya.

Maka, untuk kasus pembunuhan dengan disertai mutilasi yang kemudian beritanya sampai detil banget ditayangkan di televisi, kita malah jadi khawatir kalo reka ulang itu malah dijadikan bahan inspirasi bagi pemirsa lainnya. Bukan tak mungkin kan? Meski tentunya kita nggak mengharap itu terjadi. So, waspadalah dan cermatlah memilih berita. Sebab, seharusnya tayangan-tayangan kriminalitas bertujuan menciptakan awareness (kepekaan) bagi penontonnya. Mereka akan waspada dan menghargai harta dan nyawa orang lain. Bukan menginspirasikan hal serupa pada mereka.

Jangan ada lagi sadisme

Bro, emang agak susah untuk bisa menghindari tindak kejahatan sampe bernilai zero alias nol. Paling banter kita bisa meredamnya. Itu pun harus sepakat terlebih dahulu bahwa sadisme memang nggak diperbolehkan ada serta jangan pernah ada. Sudut pandang kita terhadap jenis kejahatan apapun harus sama bahwa hal itu dilarang dan melanggar hukum. Sehingga kita bisa menentukan nilai, menetapkan jenis hukuman, dan memutuskan perkara hukum. Wuih, asyik banget kan?

Cuma masalahnya, apa kita masih berharap terus kepada sistem yang ada saat ini? Kapitalisme-Sekularisme udah terbukti nggak bisa nangani masalah apa pun. Bahkan kalo pun ada penanganan masalah, malah menambah masalah baru. Bukan menyelesaikannya secara tuntas. Ambil contoh kemarin sempat heboh tentang perlunya hukuman mati. Eh, masih ada juga yang menolaknya dengan alasan HAM. Padahal, seharusnya para penolak hukuman mati juga memikirkan keluarga yang menjadi korban pembunuhan. Pasti kecewa berat kalo sampe pelaku pembunuhan terhadap anggota keluarganya itu dibiarkan bebas berkeliaran tanpa dihukum setimpal.

Bro, sekadar kamu tahu aja bahwa dalam Islam hal ini sangat diperhatikan dan ada aturannya tuh. Khususnya untuk kasus pembunuhan yang disengaja ini, Islam sudah mengaturnya melalui firman Allah Swt. (yang artinya):“Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.” (QS al-Isr? [17]: 33)

Dalam kitab Nidzam al-Uqubat, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Ustad Abdurrahman al-Maliki menjelaskan secara cukup rinci tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan qishash. Qish?sh adalah sebanding, yakni membunuh si pembunuhnya. Imam Bukh?ri meriwayatkan dari Ab? Hurayrah bahwa Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa terbunuh, maka walinya memiliki dua hak, bisa meminta tebusan (diyat), atau membunuh si pelakunya.”

Imam Ab? D?wud meriwayatkan dari Ab? Syuraih al-Khaz?’iy, ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa tertumpah darahnya atau tersakiti, maka ia bisa memilih salah satu dari tiga pilihan, bisa meng-qish?sh, atau mengambil tebusan, atau memaafkan, jika ingin yang keempat, maka kuasailah dirinya (dibuang).”

Sobat muda muslim, ini cara Islam dalam menangani masalah pembunuhan. Jadi intinya, kalo emang pihak keluarga korban meminta si pelaku pembunuhan dihukum mati, ya akan dilaksanakan hukuman itu. Tapi, kalo pun kemudian meminta denda (diyat) maka si pelaku harus membayar diyat tersebut.

Oya, sebenarnya diyat sendiri ada dua, yakni yang berat dan tidak berat. Diyat yang berat, yakni 100 ekor unta, 40 ekor unta di antaranya bunting. Diyat semacam ini diambil dari pembunuhan yang disengaja, asalkan walinya memilih untuk meminta diyat. Kalo diyat yang nggak berat, yakni cukup 100 ekor unta aja. Nggak ada embel-embel lain. Diyat semacam ini diambil dari kasus pembunuhan yang tidak sengaja. Duh, lumayan juga tuh, kalo pun nggak sampe dihukum mati, tapi si pelaku kudu bayar diyat kepada keluarga korban sebanyak 100 ekor unta (40 ekor unta di antaranya sedang bunting). Kalo harga seekor unta itu Rp 5 juta. Maka kalo sampe 100 ekor berarti setengah miliar rupiah. Gimana pula kalo yang dibunuh lebih dari satu orang. Waduh, bisa dibayangin sendiri dah gimana pusingnya.

Bro, dalam Islam ?uqubat (sanksi-hukuman) berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir, karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ?uqubat sebagai jawabir, dikarenakan ‘uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara Islam saat di dunia. Dalilnya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari ?Ubadah bin Shamit ra berkata, “Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu majelis dan beliau bersabda, “Kalian telah membai’atku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, kemudian beliau membaca keseluruhan ayat tersebut. “Barangsiapa di antara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah akan menutupinya, mungkin mengampuni atau mengadzab.”

Jadi intinya nih, jangan main-main dengan nyawa orang lain. Kalo sampe melenyapkannya berarti kita melakukan pembunuhan dan tentu aja bukan cuma sadis tapi juga melanggar hukum dan tentu akan dihukum. Ati-ati yo! [solihin: osolihin@gaulislam.com]

====

STOP PRESS
Dan.. nantikan pembahasannya secara live dalam obrolan di program [klinik] gaulislam di Radio KISI 93,4 FM Bogor pada Hari Rabu, 6 Agustus 2008, jam 05.15 – 06.00 WIB. Bisa juga dengerin streaming-nya di www.kisifm.com. Atau bisa juga di audiobloger-nya, syaratnya harus gabung dulu kali ye di YM-nya KISI FM dengan Yahoo ID: penyiarkisi.