gaulislam edisi 222/tahun ke-5 (29 Shafar 1433 H/ 23 Januari 2012)
Ada provokasi yang nggak bertanggung jawab bahwa kalo aktif ngaji katanya prestasi sekolah bisa jeblok. Ah, masak sih? Tapi faktanya, justru banyak yang ngajinya oke, sekolahnya juga oke tuh. Nggak percaya? Silakan saja survei sendiri (hehehe). Ketika saya sekolah lanjutan atas di sebuah sekolah kejuruan, pada akhir tahun 80-an hingga awal 90-an, di sekolah memang marak banget aktivitas pengajian. Tetapi alhamdulillah, banyak kawan-kawan saya dan juga adik kelas yang saya berprestasi juga di sekolahnya kok. Bahkan ada di antara mereka yang selalu dapet 10 besar di kelasnya dan ada pula yang malah jadi bintang pelajar. Keren kan?
Kalo saya sendiri? Alhamdulillah ya, bisa ngikutin pelajaran meski prestasinya sih nggak bagus-bagus amat (ini bukan ngeles, tapi kenyataan hehehe..). Tetapi yang pasti di sekolah saya bisa ngikutin pelajaran, ngaji juga insya Allah rajin sehingga alhamdulillah bisa menuliskan pengetahuan yang saya pahami dari ngaji ke dalam tulisan-tulisan saya. Beberapa di antaranya berhasil dibukukan (maaf numpang promo, silakan kunjungi blog saya di: www.osolihin.net). Makanya, dulu banyak pembaca buku-buku saya herman, eh, heran, karena sebagai lulusan sekolah kejuruan kimia malah nulis buku seputar remaja dan keislaman. Menurut pendapat mereka, nggak nyambung. Walah! Belum tahu mereka, kalo banyak juga di penerbitan media massa dan juga para penulis lainnya (khususnya yang menulis seputar keislaman) justru bukan alumnus dari bidang pelajaran yang dekat dengan menulis seperti bahasa dan agama, tetapi dari lulusan teknik, mipa, dan bahkan kedokteran. Ini membuktikan bahwa Islam tidak melakukan dikotomi terhadap ilmu. Ilmu umum oke, ilmu agama juga good! Hebat kan? Ciee.. bukan membela diri, tapi fakta banyak membuktikan itu. Hehehe..
Bro en Sis, ngomong-ngomong soal sekolah dan pengajian, jujur saya seneng banget ngeliat maraknya pengajian di sekolah umum. Maklum, udah kadung banyak orang ngasih label kalo sekolah umum tuh identik banget dengan mereka yang kayaknya rada-rada menomorduakan aktivitas nyari ilmu agama ini. Sebab, biasanya di sekolah umum siswanya lebih fokus dengan pelajaran yang umum juga. Tapi sekarang, harap disingkirkan anggapan itu dari direktori di pikiranmu. Terus di kotak ‘recyle bin’ di otakmu di-empty pula. Biar bener-bener ilang! Kenapa? Bejibun kegiatan dan simbol-simbol Islam sekarang mencolok banget di sekolah-sekolah umum! Alhamdulillah. Semoga nanti tambah semarak.
Selama ini, ada anggapan bahwa ngaji dan sekolah memang dua aktivitas yang seolah kudu dipisahkan. Ada yang bilang kalo kita fokus mikirin ilmu agama dibilangnya menggeluti ilmu akhirat, dan kalo kita ngulik nyari ilmu umum, identik banget dengan ilmu dunia. Benarkah? Nggak dong. Pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum ini akibat ketidaktahuan kita tentang hakikat ilmu itu sendiri, atau boleh jadi pikiran kita udah ketularan penyakit sekuler. Kamu pasti udah ngeh dong dengan istilah ini. Yup, sekularisme adalah paham tentang pemisahan agama dari kehidupan. Pendek kata, kalo ibadah mahdhoh aturannya dari Allah, tapi kalo muamalah aturan yang dipake adalah suka-suka hawa nafsu kita, bahkan ngikutin rule of the game dari Barat atau ajaran lain yang tidak saja bertentangan, tapi juga menentang Islam. Walah, itu celaka banget euy kalo diamalkan!
Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, jangan kaget juga dong kalo akhirnya sekolah pun terbelah jadi dua, ada sekolah umum dan sekolah agama. Kesannya jadi benar-benar dipisahkan. Ujungnya kita jadi saling ngandelin en bikin semacam ‘kavling’. Kalo minat kita kepada ilmu agama lebih besar ketimbang ilmu umum, maka disarankan untuk menempuh pendidikan di sekolah berbasis agama, atau ‘dijebloskan’ ke pesantren. Sebaliknya, jika minat kepada ilmu umumnya tinggi, maka kita kudu sekolah dengan jalur yang udah dibuat, ya di sekolah umum dong. Hasilnya, kita melihat sesuatu yang njomplang. Ada yang oke ilmu agamanya, ternyata jeblok ilmu umumnya. Dan begitupun sebaliknya.
Itu sebabnya, ketika banyak kegiatan keislaman di sekolah umum, para guru dan ortu banyak yang mewanti-wanti bahwa kegiatan semacam itu bisa mengganggu konsentrasi belajar. Akibatnya, entah dengan rumus utak-atik ala judi togel atau emang filsafat asal-asalan, maka keluarlah ‘postulat’ ajaib: “Tingginya frekuensi aktivitas pengajian, maka energi yang dihasilkannya itu akan menggeser keseimbangan gerak hingga melemahkan prestasi sekolah.” Pletak! Asal banget!
Yang OK, Yang KO
Aktif ngaji, prestasi sekolah oke? Banyak juga kok. Aktif ngaji, prestasi sekolah jeblok? Ehm..ada juga tuh. Nggak ngaji, prestasi sekolah oke? Hmm.. nggak sedikit yang sukses. Nggak ngaji, nggak sekolah? Banyak juga tuh… para ‘gelandangan’ berseragam. Maksudnya dari rumah bilang ke ortunya pergi ke sekolah dan pake seragam sekolah. Eh di tengah jalan malah nongkrong bareng ‘saudara satu botolnya’ sambil teler atau main gim, mereka nggak pergi ke sekolah apalagi ngaji. Ciloko!
Bener nggak sih kalo kita aktif ngaji bakalan bikin jeblok prestasi sekolah?
Nggak juga tuh. Faktanya banyak juga yang berotak encer alias pinter tetap aktif ngaji. Malah pernah nemuin tuh ada yang aktivis rohis sekaligus ketua osis. Keren nggak sih? Ya iyalah, pantas aja dia begitu karena dia bisa memposisikan diri bahwa pelajaran akademik harus bisa diraih, tanpa perlu kehilangan kesempatan mempelajari, memahami dan mengamalkan ajaran Islam sebagai agamanya. Sip deh!
Bro en Sis, kalo pun kemudian ada omongan-omongan yang bernada sinis dan nyindir, bahwa aktivis rohis atau anak pengajian nggak mungkin berprestasi di sekolah, kamu harus bisa menjawabnya dengan pembuktian prestasi di keduanya. Aktif ngaji, tetapi juga jadi juara umum. Wow, jadi tantangan memang. Tetapi, insya Allah bisa kamu buktikan kok. Terus berusaha, jangan lupa berdoa dan memohon pertolongan hanya kepada Allah Swt.
Saya mengenal adik kelas saya di sekolah kejuruan kimia di kota Bogor ini. Dan, ternyata dia satu daerah dengan saya di kampung halaman, maksudnya satu kabupaten yang sama. Berbeda dengan saya, dia sih memilih melanjutkan kuliah ke IPB (karena memang lebih pinter dari saya hehehe). Dia ambil Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Nah komentarnya yang pernah saya ingat adalah, “Nggak ada pengaruhnya aktif ngaji dengan jeblok belajar. Saya kebetulan selain kuliah, juga aktif ngaji. Tapi alhamdulillah, prestasi belajar saya nggak terganggu,” ujarnya sambil merinci prestasi akademik yang diraihnya, antara lain IP-nya yang 3,7 itu. Wow! Ini bukti: sekolah ok, ngaji ok.
Oya, adik kelas saya itu punya pengalaman unik waktu sekolah di sekolah kejuruan kimia. Dia termasuk siswa berotak encer dan juga aktif di DKM (rohis). Tapi alhamdulillah, prestasi sekolahnya nggak terganggu sama sekali. Bahkan sempat doi jadi kandidat Bintang Pelajar di sekolah itu. Uniknya lagi, dari 10 orang yang masuk nominasi Bintang Pelajar, yang lolos sampe seleksi akhir 3 orang. Apa yang bikin unik? Tiga orang itu semuanya anak DKM! Dan dia salah satu di antaranya. Meski doi nggak jadi Bintang Pelajar di tahun kelulusannya itu, toh predikat ‘pretisius’ itu jatuh juga ke rekannya sesama aktivis rohis. Alhamdulillah. Jadi, ngaji ternyata nggak bikin prestasi sekolah jeblok!
Bro en Sis, tapi, kita juga nggak menutup mata, bahwa ada juga anak ngaji yang prestasi sekolahnya ternyata jeblok. Ini ada banyak kemungkinan. Ada yang emang dasarnya udah ngepas banget, ada juga yang emang nggak bisa bagi waktu, tak sedikit yang malas. Hehehe…
Meski demikian, tentu saja jangan pernah menyalahkan aktivitas kebaikan, misalnya ada aktivis rohis yang nilai-nilai sekolahnya jeblok, lantas dia menyalahkan aktivitas ngaji yang dia lakukan. Ini bahaya, nanti bisa jadi aktivitas ngajinya selama ini jadi terbilang nggak ikhlas and bisa nggak berpahala. Mungkin, bisa instrokpeksi, bisa jadi ini karena kelalaian ngatur dan ngejadwal waktu yang nggak efektif.
Sobat, ngaji dan sekolah adalah dua kegiatan yang kudu sama-sama kita lakuin. Nggak ada alasan untuk memilih salah satu di antara aktivitas tersebut. Jangan sampe karena kamu aktif ngaji, terus keleleran ngatur jadwal sekolah or kuliah, akhirnya malah mengabaikan sekolah or kuliahmu. Itu sih nggak bener atuh.
Sering diskriminatif
Hmm… praktik diskriminatif ternyata menimpa juga anak ngaji lho. Bener. Mereka yang ngaji selalu aja dicurigai. Setiap gerak langkahnya nyaris senatiasa diawasi. Akibatnya, mereka yang aktif ngaji jadi nggak nyaman karena selalu dimata-matai ‘intelijen’ sekolahan. Udah gitu, nggak sedikit pihak sekolah suka menerapkan standar ganda. Mereka yang ngaji dan berprestasi ditanggapi biasa aja. Padahal sebelumnya, pihak sekolah sering mewanti-wanti, bahwa aktif ngaji berbanding lurus dengan jebloknya prestasi sekolah. Ketika dibuktikan dengan prestasi sekolah, ternyata nggak mengubah imej buruk sebelumnya. Aneh kan? Nggak fair banget jadinya kalo gitu.
Sebaliknya, jika ada siswa yang prestasi sekolahnya menjulang dan kebetulan doi nggak ngaji, dipuji setengah hidup. Bahkan dijadiin icon keberhasilan yang nyata. Padahal nih, pernah ada lho anak yang prestasi sekolahnya oke dan bermasalah, ternyata nggak diberikan hukuman berat. Kasusnya, sang bintang ini jadi bandar narkoba. Tapi pihak sekolah, karena doi punya pretasi bagus, nggak dihukum berat. Tapi, ketika ada anak yang ‘cuma’ baru ikut ngaji aja, eh, kemudian melakukan kesalahan, dan sebetulnya itu karena doi punya penyakit kleptomania, malah dikeluarin dari sekolah. Wuih sadis rek! (halah, Afgan mode “on” kalo dibilang sadis gini nih)
Oke deh, tetep aktif ngaji, bagi waktu yang benar, atur jadwal yang serapi mungkin biar bisa klop dengan kegiatan belajarmu di sekolah or kuliah, supaya bisa menghapus imej yang menyebutkan bahwa rajin ngaji dan dakwah bisa menghalangi prestasi belajar. Ribuan Ilmuwan Islam patut jadi teladan kita. Sekadar menyebut nama, dari ribuan ilmuwan kebanggaan Islam itu ada Ibnu Sina sang pakar kedokteran yang juga ulama, Imam Abu Hanifah yang pakar fiqih dan juga ahli kimia, Ibnu Rusyd adalah filosof, dokter, dan ahli fikih Andalusia.
Mulai sekarang kamu kudu serius, total, dan optimis dalam dakwah dan belajar. Luruskan niat, maksimalkan ikhtiar dan biarkan Allah Swt. sajalah yang menyempurnakannya. Semangat! [solihin: Twitter @osolihin]
Sip!! Saya setuju! Tapi jgn trlalu bnyk mnybut kata ”saya”.. Kesannya jd gmn gtu.. Hehe.. Maap loh