Thursday, 21 November 2024, 22:43

gaulislam edisi 596/tahun ke-12 (18 Rajab 1440 H/ 25 Maret 2019)

Assalaamu’alaikum, Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia buletin remaja gaulislam. Hehehe.. Pengen sapa-sapa, nih. Buat kamu semua, baik yang pelajar remaja maupun yang udah lulus tapi masih ngaku-ngaku remaja. Hihihi… InsyaaAllah buat segala usia deh, semuanya punya semangat dan jiwa pemuda, yaa. Pastinya, dong!

Masih di tahun 2019. Yup! Tahun politiknya Indonesia. Saat panas-panasnya tagline-tagline, serta hashtag-hashtag Twitter yang seakan ikut meramaikan momen lima tahun sekali ini. Nggak ketinggalan juga tontonan-tontonan seru yang menampilkan agenda debat dari calon-calon yang akan menjadi kandidat pemilihan umum 17 April mendatang. Seperti yang sudah dilakukan semenjak kampanye pemilihan umum yang pertama, rakyat selama beberapa bulan ini akan disuguhi dengan ‘promosi-promosi’ kesejahteraan yang ditawarkan oleh para kandidat penguasa negeri ini untuk periode berikutnya.

Wacana penghapusan Ujian Nasional

Nah, Bro en Sis, ada yang lumayan rame seminggu belakangan ini. Walau pun bukan yang pertama kali, tapi wacana ini akhirnya dimunculkan lagi. Apa tuh? Ya, wacana penghapusan Ujian Nasional. Wah, buat kamu yang masih pelajar, kayaknya ini wacana yang menggembirakan, yaa. Apa justru sebaliknya, ya? Hehehe… lanjut dulu, yuk!

Jadi, berita ini kembali marak didengungkan lagi gara-gara agenda debat cawapres yang dilangsungkan  tanggal 17 Maret 2019 pekan kemarin. Wacana ini disampaikan oleh cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno, dalam debat sesi pendidikan dalam Debat Cawapres 2019 tahap ketiga. Di sana Sandiaga Uno berjanji akan menghapus Ujian Nasional dengan alasan biaya yang tinggi serta adanya bentuk tidak adil dalam ujian berskala nasional ini. “Kami akan hapus Ujian Nasional yang menjadi sumber biaya tinggi bagi sistem pendidikan,”, “Ujian Nasional tidak berkeadilan kami ganti dengan penelusuran minat bakat yang sangat aplikatif,” Ujar Sandiaga Uno, dikutip di salah satu portal berita.

Hmm.. karena bertahun-tahun terakhir lamanya pendidikan di Indonesia selalu menjadikan Ujian Nasional sebagai agenda tahunan yang lumayan penting, khususnya bagi para siswa yang hendak melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kira-kira gimana, ya? Apakah wacana penghapusan UN ini bisa disebut ide yang baik untuk masa depan pendidikan Indonesia, atau justru sebaliknya? Wah, kayaknya pembahasan makin seru, nih! Hihihi…

UN dihapus: hore atau yah…?

Sobat gaulislam, ngikutin perkembangan topik tentang Ujian Nasional ini, tentu saja reaksinya macem-macem banget, ya. Wacana UN bakal dihapus ini memang bisa disebut perkara nasional, sih. Walau pun nggak banget juga, kalau satu negara harus pusing gara-gara si UN ini. Tapi nggak bisa nggak terjadi juga, Bro en Sis, masyarakat pastinya punya pendapat mereka sendiri menanggapi hal-hal seperti ini.

Bahkan sejak wacana serupa di tahun-tahun sebelumnya, pro kontra tentu saja selalu ada. Kalau mau dikategorikan, ada beberapa sudut pandang masyarakat dalam pro kontra ini. Kalau dari sudut pandang para siswa, guru, orangtua, sekolah, dan lain sebagainya, ternyata reaksinya juga bermacam. Yah, kira-kira ada tipe-tipe kayak gini, nih, “Mending UN dihapus dari dulu. Nggak ada gunanya belajar 12 tahun, pas UN otaknya lagi nggak beres. Hilang, deh, kerja keras 12 tahun seakan nggak ada artinya kalau UN nya jelek. Mana bayarnya mahal banget, lagi.” Atau “UN itu penting banget, sepenting harusnya ada orangtua di kehidupan kita. Hasil UN adalah cerminan kesuksesan seorang peserta didik di masa depan.” Atau “Terserah, lah. Ada UN atau nggak ada UN nggak bakal ngaruh apa-apa.” Hmm.. Jadi seberapa pentingnya, sih, Ujian Nasional itu?

UN: Penting? Atau…

Karena kita lagi ngebahas soal ini, coba kita pikirin sebentar, deh. Sejauh ini, apakah dengan adanya Ujian Nasional bisa memberikan dampak baik bagi pendidikan di Indonesia? Karena Ujian Nasional sendiri, kan, dimaksudkan sebagai evaluasi apakah peserta didik itu dinilai mampu untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Secara nggak langsung, Ujian Nasional itu seharusnya yang menjadi evaluasi peserta didik apakah ia sudah memiliki cukup, baik nilai akademik maupun nilai kehidupan, untuk ke luar menuju kehidupan orang dewasa.

Maka secara otomatis, lulusan-lulusan sekolah yang telah mengikuti Ujian Nasional, seharusnya memiliki suatu nilai karakter yang menjadikannya pembeda dari yang belum lulus. Dalam hal ini seharusnya adalah sesuatu yang baik. Itu yang seharusnya, Bro en Sis.

Tapi fakta yang terjadi kebanyakan justru sebaliknya. Apa? Karena nilai Ujian Nasional juga yang menjadi penentu seseorang itu dinilai mampu atau tidak, maka semua orang berusaha agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Hmm.. Bahasa sederhananya: ‘Yang Penting Lulus’ itu, loh.

Maka yang terjadi adalah, ketika Ujian Nasional yang seperti ‘hidup dan mati’ itu, baik siswanya sendiri, orangtua, guru, bahkan sekolah, akhirnya menghalalkan segala cara agar bisa lulus dari medan laga bernama UN. Ya, paling umum dan paling sering terjadi kasusnya itu sih nyontek, ya. Atau ada juga istilah ‘bocoran soal’, dan lain sebagainya. Dan itu bukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan adanya Ujian Nasional, loh, Bro en Sis.

Kasus-kasus seperti contek-contekan, bagi-bagi jawaban, kebocoran soal, dan lain sebagainya ini, yang membuat Ujian Nasional rasanya udah nggak bisa dipercaya lagi. Karena peserta didik yang sebenarnya belum mampu lulus dari ujian, seakan bisa jadi mampu dengan nilai-nilai tidak murni tadi. Kondisi yang menyangkut karakter diri anak bangsa ini justru malah membuat sedih, ya.

Selain itu UN kayaknya gagal juga memenuhi tujuan pendidikan nasional, lho. Padahal, tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang No 2 tahun 1989, adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang mandiri serta demokratis. Lha, kalo lulus UN tapi hasil nyontek, berarti gagal tuh tujuan dari pendidikan nasional negeri kita. Beneran!

UN bukan yang terpenting

Bukan berarti Ujian Nasional itu sama sekali nggak penting, loh, Bro en Sis. Hanya saja kalau yang terjadi justru malah menjauhkan dari nilai adab yang seharusnya, maka Ujian Nasional nggak ada bagusnya, dong.

Tetapi memang Ujian Nasional itu bukanlah yang nomor satu harus ditekankan. Kita harus bisa memahami bahwa yang terpenting dalam pendidikan itu adalah; “Menghasilkan Manusia yang Bagus Adabnya”. Bisa dibayangkan, nih, Bro en Sis, apa jadinya pelaksanaan adab-adab para penerus bangsa kalau dalam proses menuju masa depan itu dilakukan dengan cara yang tidak mulia. Apalagi kita sebagai seorang muslim.

Diingetin lagi nih, Bro en Sis. Bahwa yang terpenting dalam pendidikan itu adalah “Menghadirkan Manusia yang Bagus Adabnya”. Kalau soal kemampuan akademis, sebaiknya siswa lebih diarahkan kepada penelusuran minat, bukan kepada pelajaran-pelajaran yang tidak dibutuhkan, baik saat masih sekolah maupun setelah lulus dari sekolah. Karena bisa jadi standar bagi setiap siswa itu berbeda-beda. Bisa jadi ia tidak bisa mengikuti pelajaran akademik di bangku sekolah, tetapi ternyata ia punya bakat lain yang lebih baik untuk dikembangkan. Sudah banyak, loh, kisah-kisah orang-orang jenius seperti ini.

Jadi, Bro en Sis, wacana penghapusan Ujian Nasional ini sebenarnya bukan berita baru lagi di negeri ini. Hanya saja memang ia terus menerus menjadi wacana, dan belum pernah terealisasikan.

Pendidikan menurut Islam

Islam mendorong dengan tegas menuntut ilmu sebagai aktivitas ibadah yang akan meninggikan derajat manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. Hal ini tertera dalam al-Quran Surah al-Mujadilah ayat 11, “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah diberi ilmu.”

Bahkan Islam amat menekankan bukan sekadar mendorong agar memiliki ilmu, tetapi juga mengingatkan agar para pemilik ilmu adabnya juga bagus. Amalnya juga bagus.

Ulama hadits terkemuka, yakni Imam al-Bukhari berkata, “Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat)”. Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta’ala (yang artinya), “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS Muhammad [47]: 19)

Dalam ayat ini, Allah memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.

Nah, omong-omong soal ujian nasional menurut Islam, ternyata dalam pendidikan standar Islam sendiri, Ujian Nasional itu tidak diperlukan. Karena, seperti yang sempat disinggung sedikit sebelumnya, ada standar yang lebih penting daripada standar akademik, yaitu standar dalam adab. Setiap pribadi dalam dunia pendidikan nantinya diharuskan untuk menekankan pada keberhasilan perilaku dan akhlak yang baik. Kalau pun mau mendalami kemampuan akademik atau kemampuan yang lebih profesional, baru, deh, mempelajarinya setelah mempelajari adab dengan benar.

Salah satu alasannya nih, Bro en Sis, ada banyak sekali kasus-kasus orang-orang terpandang, yang bisa dikatakan hebat akademiknya, tetapi tidak punya adab yang sesuai. Misalnya para pejabat yang korupsi, tentunya mereka adalah orang-orang dengan akademik yang bagus, bukan? Tapi lihat bagaimana jadinya ketika nilai adab tidak ada sama sekali. Kepintarannya dipakai untuk mengambil hak-hak rakyat. Na’udzubillahi mindzalik.

So, Ujian Nasional bakal dicabut? Tunggu aja, deh! [Fathimah NJL | IG @FathimahNJL]