gaulislam edisi 754/tahun ke-15 (3 Ramadhan 1443 H/ 4 April 2022)
Pernah tertinggal kereta atau pesawat? Celakanya, itu karena sebenarnya udah bisa diprediksi, tetapi kita nyantai atau ada urusan dengan pihak ketiga sehingga kejadiannya bikin nyesel. Namun, penyesalan pada kondisi kayak gitu, nggak ada artinya alias sia-sia bin tiada guna. Kereta tetap berjalan meninggalkan kita yang lagi bengong karena datang telat ke stasiun. Pesawat tetep aja terbang, nggak nungguin penumpangnya yang tertinggal di bandara.
Nah, bagaimana kalo penyesalan itu ketika kita nggak memanfaatkan bulan Ramadhan dengan memperbanyak amalan shalih? Aduh, belum tentu tahun depan ketemu lagi Ramadhan. Penyesalan seringkali baru terasa pas Ramadhan udah lewat. Meski sukacita nyambut lebaran Idul Fitri, tetapi kalo kemudian nyadar bahwa ternyata di Ramadhan kita cuma dapetin lapar dan haus doang, amalan shalihnya minim. Rugi? Jelas! Nyesel? Mestinya, iya. Namun, penyesalan itu tiada guna karena Ramadhan sudah berlalu meninggalkan kita.
Sobat gaulislam, penyesalan memang di akhir. Namun, hal itu mestinya udah bisa diprediksi, dong. Udah bisa dipikirkan matang-matang sebelum melakukan sesuatu atau memilih sesuatu. Misalnya nih, kamu diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri selama 1 minggu. Namun, selama seminggu itu kamu justru nyantai. Padahal, waktu terus berjalan dan jatah yang diberikan untuk perbaikan makin berkurang. Kamu tetap nyantai, nggak merasa harus segera memperbaiki diri. Saat tiba waktu itu, sementara kamu belum melakukan apa-apa untuk perbaikan dirimu, maka dupastikan kamu bakalan menyesal, itu pun kalo kamu masih berpikir. Penyesalan pada kondisi seperti ini, udah nggak ada gunanya. Percuma.
Setiap tahun kamu dapetin Ramadhan. Mestinya disyukuri. Jangan sekadar berlalu begitu saja tanpa amalan shalih yang sungguh-sungguh diupayakan. Tanpa berusaha meminta ampunan kepada Allah Ta’ala atas dosa-dosa yang udah dilakukan. Masih mending kamu puasa. Kalo nggak puasa dan nggak beramal shalih lainnya? Rugi banyak.
Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR Muslim)
Namun, mungkin karena lalai dan abai, kita tak serius dalam menghapus dosa dan menganggap Ramadhan seperti bulan-bulan biasa. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Celakalah (rugi, menyesal) seseorang dimana datang bulan Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni dosa-dosanya.” (HR Tirmidzi)
Ramadhan adalah kesempatan kita saat ini untuk meminta ampunan kepada Allah Ta’ala dan tentu melaksanakan ibadah shaum dan amalan shalih lainnya. Jangan disia-siakan. Sesal kemudian, tiada guna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu. Ibadah Jumat yang satu dengan ibadah Jumat berikutnya. Puasa Ramadhan yang satu dengan puasa Ramadhan berikutnya. Itu semua merupakan penghapus dosa antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR Muslim, no. 233)
Mengapa tak jua berubah?
Pernah melihat orang yang sebenarnya sedang berada di area bonus dalam sebuah permainan, tetapi dia nyantai nggak ambil bonus itu? Kira-kira kamu menilai orang tersebut aneh atau biasa aja? Misalnya ketika belanja di swalayan, ada program bonus atau diskon semua produk dengan batas waktu tertentu. Dia tahu tetapi dia tak memanfaatkannya. Bisa karena merasa tak perlu, bisa juga karena nggak peduli. Padahal, jika diambil tentu akan banyak keuntungan didapat karena semua produk diskon atau diberikan bonus saat pembelian. Umumnya, jika ada program tertentu saat belanja online di marketplace, pengguna akan berlomba mengejar diskon dan bonus ongkir, cashback dan lainnya. Mengapa? Sebab kesempatan itu belum tentu datang lagi dalam waktu dekat atau belum tentu kita dapatkan lagi di waktu lain. Bener nggak?
Okelah, mungkin kalo belanja nggak semua orang suka belanja dan tertarik bonus di dalamnya. Namun, jika hal itu urusannya dengan akhirat, mengapa kita tak mengupayakan untuk meraihnya? Ini memang perkara iman, tak semua orang mau memahami dan peduli soal ini. Apalagi jika yang dipikirkan hanya urusan dunia semata. Memanfaatkan Ramadhan dengan ibadah dan amal shalih lainnya, hanya bisa dipahami oleh orang yang beriman dan benar-benar tahu perkara ini. Bukan sekadar ngaku muslim, tetapi minim ilmu. Beda jauh, Bro en Sis!
Itu sebabnya, kita lihat juga kan ada orang yang nyantai aja nggak ngapa-ngapain, padahal dia ada di masjid atau mushola. Shalat sunnah malas, ketika banyak orang berlomba membaca al-Quran, dia malah asyik ngobrol ngalor ngidul dengan temannya. Waktu mereka sama, baik yang memanfaatkannya dengan membaca al-Quran maupun dengan mengobrol. Namun, jelas nilai pahalanya berbeda jauh. Sejam ngobrol nggak jelas, nggak dapat manfaat, bahkan mungkin mafsadat kalo isinya ghibah. Namun, sejam digunakan untuk tilawah al-Quran dengan niat yang ikhlas, dia mendapat pahala plus bonus pahala membaca al-Quran yang kalo satu jam rata-rata bisa satu juz yang dibaca. Pahala diguyurkan berlimpah. Ketika tak dilakukan untuk kebaikan, dia akan menyesal. Itu pun kalo menyadari.
Pertanyaan sesuai subjudul ini, perlu dijawab. Iya, “mengapa tak jua berubah?”, maksudnya mengapa tak jua berubah jadi baik? Ramadhan tiap tahun didapat, tetapi sekadar puasa doang, menahan lapar dan haus. Tarawih malas, ke masjid ogah, baca al-Quran nggak doyan. Eh, giliran ghibah dan berkata kasar paling demen. Aduh, rugi banget itu. Mestinya menyesal, kalo punya kesadaran.
Ini memang perkara iman. Tak semua orang bisa dengan mudah melakukan kebaikan. Tak tumbuh kesadaran dalam dirinya untuk berbuat baik. Masih harus diingatkan terus. Masih mending ketika dingatkan lalu melaksanakan. Eh, ada juga yang diingatkan terus menerus, tetapi ngeyelnya luar biasa. Nggak peduli. Ini jelas bikin rugi pelakunya. Jangan ditiru.
Coba direnungkan, shalat dhuha itu panjang lho, waktunya. Ada sekitar 5 atau 6 jam. Namun, tak semua orang mau memanfaatkannya untuk mengerjakan shalat dhuha yang mungkin hanya membutuhkan waktu paling lama 10 menit dari mulai wudhu, shalat (minimal 2 rakaat), dan doa. Itu pun dalam keadaan melek, bukan tidur. Beda dengan shalat tahajud.
Shalat tahajud juga waktunya panjang, bahkan di sepertiga malam terakhir, yang jika berdoa akan dikabulkan, udah gitu pahalanya besar, dan itu udah menjelang Subuh. Eh, tetap aja ngorok. Nggak tergerak untuk bangun dan shalat tahajud. Ini memang perkara iman, sih. Allah Ta’ala memberikan kesempatan kita untuk beribadah agar pahala banyak kita dapatkan, tetapi banyak di antara kita yang ogah dikasih pahala. Aneh nggak, sih?
Di bulan Ramadhan juga mestinya kian semangat, banyak beramal shalih: puasa, sedekah, tilawah al-Quran, rajin shalat sunnah, berbakti kepada kedua orang tua, dan sebagainya. Itu kesempatan, lho. Namun, yang kita bisa saksikan saat ini, ada banyak kaum muslimin yang malah nggak puasa (bukan karena udzur syar’i, tetapi karena malas dan nggak peduli soal dosa). Ada juga yang puasa dikerjakan, tetapi shalat semaunya. Apalagi tilawah al-Quran, nggak pernah dilakukan. Duh, gimana, ya? Kasihan sebenarnya. Namun, yang dikasihani nggak ngerti karena kejahilannya.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Orang yang terhalangi yang sebenarnya adalah seseorang yang mengetahui jalan menuju Allah, tetapi dia justru berpaling dari jalan tersebut.” (dalam Thariqul Hijratain, hlm. 329).
Jadi, seseorang yang mengetahui keutamaan bulan Ramadhan, tetapi tidak memanfaatkannya dengan memperbanyak dan memperbagus amalannya.
Jangan sia-siakan Ramadhan
Sobat gaulislam, manfaatkan Ramadhan yang sedang kita jalani ini dengan memperbanyak amal shalih di siang dan malamnya. Semangat berlomba mengejar pahala dari amalan yang kita kerjakan. Ibnu al-Jauzy rahimahullah berkata, “Malam-malam dan hari-hari yang memiliki keutamaan yang tidak pantas–bagi orang yang ingin meraih keutamaan–untuk melalaikannya, karena jika seorang pedagang melalaikan musim untung, maka kapankah dia akan meraih keuntungan?” (dalam Minhajul Qashidin, jilid 1, hlm. 343)
Kalo kita berbuat baik, maka akan mendorong untuk melakukan kebaikan berikutnya. Terus dan terus. Kalo udah bisa puasa wajib selama Ramadhan, dengan niat yang ikhlas karena Allah Ta’ala, maka insya Allah akan dimudahkan untuk melakuan kebaikan lainnya seperti sedekah. Kalo sedekah terus dilakukan, maka kita akan terdorong untuk melakukan shalat sunnah, lalu terdorong lagi untuk berbuat baik lainnya. Percayalah, dan kita harus membuktinya dengan beramal shalih. Jadi semacam “lingkaran kebaikan”. Melakukan satu kebaikan, akan mendorong melakukan kebaikan lainnya. Terus seperti itu.
Imam Urwah bin Zubair rahimahullah menuturkan, “Saat engkau melihat seseorang melakukan kebaikan, maka ketahuilah, kebaikannya itu memiliki saudara. Jika engkau melihat seseorang berbuat keburukan, maka sadarilah, keburukannya itu memiliki saudara. Sesungguhnya, kebaikan itu akan menuntun pada saudara kebaikannya, juga keburukan akan menuntun pada saudara keburukannya.” (dalam Shifatush Shafwah, hlm. 252)
Puasa di bulan Ramadhan ini, jika kita melaksanakannya, akan menumbuhkan ketakwaan. Sebagaimana yang udah pada tahu, ya. Betul. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 183)
Puasa ini sangat istimewa, lho, Sebab, puasa ini rahasia antara seorang hamba dengan Allah Ta’ala. Kalo seseorang melaksanakan shalat, orang lain bisa melihatnya. Namun, orang yang berpuasa, susah dilihat apakah dia berpuasa atau tidak.
Itu sebabnya, al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Puasa adalah ibadah yang dipersembahkan kepada Rabb semesta alam di antara amal-amal lainnya. Sebab, orang yang berpuasa tidak melakukan apa-apa. Dia hanya meninggalkan syahwat, makan, dan minum karena Allah, Dzat yang dia ibadahi. Puasa adalah meninggalkan segala kelezatan yang dicintai jiwa dalam rangka mendahulukan cinta dan ridha-Nya.
Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah, tidak ada yang mengetahui kecuali Dia. Orang lain terkadang mengetahui secara lahir bahwa dia tidak melakukan pembatal-pembatal puasa. Namun, keadaannya meninggalkan makan, minum, dan syahwat karena Dzat yang dia ibadahi, maka ini adalah perkara yang tidak bisa diketahui oleh seorang pun. Inilah hakikat puasa.” (dalam Zadul Ma’ad, juz 2, hlm. 34)
Mumpung masih di awal Ramadhan. Perbaiki kembali niat kita dalam berpuasa dan ibadah lainnya di bulan penuh barokah ini. Bersemangat pula dalam mengerjakan berbagai amalan shalih di bulan ini. Manfaatkan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita menyesal, dan penyesalannya tersebut tiada guna.
Isi Ramadhan dengan puasa di siang harinya dan amalan shalih lainnya, hiasi malam-malamnya dengan ragam ibadah sunnah dan jangan lupa memohon ampunan kepada-Nya. Ada doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, sungguh Engkau Maha Pemberi ampunan dan menyukai orang yang memohon ampunan, maka ampunilah aku.” (HR Tirmidzi)
Semoga Ramadhan kali ini menggerakkan kita untuk semangat beribadah dan beramal shalih, agar tak sesal di kemudian hari, yang itu berarti sesal tiada guna. [O. Solihin | IG @osolihin]